*Penakluk Hutan Timur (PHT)*
Setelah mendapat hukuman dari sang ayah berupa membaca lantang kitab Adab Kemuliaan Anak, Pangeran Arda Handara diizinkan pergi kepada kedua pemomongnya yang sudah sejak tadi menunggu di luar Perpustakaan Alam Semesta.
Kitab Adab Kemuliaan Anak berisi tentang adab seorang anak kepada kedua orangtua, orang yang lebih tua, anak yang setara, dan anak yang lebih muda.
Arda Handara memang menyelesaikan hukumannya karena pada usia sepuluh tahun itu, dia sudah bisa baca dan tulis. Namun, apa yang semua dibacanya seolah tidak ada yang berbekas di dalam memorinya. Ketika dia membaca, ada hal yang mengganggu pikirannya dan membuatnya memiliki pertanyaan yang tidak mau dia tanyakan kepada ayahnya.
“Gusti Pangeran, sekarang waktunya berlatih kepada Gusti Permaisuri Geger Jagad,” kata Lentera Pyar, saat Arda Handara sudah datang kepadanya dan Setya Gogol.
“Ayo!” ucap Arda Handara kembali bersemangat, jauh berbeda ketika dia berada di dalam perpustakaan.
Arda Handara berjalan lebih dulu. Kedua pemomongnya segera mengikuti di belakang.
“Paman Gogol, apakah ulat buluku tidak berbahaya?” tanya Arda Handara.
“Sangat berbahaya, Gusti Pangeran!” jawab Setya Gogol cepat.
“Ah, Paman Gogol bohong. Buktinya Paman Gogol dan Bibi tidak pernah mati saat terkena ulat buluku,” tukas Arda Handara sambil tetap memandang ke depan.
Mendeliklah sepasang mata Setya Gogol dan Lentera Pyar mendengar hal itu.
“Apakah Gusti Pangeran ingin membunuh kami?” tanya Lentera Pyar bernada sedih.
“Hahahak!” tawa Arda Handara sambil berbalik melihat wajah kedua pemomongnya. Dia kemudian berjalan mundur.
“Apakah aku terlihat seperti pembunuh? Hahaha!” tanya Arda Handara lalu tertawa.
Kedua pemomong itu hanya tersenyum getir. Arda Handara lalu kembali berbalik dan berjalan normal.
Tujuan mereka adalah pulang ke Istana Dewi Awan, tempat Permaisuri Geger Jagad dan Arya Handara tinggal. Istana berwarna putih itu sudah terlihat, tinggal berjalan lurus saja.
Tiba-tiba Arda Handara berlari kencang meninggalkan kedua pemomongnya.
“Siapa yang tiba belakangan ke Istana Ibunda, aku akan beri ulat bulu!” teriak Arda Handara.
Terkejut Setya Gogol dan Lentera Pyar. Mereka cepat berlari kencang menyusul sang pangeran.
“Hahaha!” tawa Arda Handara.
Setya Gogol dan Lentera Pyar sampai mengerahkan ilmu peringan tubuhnya demi melewati Arda Handara.
“Kalian curang menggunakan ilmu peringan tubuh!” teriak Arda Handara saat kedua pemomongnya melewati dirinya, padahal dia sengaja agak memelankan larinya.
“Gusti Pangeran harus rajin berlatih agar bisa menguasai ilmu peringan tubuh lebih cepat!” teriak Lentera Pyar.
“Pokoknya, jika sampai kalian kalah, aku akan beri ulat bulu yang banyak!” teriak Arda Handara sambil berusaha terlihat berlari kencang mencoba menyalip kedua pemomongnya. Padahal, biasanya mereka yang tertinggal oleh Arda Handara. Bukan karena Arya Handara memiliki ilmu peringan tubuh, tetapi cenderung karena Arda Handara memang memiliki kecepatan lari manual yang terlalu cepat.
Ancaman itu membuat Setya Gogol dan Lentera Pyar kian berlomba untuk mencapai Istana Dewi Awan lebih dulu.
Sambil berlari seperti melayang, Lentera Pyar menyempatkan diri menengok ke belakang untuk melihat keberadaan Arda Handara.
“Kita ditipu!” pekik wanita berdarah India itu.
Sontak Setya Gogol berhenti dan mencari keberadaan Arya Handara di belakang, tetapi tidak ada. Arda Handara menghilang tiba-tiba.
“Ayo kita cari lagi,” kata Lentera Pyar lemah.
