*Penakluk Hutan Timur (PHT)*
Lanang Jagad dan istrinya Rara Sutri membawa sebanyak 15 anak didiknya menuju pelataran. Mau tidak mau, para pemomong juga ikut.
“Wuaaah! Gede sekali!” teriak Angling Kusuma seperti orang udik, ketika sudah bisa melihat keberadaan si laba-laba raksasa di pelataran.
“Manusia apa itu? Manusia apa itu?” teriak Hijau Sukma terkejut.
“Takuuut!” rengek anak perempuan yang lain.
“Tidak apa-apa. Paman laba-laba tidak jahat,” kata pemomongnya menenangkan putri majikannya.
“Oh, itu laba-laba lelaki, Guru?”
“Laba-labanya bisa berkicau seperti burung ayahku, Guru?”
“Bisa. Mengeong juga bisa. Hahaha!” kata Angling Kusuma.
Arda Handara yang paling antusias ingin melihat binatang raksasa itu, sejak tadi hanya diam. Ia serius memperhatikan hewan tersebut.
“Baik, murid-muridku tersayang. Cukup melihat sampai di sini!” kata Lanang Jagad yang sejak tadi tidak bisa menjawab pertanyaan anak-anak didiknya yang aneh-aneh. Maksudnya, yang aneh adalah pertanyaannya.
Mereka berhenti hanya sampai di koridor.
“Yah, Guru. Kenapa hanya sampai di sini?” tanya Arda Handara.
“Kita tidak boleh membuat binatang itu merasa tidak nyaman dengan kehadiran kita,” jawab Lanang Jagad. “Ayo, berbaris yang rapi, Guru Tampan akan menjelaskan kepada kalian, binatang apa sebenarnya ini.”
Anak-anak itupun segera berbaris, meski masih berantakan. Rara Sutri dan pemomong membantu merapikan posisi berdiri anak-anak.
“Murid-muridku tersayang, hewan ini bukanlah hewan seperti yang biasa kalian lihat sehari-hari. Hewan ini disebut Hewan Alam Kahyangan, satu jenis seperti burung milik Yang Mulia Gusti Prabu yang sangat besar,” kata Lanang Jagad.
“Guru, aku pernah lihat burung Ayahanda waktu bersama Ibunda. Sangat besar, lebih besar dari burung Paman Mahapati yang hitam,” kata Arda Handara.
“Burung ayahku juga besar. Warnanya bukan hitam, tapi merah!” sangkal anak perempuan Mahapati Batik Mida, namanya Dewi Renggut Bahagia. Meski usianya masih sembilan tahun, tetapi ibunya sudah memberinya nama seperti julukan pendekar.
“Burung ayahmu warnanya hitam. Dia jadi merah jika sedang marah,” debat Arda Handara.
“Baik, dengarkan Guru kembali!” seru Lanang Jagad menengahi perdebatan kecil tersebut. “Sesuai namanya, yaitu Hewan Alam Kahyangan, hewan raksasa ini bukan berasal dari dunia ini. Siapa yang tahu, dari mana asal hewan ini?”
“Dari langit!” teriak Dewi Renggut Bahagia.
“Benar,” kata Lanang Jagad, yang membuat Dewi Renggut Bahagia senang. “Tapi masih kurang tepat!”
“Hahahak!” tawa Arda Handara menertawakan Dewi Renggut Bahagia.
“Dari Hutan Timur!” jawab Angling Kusuma kencang.
Plak!
Seenaknya Arda Handara menepak kepala gundul Angling Kusuma.
“Cacing di perutmu yang berasal dari Hutan Timur!” bentak Arda Handara.
“Yang jelas itu berasal dari alam gaib,” sahut Getar Jagad.
“Hihihi! Kakak Getar yang berasal dari alam gaib,” kata Hijau Sukma menertawakan Getar Jagad.
“Pangeran Arda, apa jawabanmu?” tanya sang guru.
“Dari Alam Kahyangan, Guru!” jawab Arda Handara lantang.
“Benar!” kata Lanang Jagad.
