Putra Mahkota Sanggana
*Penakluk Hutan Timur (PHT)*
Arda Handara berlari sangat kencang, seperti si Landak Sonic. Sama-sama kecil dan sama-sama pendek. Hanya bedanya, Arda Handara adalah anak manusia, sedangkan Sonic karakter sebuah gim masa depan.
Anak berusia sepuluh tahun itu menjadikan lorong-lorong Istana Sanggana Kecil sebagai lintasan larinya yang tanpa garis start dan garis finish. Agar larinya tidak menjemukan, maka dia perlu sejumlah “anjing” pengejar.
“Kau tidak akan berhasil lolos dari kejaran kami, Pangeran Arda!” teriak Gowo Tungga yang berlari kencang sambil membawa kayu bulat setebal genggaman sepanjang satu hasta. Wajah pemuda berusia matang itu berwarna putih semua oleh lapisan tepung.
“Jangan pandang remeh orang gendut, Pangeran!” teriak Gembulayu yang bertubuh gemuk dan berperut gendut. Ia berlari kencang, bersusah payah menyusul Gowo Tungga di depannya. Wajah dan pakaiannya juga bertabur tepung.
“Hahahak …!” tawa pangeran muda itu sambil berlari sekencang-kencangnya.
Para prajurit yang berdiri di posnya masing-masing hanya diam menyaksikan kejar-kejaran ala kucing dan tikus itu. Kejar-kejaran seperti itu sudah menjadi pemandangan rutin bagi mereka. Orang yang dikejar pasti selalu Pangeran Arda Handara. Namun, orang yang mengejar selalu berbeda-beda.
Untuk kali ini, Arda Handara membuat marah dua koki kerajaan, yaitu Gowo Tungga dan Gembulayu. Ia mengacak-acak dapur di saat kedua koki tersebut sedang mengolah adonan dengan banyak tepung.
“Terlalu lambat, terlalu lambat!” teriak Arda Handara sambil terus berlari menuju arah taman.
Set! Cplok!
Tiba-tiba, Arda Handara menengok sambil melempar sesuatu ke belakang.
Benda yang adalah sebutir telur itu tidak bisa dielaki oleh Gowo Tungga. Wajahnya terhantam keras yang membuatnya jatuh terpeleset dengan wajah berlumur pecahan telur.
“Hahahak …!” tawa Gembulayu yang tertawa terbahak-bahak dan memutuskan berhenti mengejar. Ia lebih baik menertawakan sahabatnya itu dari pada terus mengejar Arda Handara.
“Hahahak …!” tawa Arda Handara yang memutuskan berhenti juga, sambil melemparkan sebutir telur terakhirnya.
Cplok!
“Huahahak …!” tawa Arda Handara kian menggila ketika telur lemparannya juga tepat mewarnai wajah gemuk Gembulayu.
Lelaki gemuk itu tidak langsung jatuh seperti rekannya, tetapi oleng terlebih dahulu seperti orang mabuk, kemudian jatuh.
“Aaak!” jerit Gowo Tungga karena kakinya tertimpa badan besar Gembulayu.
Tiba-tiba Gowo Tungga berhenti menjerit lalu berteriak kepada seorang pemuda tampan berpakaian pendekar yang membawa bumbung bambu di punggungnya.
“Suryaaa! Tangkap Pangeran Arda!” teriak Gowo Tungga kepada pendekar yang juga adalah sahabat kentalnya.
Pendekar tampan berkumis tipis itu segera bereaksi. Dia yang bernama lengkap Surya Kasyara, juga punya dendam terhadap pangeran tersebut. Sepekan yang lalu, dia disiram segayung air saat sedang tidur oleh Arda Handara.
Makanya, pemuda berjuluk Pendekar Gila Mabuk itu segera berlari ke koridor istana dan menghadang Arda Handara.
“Kau masih punya utang siraman air dariku, Pangeran!” kata Surya Kasyara sambil merentangkan kedua lengannya seperti mau menangkap anak ayam.
Arda Handara berdiam diri sejenak sambil menatap Surya Kasyara dengan tatapan tajam yang licik. Entah strategi apa yang ada di dalam otak anak pendek itu agar bisa melewati seorang pendekar sakti selevel Pendekar Gila Mabuk.
“Hehehe!” kekeh pelan anak berpakaian warna kunyit itu. “Aku punya ini, Paman.”
Arda Handara mengeluarkan sebuah kantung kain warna merah dari balik bajunya. Sambil tersenyum setan, dia merogoh isi kantung kain itu dan menggenggam sesuatu. Ia berjalan lebih mendekat kepada Surya Kasyara yang justru jadi curiga dan tegang.
“Ini, Paman!” pekik Arda Handara sambil memperlihatkan apa yang ada di dalam genggamannya.
Ternyata beberapa ekor ulat bulu berwarna cantik tapi membuat bokong Surya Kasyara merinding semriwing. Mata Pendekar Gila Mabuk melebar.
“Eh eh eh! Sejak kapan Gusti Pangeran bermain ular bulu?” tanya Surya Kasyara yang berubah siaga tingkat dewa.
“Ulat bulu!” ralat Arda Handara sambil melempar binatang-binatang menggelikan itu kepada Surya Kasyara.
Sigap Surya Kasyara melompat ke samping, membuat ulat-ulat bulu yang dilempar terjun bebas. Pada saat yang bersamaan, Arda Handara berlari kencang melewati ruang jalan yang terbuka.