“Tidak apa-apa, aku akan tetap giat mencari, asalkan tetap bersamamu,” ucap Setya Gogol setengah menggombal.
“Hihihi!” tawa Lentera Pyar singkat tapi malu bahagianya sangat terasa takaran rempah-rempahnya.
Lalu ke manakah Arda Handara?
Bocah bertubuh pendek itu pergi ke depan sebuah istana berwarna merah gelap. Istana itu bukan dicat menggunakan darah, tetapi dia dibangun menggunakan bebatuan alam warna merah alami, yang diimpor dari Negeri Seribu Batu, sebuah negeri yang dipimpin oleh sebuah kerajaan kecil tapi kaya di arah matahari terbit.
Uniknya, pada bagian bawah istana itu, dari lantai hingga setinggi kisaran tiga tombak, diselimuti oleh gumpalan asap merah yang tidak ambyar oleh angin. Jadi seperti gumpalan kapas merah yang bergerak-gerak. Bahkan gerbang istana tersebut nyaris tidak terlihat karena tertutupi.
Prajurit yang berjaga tidak berdiri di depan pintu, tetapi agak jauh agar tidak terkena asap merah, karena asap itu beracun.
Itu adalah Istana Merah, istana yang menjadi kediaman Permaisuri Sri Rahayu yang berjuluk Permaisuri Asap Racun.
Sejak kematian bayinya, Permaisuri Sri Rahayu selalu mengurung diri di dalam istananya. Hanya suami tercinta dan Ratu Tirana yang dia izinkan masuk ke dalam Istana Merah. Sementara Permaisuri Nara tidak perlu izin untuk masuk, dia bisa masuk ke mana pun yang dia kehendaki.
Ketika Dewi Bunga yang lain menjadi ratu, tetap tidak diizinkan masuk ke Istana Merah. Ketika tahun giliran Permaisuri Sri Rahayu menjadi ratu, kedudukan itu ia hibahkan kepada Permaisuri Ginari. Jadi, Permaisuri Sri Rahayu tidak pernah menikmati kursi keratuan.
Melihat kedatangan Arda Handara, para prajurit yang berjaga di luar Istana Merah segera turun berlutut menjura hormat. Bocah itu hanya tersenyum dan terus berjalan mendekati Istana Merah. Tanpa ragu, Arda Handaya masuk ke dalam gumpalan asap merah tanpa membuat para prajurit itu khawatir.
Arda Handara sudah sering datang ke Istana Merah tanpa menderita keracunan asap. Jadi para prajurit yang berjaga tidak perlu khawatir.
Sama seperti ketika Arda Handara masuk ke dalam istana ibunya atau masuk ke dalam Istana Tanpa Pintu milik Permaisuri Penjaga, Arda Handara disediakan pintu khusus. Jika orang lain tidak bisa masuk ke Istana Merah, maka Arda Handara bisa dan dia sudah kebal terhadap racun asap itu.
Arda Handara masuk menghilang ke dalam asap merah, kemudian memasuki sebuah jalan tikus yang harus dia lalui dengan berjalan merangkak, maka ia pun sudah berada di dalam Istana Merah.
Arda Handara berlari pelan menyusuri lorong batu merah dengan pencahayaan dian berbentuk lampion-lampion merah ala Negeri Jang.
“Ibunda Asap Racun! Ibunda Asap Racun!” panggil Arda Handara.
Setelah berlari melewati beberapa belokan lorong, Arda Handara akhirnya tiba di sebuah ruangan besar yang indah, memiliki banyak hiasan kain merah dan berbagai benda hias semodel porselen, ukiran patung batu, hingga hiasan berbahan asap. Ruangan itu sangat kental dengan aroma mawarnya yang lembut.
Di atas sebuah kolam bening yang berisi banyak ikan hias, melayang gumpalan asap merah seperti awan tapi tidak ambyar. Asap itu menjadi bantal dudukan sosok wanita cantik jelita berpakaian serba merah.
Wanita jelita itu memiliki kecantikan yang khas dengan bentuk bibir bawah dan dagunya memiliki belahan yang jelas, poin kecantikan yang jarang dimiliki oleh kaum wanita. Hidungnya mancung tapi mungil, meski tidak semungil Permaisuri Sandaria. Rambutnya terurai lepas. Dialah Permaisuri Sri Rahayu yang berjuluk Permaisuri Asap Racun, wanita yang semua anggota tubuhnya beracun.