“Tapi masih kurang tepat!” sahut Dewi Renggut Bahagia yang memiliki perawakan cukup bongsor, sehingga terlihat lebih besar dari Arda Handara dan adik-adiknya. Ia menirukan kata-kata gurunya.
“Tidak, tetap benar dan tepat,” tegas Lanang Jagad sembari tersenyum kepada Dewi Renggut Bahagia.
“Tuh, benar. Aku beri uyut-uyut kau nanti, Dewi!” ancam Arda Handara sambil mendelik kepada anak Dewi Bayang Kematian itu.
“Weeek!” lewek Dewi Renggut Bahagia sambil menjulurkan lidahnya.
“Sudah, sudah. Dengarkan kata Guru baik-baik. Laba-laba bukanlah binatang jenis serangga, meskipun laba-laba berkaki banyak dan bertubuh kecil seperti serangga. Pertanyaan Guru mudah. Apa yang membedakan laba-laba dengan berbagai jenis serangga?”
“Aku tahu, Guru, aku tahu!” Dewi Renggut Bahagia buru-buru tunjuk tangan.
“Apa?”
“Serangga punya sayap, laba-laba tidak!” jawab Dewi Renggut Bahagia lantang.
“Benar,” kata Lanang Jagad.
“Yeee!” sorak Dewi Renggut Bahagia.
“Tapi kurang sedikit lagi kebenarannya,” lanjut Lanang Jagad.
“Hahahak!” tawa Arda Handara dan rekan-rekan yang lainnya.
“Weeek, biarkan. Yang terpenting masih benar!” kata Dewi Renggut Bahagia membela diri, yang didahului oleh kebiasaannya yang meledek dengan juluran lidah.
“Sudah, sudah. Biarkan Guru saja yang menjawabnya,” kata Lanang Jagad menengahi.
“Guru curang!” tukas Arda Handara.
“Bukan curang, Pangeran, tapi demi kedamaian dunia. Hahaha!” kilah Lanang Jagad lalut tertawa pelan, lucu sendiri.
Rara Sutri yang masih cantik karena belum dianugerahi anak dalam sepuluh tahun, padahal sudah minum jamu Subur Makmur racikan Tabib Rakitanjamu setiap hari, hanya tersenyum melihat lawakan suaminya.
“Perbedaan laba-laba dan serangga. Jika laba-laba kakinya delapan, maka serangga punya kaki enam,” ungkap Lanang Jagad.
“Horeee! Guru memang pintar!” sorak Hijau Sukma sambil tepuk tangan sendiri.
“Hahahak!” tawa terbahak Arda Handara. Lalu katanya kepada Hijau Sukma, “Jika Guru tidak pintar, pasti sudah jadi tukang urus kuda. Hahaha!”
“Hahaha!” tertawalah mereka ramai-ramai.
“Ayahanda!” teriak Arda Handara sambil melompat kecil di tempat dan melambai ke arah ujung koridor sisi kanan.
Mereka semua yang sedang fokus memerhatikan laba-laba raksasa segera menengok ke arah ujung koridor di sisi kanan. Namun, mereka tidak melihat adanya Prabu Dira Pratakarsa Diwana di sana, kecuali beberapa prajurit yang berdiri pada posnya masing-masing.
“Pangeran Arda!” teriak Rara Sutri terkejut saat melihat Pangeran Arda Handara tahu-tahu sudah berlari di pelataran menuju ke laba-laba raksasa.
“Gusti Pangeran!” pekik terkejut Setya Gogol dan Lentera Pyar bersamaan.
Namun, belum lagi salah satu di antara mereka berbuat sesuatu, tiba-tiba satu keanehan terjadi pada diri Arda Handara.
Arda Handara yang sedang berlari di pelataran tiba-tiba berhenti berlari, tapi berusaha melangkah maju. Namun, tubuh bocah itu tidak maju-maju, seolah-olah ada sesuatu yang menahannya.
Tetap saja Arda Handara berusaha melangkah maju, menarik kuat tubuhnya ke depan. Ia berusaha melawan kekuatan yang menahan tubuhnya. Terlihat bahwa belakang baju Arda Handara seperti tersangkut sesuatu yang tidak terlihat di udara. Seperti ada setan yang menarik belakang baju Arda Handara.
