Megi tak ingin seperti ini, kenapa kakaknya sanggup meminta orang lain untuk menjaganya. Jika Mirza saja tak bisa melakukan hal itu, apalagi orang lain.
"Sean, tolong gue. Gue cuma ingin merubah keadaan ini aja. Gue cuma ingin Megi bisa lanjutin pendidikannya. Untuk semua itu gue butuh kerjaan ini, Sean."
"Lu bisa ambil alih Hotel gue, gue bisa biayain pendidikan Megi. Harta gue sekarang milik lu juga."
"Sean, lu seperti gak kenal gue. Apa bisa gue duduk diem di meja kerja? Gue mohon Sean, hanya setahun."
"Lu gak waras, Mika."
"Gue emang udah gak waras, Sean. Kenyataan ini membuat gue gila. Tapi gue harus tetap mewaraskan diri, gue tetap harus memikirkan masa depan gue dan juga Megi."
"Lu kan tau gue punya Rena. Jagain Rena aja gue gak becus, apalagi jagain adik orang lain."
"Jadi gue masih orang lain buat lu? Oke..." ucap Mika sambil berlalu meninggalkan meja makan.
Sean hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mengacak-acak rambut panjangnya itu dan menghela nafas panjang.
Sejenak ia masih terduduk di meja makan itu, saat ia ingin beranjak pergi, Megi datang mendekati dia.
Perlahan Megi duduk di salah satu kursi meja makan itu.
"Kak... Aku bisa jaga diri kok. Kak Sean terima aja tawaran kak Mika. Tapi nanti kakak gak perlu jaga aku." ucap Megi lembut.
Megi tahu, karena keadaan, dulu Mika melepaskan pekerjaannya sebagai pelaut. Mika sudah lama lulus dari sekolah pelayaran, tapi baru saat pertama kali ia mau berlayar keadaan papa memburuk, mengharuskan Mika melepaskan impiannya itu.
Sean hanya menatap Megi, di tatapnya wajah gadis kecil itu, ia hanya melihat mama Mika dari album foto, tapi memang iya, wajah Megi bak jiplakan Mama Mika.
"Lu anak kecil tau apa?" ucap Sean ketus.
Mendengar ucapan Sean itu membuat Megi ingin meluapkan amarahnya, namun mengingat apa yang udah di lakukan Sean di pemakaman membuat Megi mengurungkan niatnya.
Megi berlalu masuk kekamar Papanya, ia menghempaskan badannya di kasur itu.
"Memang lelaki bengis itu tidak bisa di ajak bicara." ucapnya kesal.
Sean keluar dari rumah itu dan menstrater mobilnya yang dari kemarin diam di halaman rumah tetangga Megi.
Tak mungkin ia menerima tawaran Mika, ia pun seorang kakak yang gagal. Tapi kalau mengingat pesan terakhir Om Fandy sebelum meninggal, yang meminta ia ikut membantu Mika menjaga Megi, hal itu membuat Sean di rundung kegalauan.
Di lajukan mobil hitamnya menuju apartemen hampa itu, yang selama ini ia tinggali seorang diri. Atmosfer yang di rasakan Sean di dalam kamar ini sangat berbeda dari rumah Megi.
Walaupun disana itu sederhana, tapi suasananya terasa hangat menyentuh hatinya.
Di lemparkannya kuat badannya di atas kasur, mencoba menutup matanya yang dari kemarin terbuka lebar.
***
"Kembali lagi dengan Megs disini. Maaf para pendengar, karena ada suatu masalah Megs harus pergi selama dua minggu. Tapi jangan sedih karena Megs sudah kembali untuk menghiasi malam sepi anda semua."
"Baiklah kita masih berada dalam acara yang seperti biasa. Hemmm lama sekali Megs sudah tidak mendengar kisah malam kalian semua. Tanpa membuang waktu, mari kita menerima penelpon pertama."
Seberapa keras usaha Megi untuk kembali ceria pun, kini sudah tak mampu lagi mengukir senyum manis di bibir kecilnya. Megi merasa hampa, hidupnya terasa kosong sekali.
Selama ini Megi hanya bertemu Papanya sebulan dua kali, ataupun bisa kurang dari itu. Megi menghabiskan masa kecilnya di negara orang.
Baru setahun ini dia menikmati waktu bersama sang ayah, tapi sang kuasa telah lebih dulu memanggil ayahnya.
Karena keadaan Megi menyelesaikan siarannya lebih cepat, malam ini Mika pergi mengurus sesuatu dan meninggalkan Megi siaran sendiri.
Di liriknya jam di tangan masih pukul sebelas malam, Megi memutuskan untuk menunggu Mika di cafe dekat gedung siaran itu.
"Kopi?" seorang lelaki menyodorkan Kopi dengan hiasan hati di permukaannya.
Tapi kali ini tidak ada senyuman yang menghiasi wajah Megi. Ia hanya menatap kosong kecangkir kopi yang ada di depannya.
Suara helaan nafas terdengar dari lelaki yang berdiri di hadapan Megi saat ini.
"Masih sedih ya, Meg?" tanyanya saat melihat Megi yang termenung menatap kopi itu.
"Jangan sedih donk, Kamu yang kuat ya." sambungnya lagi, kini lelaki itu duduk di sebelah Megi. Ia mengelus pundak Megi sembari memberikan kekuatan.
