*Penakluk Hutan Timur (PHT)*
Hanya serigalanya Permaisuri Sandaria, hewan yang memiliki surat izin keluyuran di dalam Istana Sanggana Kecil. Saat ini, serigala besar berbulu hitam pekat yang bernama Satria sedang membawa majikannya menuju Istana Dewi Awan.
Di belakang langkah serigala berjalan cepat mengikuti sepuluh dayang berseragam putih-putih.
Permaisuri Sandaria tidak jauh berubah setelah sepuluh tahun, masih seperti yang dulu, yakni masih serba mungil, meski sudah beranak satu.
Tubuhnya yang mungil membuat kecantikan parasnya yang jelita dan seputih susu pun serba mungil. Hidungnya mancung tapi mungil. Bibirnya mungil menggemaskan. Sepasang alisnya tipis tapi warnanya begitu hitam pada wajah yang seputih susu. Sepasang kelopak matanya masih tertutup seperti orang tertidur dengan bulu mata yang lentik dan agak panjang. Jubah kuning berbulu tebal masih menjadi pakaian favoritnya.
Kali ini yang berbeda dari yang dulu adalah rambut keriting lebatnya. Kini rambut itu dikepang dan ditata unik, sehingga kulit kepalanya yang putih terlihat dalam pola beberapa garis, membuat kecantikannya lebih memesona dibandingkan masa gadisnya. Hal lain yang berubah juga adalah ukuran dadanya. Ketika dia memiliki bayi, kelenjar air susunya begitu subur, memaksa ukurannya semakin bertambah, tapi belum bisa menyaingi Dewi Bayang Kematian.
Di tangan kanan Permaisuri Sandaria terpegang sebuah tongkat kecil berwarna biru terang, yang pada bagian ujung atasnya ada selingkar tali merah yang melingkar menyatu pada pergelangan tangan.
Namun, tidak seperti biasanya, wajah cantik mungil yang biasanya ceria dan suka tertawa itu, kini sedang gersang menunjukkan warna muka yang memendam kemarahan.
Kemarahan Permaisuri Sandaria dipicu oleh kondisi Putri Sisilia, yang sedang mengalami demam lantaran sengatan ulat bulu milik Pangeran Arda Handara.
Para prajurit yang dilalui oleh rombongan itu segera turun berlutut menghormat, lalu bangkit kembali setelah rombongan berlalu.
Akhirnya Permaisuri Sandaria tiba di depan pintu gerbang sebuah istana indah berwarna putih. Pintu gerbang itu dijaga oleh empat orang prajurit, tapi kondisinya tertutup rapat. Itulah Istana Dewi Awan, istana milik Permaisuri Dewi Ara.
Keempat prajurit penjaga gerbang segera berlutut satu kaki menghormat kepada sang permaisuri.
“Minggir!” perintah Permaisuri Sandaria kepada keempat prajurit penjaga pintu gerbang.
Keempat prajurit itupun buru-buru menyingkir dari depan gerbang yang kokoh dan tertutup rapat.
Perlu diketahui, semua istana permaisuri di Kerajaan Sanggana Kecil tidak memiliki halaman depan, jadi pintu gerbangnya adalah langsung gerbang istana.
Bak!
Tanpa sepatah dua kata, tiba-tiba Permaisuri Sandaria menghentakkan tangan kirinya. Satu kekuatan pukulan jarak jauh bertenaga dalam menghantam pintu yang tertutup.
“Kakak Permaisuri Geger Jagad, buka pintunya!” seru Permaisuri Sandaria bernada marah, tapi masih hormat dalam menyebut ibu dari Arda Handara.
Namun, tidak ada reaksi dari dalam Istana Dewi Awan atau pintunya bergerak terbuka.
Permaisuri Sandaria yang memiliki kesaktian indera perasa yang sangat peka, tahu bahwa gerbang dalam kondisi terkunci dan istana di dalam perlindungan satu lapisan kekuatan besar.
Setelah menunggu sebentar dan merasakan tidak ada tanda-tanda reaksi dari dalam, Permaisuri Sandaria memutuskan untuk bertindak lagi.
Cess! Tuss!
Permaisuri Sandaria melepaskan ilmu Tusuk Nyawa, berupa segaris sinar kuning lurus dari ujung tongkatnya. Namun, gerbang istana yang terkena serangan tidak terluka sedikit pun. Tidak ada goresan sedikit pun.
Akhirnya Permaisuri Sandaria hanya menghempaskan napas masygul. Tidak mungkin dia harus mengeluarkan ilmu tertingginya hanya untuk mendobrak pintu Istana Dewi Awan.
Ia tahu bahwa Permaisuri Dewi Ara ada di dalam istana itu. Dan dia tahu bahwa Permaisuri Dewi Ara tahu bahwa dia datang membawa kemarahan.
“Kakak Permaisuri Geger Jagad, aku minta kau melarang Pangeran Arda memelihara ulat bulu. Putri Sisilia putriku jadi demam karenanya!” seru Permaisuri Sandaria.
“Hormat hamba, Gusti Permaisuri!” ucap seseorang yang tiba-tiba sudah muncul tidak jauh di sisi serigala.
Orang itu adalah seorang wanita berusia tiga puluh tiga tahun berpakaian hijau muda. Pada bagian perutnya terselip sebuah keris bagus. Wanita berdada menggairahkan itu memiliki deretan gigi atas yang tonggos. Ia adalah Sugigi Asmara, istri dari Surya Kasyara. Ia adalah pendekar dari Pasukan Pengawal Bunga khusus sebagai pengawal Permaisuri Sandaria.