Akhirnya Arda Handara menengok ke belakang. Ia terkejut karena melihat bajunya ditarik oleh sehelai kawat tipis warna merah, tetapi tidak ada orang yang memegangnya. Akhirnya Arda Handara memilih berhenti berusaha, daripada bajunya nanti robek.
“Hahahak …!”
“Hihihi …!”
Tiba-tiba terdengar suara tawa terbahak seorang wanita, seperti tawa bapak-bapak. Bersama tawa itu, ada juga suara tawa beberapa wanita yang benar-benar rasa wanita.
Arda Handara, Lanang Jagad dan yang lainnya segera beralih memandang kepada sumber suara tawa yang berasal dari koridor sisi kiri itu.
Mereka melihat serombongan bidadari bumi yang sedang tertawa menertawakan Arda Handara.
Kelima wanita jelita itu adalah Ratu Tirana, Permaisuri Getara Cinta, Permaisuri Kerling Sukma, Permaisuri Sandaria, dan satu wanita cantik asing berjubah hitam dan berpakaian serba hitam.
Wanita asing itu sangat cantik dengan rambut terurai lurus, sebagian rambutnya dibiarkan terurai di sisi depan badan. Dialah yang tawanya seperti suara tawa bapak-bapak. Tawanya yang terbahak membuat dua gigi depan atasnya yang terbuat dari emas, berkilauan diterpa sinar matahari pagi. Wanita asing itu adalah Ratu Siluman yang berjuluk Dewi Dua Gigi dan nama aslinya adalah Alma Fatara.
Di belakang ada empat puluh dayang yang mengikuti plus satu gadis cantik pula yang membawa pedang bagus di tangannya. Pedang itu berwarna biru gelap dengan gagang berbentuk kepala ular yang menganga lebar. Dia adalah Kembang Bulan, Pembawa Pedang Ratu Siluman.
“Hormat sembah kami, Gusti Ratu, Gusti Permaisuri!” seru Lanang Jagad dan para orang dewasa sambil turun berlutut menjura hormat, ketika melihat kedatangan Ratu Tirana dari ujung kiri koridor.
Anak-anak pun turun berlutut menjura hormat.
“Ibunda!” teriak Pangeran Getar Jagad dan Hijau Sukma sambil berlari menghambur mendatangi Permaisuri Getara Cinta dan Kerling Sukma.
“Bangunlah!” perintah Ratu Tirana.
Semua yang berlutut segera bangun kembali.
Putri dari Ratu Tirana dan Permaisuri Sandaria tidak ada bersama anak-anak itu. Usia yang masih kecil membuat mereka tidak termasuk murid Lanang Jagad.
“Apa yang ingin kau lakukan, Pangeran Arda?” tanya Alma Fatara agak berteriak kepada Arda Handara yang posisinya tinggal beberapa tombak lagi dari kaki laba-laba. Sebelumnya ia telah diberi tahu bahwa bocah itu adalah Pangeran Arda Handara, putra dari Permaisuri Geger Jagad.
“Aku ingin naik ke atas!” sahut Arda Handara sambil menunjuk ke badan laba-laba.
“Namanya Antula. Semua bulu-bulunya beracun!” sahut Alma Fatara pula.
Terkejutlah Arda Handara.
Setelah berkata, Alma Fatara lalu merentangkan tangan kanannya ke arah posisi Arda Handara.
Seeet!
Maka, benang merah yang disangka adalah kawat kecil oleh Arda Handara, bergerak merayap cepat di lantai pelataran, melepaskan baju sang pangeran dan meninggalkannya. Benang itu adalah salah satu pusaka Alma Fatara yang bernama Benang Darah Dewa, selain Bola Hitam dan Pedang Sepuluh Siluman.
“Hahahak!” tawa Alma Fatara lagi. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
pembaca komik📖
curang tak bahaya ta/Doubt/
2024-02-04
0
pembaca komik📖
oh alasan nya bergitu
2024-02-04
0
pembaca komik📖
dari tadi ketawa terus apa yang ditawain/Doubt/
2024-02-04
0