Saat itu, Permaisuri Sri Rahayu sedang menopang dua bola sinar merah sebesar kelapa tua dengan kedua telapak tangannya yang menekuk di sisi kedua pundak. Dua bola sinar merah itu bergerak bergelombang seperti terbuat dari jelly yang begitu halus.
“Ilmu apa yang Ibunda sedang keluarkan?” tanya Arda Handara sambil berjalan ke tepi kolam.
“Namanya Rahim Pembunuh,” jawab Permaisuri Sri Rahayu.
“Namanya seram. Tapi, rahim itu apa, Ibunda?” tanya Arda Handara.
“Tempat ketika kau dan manusia lainnya masih berada di dalam kandungan, sebelum dilahirkan sebagai bayi,” jawab Permaisuri Sri Rahayu seraya tersenyum.
“Apakah begitu hebat ilmu itu? Namanya menyeramkan,” tanya Arda Handara lagi.
“Pastinya sangat hebat, lebih hebat dari ilmu-ilmu yang sudah Ibunda miliki,” kata Permaisuri Sri Rahayu sambil melenyapkan kedua bola sinar merah di tangannya itu. “Bukankah sekarang waktunya kau berguru kepada ibundamu?”
“Iya, tapi aku memiliki pertanyaan yang membuatku sakit kepala jika belum terjawab,” kata Arda Handara sambil mengerenyitkan wajahnya.
“Hihihi!” tawa Permaisuri Sri Rahayu sambil asapnya membawanya turun ke pinggir kolam. Kini asap itu berubah wujud menjadi selimut bagi kaki hingga ke pinggangnya. “Tanyakanlah kepada ibunda kesayanganmu ini.”
“Aku meletakkan ulat buluku di leher Sisilia, tapi kata Ibunda Serigala, Sisilia hanya demam rendah. Wah, berarti ulat buluku kurang hebat, tidak bisa membunuh orang. Buktinya, Paman Gogol dan Bibi Lentera, dan juga prajurit yang aku beri ulat bulu, tidak ada yang mati. Aku ingin bertanya kepada Ibunda Asap, apakah ulat buluku hanya bisa sehebat itu? Hanya bisa membuat gatal-gatal saja?”
“Anakku Arda, jangan pernah menginginkan orang lain mati, karena kematian itu adalah pemutus segala kebahagiaan. Apakah kau akan bahagia jika aku menginginkanmu mati?” kata Permaisuri Sri Rahayu lembut.
“Tidak, Ibunda. Aku akan marah sekali jika ada orang yang senang jika aku mati!” jawab Arda Handara lantang.
“Karena itu, perlakukanlah orang lain seperti kau ingin diperlakukan oleh orang lain. Kau adalah kakak dari adik-adikmu, seharusnya kau adalah pelindung bagi adik-adikmu, karena kau sudah kuat, sedangkan adik-adikmu seperti Sisilia masih lemah,” kata Permaisuri Sri Rahayu menasihati.
“Baik, Ibunda. Aku berjanji akan menjadi baik kepada adik-adikku, tapi Ibunda Asap harus jawab dulu pertanyaanku,” kata Arda Handara.
“Baik. Hihihi!” ucap Permaisuri Sri Rahayu lalu tertawa. Kemudian katanya, “Ulat bulu memiliki banyak jenis, bahkan ratusan jenis. Mereka memiliki tingkat masing-masing, dari yang tidak beracun hingga yang paling berbahaya dan bisa membunuh orang. Untuk saat ini, Ibunda hanya mengizinkanmu memelihara ulat bulu yang hanya menimbulkan gatal-gatal dan deman rendah ….”
“Tapi Ibunda Asap punya ulat yang paling berbahaya?” tanya Arda Handara memotong kata-kata Permaisuri Sri Rahayu.
“Punya.”
“Aku mau lihat, Ibunda. Aku ingin lihat, secantik apa ulat itu. Apakah lebih cantik dari Hijau Sukma?”
“Hihihi!” tawa Permaisuri Sri Rahayu.
Meski Permaisuri Asap Racun bukanlah ibu kandungnya, tetapi sejauh ini Arda Handara menjadikannya sebagai ibunda tersayangnya. (RH)
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sambil menunggu up Arda Handara, yuk baca karya Om Rudi lainnya yang berjudul "Perjalanan Alma Mencari Ibu"!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
pembaca komik📖
ayo curang juga lah kalo dia curang
2023-10-20
1
pembaca komik📖
bahaya sekali ulat bulu nya
2023-10-20
1
Budi Efendi
lanjutkan mantappp
2023-02-24
0