“Ada apa, Asmara?” tanya Permaisuri Sandaria setelah meredakan amarahnya.
“Gusti Prabu menunggu Gusti Permaisuri di Perpustakaan,” jawab Sugigi Asmara.
Cring! Clap!
Permaisuri Sandaria lalu menyenggol lonceng yang ada di kalung Satria dengan ujung tongkat biru kecilnya. Setelah lonceng kalung Satria berbunyi, sosok binatang sebesar gajah itu tahu-tahu menghilang bersama majikannya.
Sugigi Asmara dan kesepuluh dayang yang mengikuti tidak kaget lagi. Hal seperti itu sudah biasa dilakukan oleh Permaisuri Sandaria.
Clap!
Satria dan Permaisuri Sandaria tahu-tahu muncul di depan Perpustakaan Alam Semesta. Prajurit yang berjaga segera turun berlutut menghormat.
Satria menurunkan tubuhnya sampai perutnya menyentuh lantai, agar Permaisuri Sandaria lebih mudah turun.
“Yang Mulia Gusti Permaisuri Serigala tibaaa!” teriak prajurit penjaga pintu perpustakaan, khusus untuk orang yang kedatangannya sedang ditunggu atau orang yang tidak perlu izin Prabu Dira lagi untuk masuk.
Mendengar teriakan itu, Pangeran Arda Handara yang masih ada di ruangan itu, segera berlari kecil pergi ke sisi ayahnya, Prabu Dira Pratakarsa Diwana. Ia lalu duduk di lantai, di sisi kursi.
Ratu Tirana pun masih ada di ruangan itu.
Permaisuri Sandaria berjalan masuk seperti layaknya orang buta berjalan yang menggunakan tongkatnya.
“Sembah hormatku, Kakang Prabu, Gusti Ratu!” ucap Permaisuri Sandaria sambil menghormat sekedarnya, setelah tiba di depan meja.
“Ada apa dengan kecantikanmu yang hari ini tidak menggemaskan itu, Sayang?” tanya Prabu Dira seraya tersenyum manis kepada istri mungilnya itu.
“Tidak ada yang bisa membuatku semarah ini, kecuali karena putra kesayanganmu itu,” jawab Permaisuri Sandaria, masih dengan wajah merengut.
Mendengar Permaisuri Sandaria berkata seperti itu, Arda Handara terdiam meringkuk di sisi kaki kursi, berlindung dari pandangan Permaisuri Sandaria, padahal permaisuri mungil itu matanya tidak bisa melihat.
Meski Arda Handara bersembunyi, tetap saja Permaisuri Sandaria tahu keberadaannya.
“Bagaimana kondisi Sisilia?” tanya Ratu Tirana dengan senyumnya yang mempengaruhi suasana hati Permaisuri Sandaria.
“Saat aku tinggal, demamnya tidak tinggi,” jawab Permaisuri Sandaria.
“Apakah kau mendengarnya, Arda?” tanya Prabu Dira sambil melirik kepada putranya.
“Iya, Ayahanda,” jawab Arda Handara dengan suara yang lemah dan bernada bersalah.
“Jika ingin menjahili adik-adikmu, kau harus pikirkan akibatnya. Kasihan Sisilia, dia jadi demam karena disengat oleh ulat bulumu,” kata Prabu Dira, tanpa bernada marah.
“Iya, Ayahanda,” ucap Arda Handara lagi, tapi masih duduk meringkuk.
“Ada apa Kakang Prabu memanggilku?” tanya Permaisuri Sandaria mengalihkan bahasan.
“Tiga orang pendekar Pasukan Hantu Sanggana masuk ke Hutan Timur, tapi hingga dua hari mereka belum kembali. Aku memerintahkanmu untuk memimpin pencarian ketiga pendekar itu. Hutan Timur itu seperti kegelapan malam, jadi Permaisuri Serigala adalah orang yang paling tepat untuk memasuki Hutan Timur. Pengawal Bunga dan Ketua Pasukan Hantu Sanggana akan turut masuk ke sana,” jawab Prabu Dira.
“Hihihi!” tawa Permaisuri Sandaria, menunjukkan bahwa ia sudah melupakan kemarahannya. “Dengan senang hati aku akan melaksanakan tugas ini, Kakang Prabu. Sudah lama aku tidak membunuh orang.”
Mendengar kalimat terakhir Permaisuri Sandaria, Arda Handara jadi mendelik.
“Tugas Permaisuri Serigala hanya mencari pendekar yang hilang, bukan mengusik penghuni Hutan Timur,” tandas Prabu Dira.
“Kenapa, Kakang Prabu? Jika sampai penghuni Hutan Timur membunuh pendekar kita, itu berarti dia adalah ancaman bagi Sanggana Kecil,” kata Permaisuri Sandaria.
“Itu akan kita lakukan jika Permaisuri Guru mengizinkan,” kata Prabu Dira. “Yang terpenting, kita harus memastikan dulu kondisi ketiga pendekar itu.”
“Baik, Kakang Prabu,” ucap Permaisuri Sandaria patuh. (RH)
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sambil menunggu up Arda Handara, yuk baca karya Om Rudi lainnya yang berjudul "Perjalanan Alma Mencari Ibu"!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
pembaca komik📖
hadir dengan subscribe maaf belum bisa gift 🙏
2023-10-20
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻ɢ⃟꙰ⓂSARTINI️⏳⃟⃝㉉
wow ad serigala jg,wih ap gk takut digigit
2023-02-28
1
Budi Efendi
mantap
2023-02-23
0