"Semua nya akan baik-baik saja. Kamu harus kuat ya." ucapnya lagi saat melihat Megi yang terdiam tak bergeming.
"Megi." panggilnya lembut sambil meraih pucuk kepala Megi.
"Mas Pandu." Megi meletakan kepalanya di atas bahu lelaki itu.
Kembali ia menumpahkan tangisannya, ia begitu terpukul atas kepergian Papanya.
Tubuh mungilnya kini tak sanggup lagi menopang beratnya beban kehidupan.
"Papa mas, Papa." ucapnya terbata dengan suara parau.
"Papa kamu udah tenang disana Megi, kamu harus ikhlas ya." ucap Pandu menenangkan.
Di elusnya lembut rambut Megi, sesekali ia menyeka mata sembab Megi yang selama ini tidak pernah mengering air matanya.
Megi yang dulu telah hilang, berganti dengan gadis yang selalu berwajah muram. Tidak ada lagi wajah ceria dan senyum yang merekah di wajah belia Megi.
Semua berubah, Megi telah berubah. Ia kehilangan cahaya dalam hidupnya, rona wajahnya sudah tak terlihat lagi. Hanya ada wajah pucat, dan mata sembab.
Megi seperti ikut terkubur bersama jasad Affandy. Di tengah tangisannya itu, Megi seperti merindukan seseorang, merindukan rasa tenang yang ia dapatkan kemarin.
Kenapa, kenapa tubuh Pandu tak bisa membuat Megi tenang, padahal saat ini tangan Pandu berusaha untuk membuat perasaan Megi lebih baik.
Tapi Megi tak merasakan itu lagi.
Pandu yang beberapa bulan ini mengisi hari-hari Megi, mengganggu pikiran Megi. Membuat senyum Megi selalu ceria, kini ia merasakan bahwa Pandu tak mampu menenangkan kegundahannnya.
Ia merindukan dada bidang itu, dada bidang milik lelaki bengis itu, walaupun Lelaki kasar itu tak menyentuh sedikitpun kulitnya saat Megi menangis. Tapi dadanya saja membuat Megi merasakan ketenangan, Sean seperti mampu membawa segala beban Megi pergi.
Walau Sean itu bukan lelaki hangat, namun Sean yang berada bersama Megi, melindungi Megi di saat titik terendah hidup Megi.
Ia yang hadir saat Megi di rundung kepanikan. Entah kenapa Megi mengandalkan lelaki bengis itu saat ia kesulitan. Sean yang selalu melindunginya, saat Megi berada di zona terlemahnya.
Ia yang meminjamkan dadanya untuk menopang tubuh lemah Megi. Ia yang meminjankan tangannya saat suara itu berusaha menusuk kembali batinnya.
Semenjak kejadian pagi itu, Sean seperti kembali menghilang, mengubur dirinya entah dimana. Megi mulai merasakan perasaan rindu terhadap mata sinis Sean.
Tanpa butuh waktu lama, Sean mampu menggeser Pandu dari dalam hati Megi. Pandu yang telah berbulan-bulan ini selalu mencuri perhatian Megi, kini tergeser keluar oleh sosok Sean.
Megi melepaskan pelukan yang Pandu berikan. Ia menyeka kedua matanya dan mengeluarkan ponselnya untuk menelpon Kakaknya.
Namun tangan Megi di tahan oleh Pandu, Pandu menurunkan tangan Megi dan meletakan ponselnya di atas meja.
"Mau kemana? belum juga di minum kopinya." tanya Pandu lembut.
"Aku mau pulang, mas "
"Mas antarkan pulang ya."
"Mas kan masih harus kerja, aku bisa pulang sendiri, mas." ucapnya dingin.
"Tapi... Meg."
"Beri aku ruang untuk sendiri, mas. Aku butuh ruang." ucap Megi membereskan barangnya dan beranjak dari cafe itu.
Menjejaki jalanan sunyi malam hari, perlahan buliran air itu kembali menghiasi mata Megi. Beban ini masih teralalu berat untuk Megi pikul sendiri. Badannya tak cukup kuat, ia terlalu lemah.
Megi berjalan dengan sedikit sempoyongan. Suara dari hells nya menjadi satu-satunya pemecah keheningan malam.
Megi berjalan tersandung dan terjatuh, membuat salah satu dengkulnya berdarah akibat gesekan dengan aspal.
Megi duduk dan melipat dengkulnya kedepan, di peluknya dengkul itu erat dan membenamkan wajahnya di atas lututnya.
"Perih, kenapa hati ini terasa begitu perih?" ucap Megi pilu.
"Papa... papa lihat Megi, pa... Megi terlalu lemah Pa."
Keadaannya sudah cukup pahit, luka yang terus tergores dalam hatinya sudah terlalu sakit. Berharap perih di dengkul itu bisa menggantikan perih di hatinya.
Megi kembali menumpahkan beban hatinya melalui tangisan itu. Ia membenamkan wajahnya semakin jauh kedalam, tubuh kecilnya bergetar karena tangisan itu.
Di rasakannya tangan yang menyentuh lembut ujung kepalanya. Sesaat perasaan Megi menjadi tenang, di dongakan wajahnya untuk melihat siapa yang ada di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 291 Episodes
Comments
Mifta Siregar
novel mengandung bawang ini😭😭😭😭😭
2024-10-31
0
Erni Fitriana
😭😭😭😭😭😭
2023-08-06
0
Ana
😭😭😭
2020-07-10
0