“Tidak akan aku biarkan kau, Pangeran Nakal!” teriak Surya Kasyara lalu cepat melompat tepat ke belakang Arda Handara.
Tap!
Tangan kanan Surya Kasyara berhasil mencekal bahu kanan Arda Handara dari belakang. Bocah berambut gondrong ikal itu jadi terhenti, tapi tangannya menyentuh tangan Surya Kasyara.
“Lutung Kakus!” maki Surya Kasyara terkejut bukan main karena Arda Handara meletakkan dua ulat bulu di punggung tangannya.
Sontak Surya Kasyara menarik lepas tangannya dari bahu si bocah dang mengibas-ngibaskannya, agar dua ulat bulu itu terpental. Namun, ternyata tidak mudah.
“Haaa!” jerit Surya Kasyara panik. Buru-buru tangan kirinya meraih bumbung tuaknya dan menuangkan tuak ke dalam mulut. “Fruuut!”
Surya Kasyara menyembur dua binatang kecil di punggung tangannya dengan tuak. Dua ulat bulu itupun terhempas lepas dari kulit tangan pendekar itu.
“Hahahak …!” tawa terbahak Arda Handara sambil berlari kencang menjauh.
Namun, tiba-tiba Arda Handara berlari kencang tapi di tempat. Anehnya, kaki Arda Handara berlari melangkah, bukan berlari dengan pijakan hanya di titik berdirinya, tetapi dia tidak maju-maju, seperti berlari di atas treadmill.
Arda Handara terkejut, padahal kedua kakinya berlari sangat kencang.
“Eh apa yang terjadi?” tanya Arda Handara heran kepada dirinya sendiri.
Ternyata, dari balik dinding yang menikung, muncul seorang wanita muda yang cantik jelita berjubah kuning, tetapi berambut pendek seperti lelaki dan kepalanya berhiaskan tiara bermata batu kuning bening berkilau.
Wanita yang terlihat masih gadis itu memiliki bentuk hidung dan bibir yang bisa disebut sempurna. Jika mata lelaki fokus memandang hidung dan bibirnya saja, akan membuat betah dan seolah tidak ingin beralih. Namun, wanita cantik jelita itu memiliki sepasang bola mata yang berwarna hitam kusam tanpa cahaya. Dialah Nara, Permaisuri Mata Hati. Di dunia persilatan ia sangat masyhur dengan julukan Dewi Mata Hati.
Hakikatnya Dewi Mata Hati adalah wanita yang berusia lebih dari seratus sepuluh tahun. Ia merupakan orang tersakti di Kerajaan Sanggana Kecil itu. Ia juga populer disebut dengan nama Permaisuri Guru, karena dia adalah guru dari para permaisuri yang lain.
Permaisuri Nara dikawal oleh sepuluh orang dayang berpakaian warna serba putih di belakangnya.
Kemunculan Permaisuri Nara membuat Arda Handara langsung bisa berkesimpulan bahwa kondisinya saat itu karena perbuatan Permaisuri Guru.
Permaisuri Nara berbelok dan berjalan ke arah Arda Handara.
Karena sadar tidak akan bisa berbuat apa-apa jika berhadapan dengan Permaisuri Guru, Arda Handara pun berhenti berusaha. Dia berhenti berlari di tempat.
“Sembah hormat kami, Gusti Permaisuri!” ucap Surya Kasyara, Gowo Tungga dan Gembulayu sambil turun berlutut menghormat dengan dalam, meski jaraknya masih agak jauh dari sang permaisuri.
“Sembah hormatku, Ibunda Guru,” ucap Arda Handara sambil turun berlutut pula.
“Bangunlah, kalian semua!” perintah Permaisuri Nara setelah berhenti di depan Arda Handara.
Arda Handara dan ketiga lelaki dewasa yang berada agak jauh di belakangnya segera bangun berdiri.
“Sejak kapan kau bermain ulat bulu gatal seperti itu, Pangeran?” tanya Nara kepada Arda Handara, tetapi arah wajahnya lurus ke depan. Permaisuri Nara adalah seorang wanita yang buta. Ia bisa meraba dan merasa semua yang ada di sekitarnya dengan kesaktiannya yang tinggi.
“Sejak tiga hari yang lalu, Ibunda Guru,” jawab Arda Handara seperti anak baik.
“Siapa yang mengajarimu?” tanya Permaisuri Nara lagi.
“Ibunda Asap Racun, Ibunda Guru,” jawab Arda Handara.
“Kau telah mengganggu pekerjaan juru masak istana sehingga pekerjaan mereka jadi tertunda. Jadi, kau aku hukum untuk membantu juru masak menyelesaikan tugasnya,” tandas Permaisuri Nara.
Terkejutlah wajah kotor Gowo Tungga dan Gembulayu mendengar keputusan sang permaisuri. Menurut mereka, itu sama saja memberi bencana kepada mereka.
“Baik, Ibunda Guru!” sahut Arda Handara lantang bersemangat. (RH)
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Catatan: up novel ini berjalan lambat untuk beberapa bulan pertama.
Dianjurkan membaca tiga novel Sanggana sebelumnya: Perampok Raja Gagah, Pendekar Sanggana, dan 8 Dewi Bunga Sanggana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
🫡topi emas off✈︎
bunyi apa tuh hehehe
2024-06-09
1
🫡topi emas off✈︎
wah apaan nih masa nggak lolos kerajaan
2024-06-09
1
🫡topi emas off✈︎
ada apa berlari kencang ini mirip Sonic sih
2024-06-09
1