*Penakluk Hutan Timur (PHT)*
Ada tujuh makhluk yang menyerupai belalai-belalai panjang warna hitam yang terpotong, menyerang tim pimpinan Permaisuri Sandaria dengan kecepatan tinggi. Gerakan rayapnya bahkan lebih cepat dari ular.
Permaisuri Sandaria dan pasukannya tidak mengenal binatang atau makhluk apa itu namanya, yang jelas mereka bukan manusia dan sangat berbahaya. Terbukti sudah ada tiga orang pendekar yang menjadi korban mereka.
Blet! Dak!
Satu belalai melilit kaki Sugigi Asmara lalu menariknya kencang, membuat wanita itu jatuh terbanting dengan bibir menghantam akar pohon.
“Aaa!” jerit Sugigi Asmara panjang. Dia ingin menikam makhluk itu dengan keris beracunnya, tetapi sulit karena dia diseret keras.
Fruuut! Bress!
Tiba-tiba Surya Kasyara yang tidak menjadi target, berkelebat cepat mengejar makhluk yang melilit kaki istrinya. Pendekar Gila Mabuk itu langsung menyemburkan tuak yang ada di dalam mulutnya.
Saat terkena semburan tuak, makhluk besar itu tersentak karena kulit tebalnya mengelupas termakan oleh cairan tuak milik orang sakti. Makhluk itu tiba-tiba melepaskan kaki kiri Sugigi Asmara yang dililitnya. Dia cepat merayap lalu menghilang di balik batang pohon.
“Aaak!” jerit seorang prajurit yang dililit pula kakinya.
Tek!
Prajurit lain yang berada di dekatnya terkejut pula. Buru-buru dia membacokkan pedangnya kepada makhluk asing itu.
“Tidak mempaaan!” jerit panjang prajurit pembacok itu histeris seperti perempuan.
“Aaak!” prajurit yang dililit terus menjerit seiring tubuhnya ditarik cepat sampai menghantam-hantam akar kayu.
“Rasakan pedangku!” teriak Badirat sambil berkelebat cepat mengejar prajurit yang ditarik kabur.
Tsek! Das!
Ternyata, pedang milik Badirat bisa menusuk belalai yang bergerak liar itu, menunjukkan kualitas pedangnya jauh lebih bagus dari pedang prajurit. Namun, ujung tebal belalai itu bergerak melompat cepat dan menghantam dada Badirat. Pemuda tampan itu terlempar ke pinggir jurang dengan pedang tetap di genggaman.
Badirat cepat bangkit dan melihat kepada makhluk yang menyerangnya. Ternyata, prajurit yang diseret tadi telah bebas dan makhluk itu telah menghilang, sepertinya kabur setelah terluka oleh tusukan pedang Badirat.
Tas!
Pada saat yang sama, Tangkil Ilir sedang bertarung melawan satu belalai yang gagal menangkapnya. Ketika makhluk hitam panjang itu menyerangkan ujung-ujung lancipnya kepada Tangkil Ilir. Dengan lihainya Tangkil Ilir menggunting ujung belalai makhluk itu hingga putus.
Seperti potongan ekor cecak, itulah yang terjadi pada makhluk itu ketika digunting, sementara bagian tubuhnya yang lebih panjang memilih mundur cepat lalu berlindung dari pandangan mata. Ternyata ujung belalai yang dipotong oleh gadis cantik itu hanya sejengkal panjangnya.
Blets!
Tiba-tiba, dari belakang Tangkil Ilir muncul mengendap makhluk yang sama, tapi bukan termasuk dari tujuh yang sedang dihitung.
“Aaa!” pekik Tangkil Ilir ketika makhluk itu tiba-tiba melilit kedua pahanya, lalu membantingnya dan menariknya cepat.
“Tangkil sayangku!” teriak Badirat sambil berkelebat cepat mengejar, tapi terlambat untuk menjangkau Tangkil Ilir.
Set! Seb!
Terpaksa Badirat melesatkan pedangnya menjadi pedang terbang. Pedang itu berhasil menggores makhluk hitam tersebut, membuatnya jadi melepaskan lilitannya dan kabur bersembunyi. Tangkil Ilir pun terselamatkan.
“Kau tidak apa-apa, Tangkil Sayang?” tanya Badirat cemas.
“Dengan menolongku, bukan berarti kau boleh menyebutku sayang!” kata Tangkil Ilir.
“Huh, masih saja jual mahal!” dengus Badirat merengut.
“Aak! Aaak!” jerit dua orang prajurit yang diserang dengan cara dililit kakinya lalu ditarik cepat.
Set! Ctar ctar!
Sekali gerak, Permaisuri Sandaria melesatkan ilmu Secercah Kematian dari ujung tongkatnya berupa sinar kuning kecil dan melesatkan bola sinar kuning dari tangan kiri. Kedua kesaktian itu menghantam kedua makhluk yang mencoba menculik dua prajurit, menimbulkan dua ledakan nyaring.
Belalai yang terkena ilmu Secercah Kematian terlihat jelas terluka oleh ledakan tenaga sakti pada tubuhnya. Sementara belalai lainnya yang terkena ilmu Segenggam Masa Depan meledakkan hingga hancur lebih besar. Namun, kedua belalai itu tidak mati. Seperti rekan-rekannya, mereka langsung mundur dengan cepat dan bersembunyi.
Das das das!
Delik Rangka bertarung menghadapi satu belalai yang mencoba menjeratnya. Dengan kedua tangan berapi, Delik Rangka memukul-mukul setiap belalai itu coba menyerangnya. Delik Rangka kini memiliki gerakan yang cepat, sangat berbeda dengan Delik Rangka sepuluh tahun yang lalu. Wajar jika dia kini menjabat sebagai Ketua Pasukan Hantu Sanggana.
Belalai hitam itu tangguh, karena bisa mengimbangi Delik Rangka, memancing lelaki bertubuh bulat itu mengeluarkan kesaktiannya yang lebih tinggi.
Delik Rangka melompat mundur dua tombak, lalu menghentakkan kedua lengannya ke bawah.
Bruss!
Kedua lengan Delik Rangka bersinar biru gelap bergelombang. Ilmu Lengan Kegelapan itu siap menghancurkan musuh.
“Hiaat!” pekik Lengking yang tahu-tahu berkelebat melintas cepat dengan sabit yang menyala kuning seperti bara besi.
Set! Bset!
Dengan tongkat bersabitnya itu, Lengking menebas si belalai tanpa kepala, mata, hidung ataupun telinga. Namun, ternyata si belalai bisa menghindar, sehingga serangan pertama Lengking gagal.
Lengking tidak putuh asa, apa lagi sampai bunuh diri. Dia kembali berusaha dengan peruntungan kedua. Ia melesat cepat memburu si belalai sambil mengibaskan senjatanya. Ternyata kali ini kena. Si belalai mendapat luka sayatan yang cukup dalam, membuat makhluk itu kebelingsatan dan mundur ngacir.
Aing! Graugrr!
Sementara itu, dua belalai lain sedang menduai serigala Belang. Satu belalai membelit kedua kaki depan Belang dan satu lagi melilit leher. Belang mencoba melawan dengan memberontak, tetapi agak sulit.
Bintang cepat bereaksi dengan datang membantu saudara sebangsanya. Bintang membantu dengan menggigiti belalai yang melilit pada leher Belang. Gigi-gigi kuat Bintang menikam si belalai.
Tarik-tarikan terjadi. Kedua belalai mencoba menyeret Belang, tetapi Bintang mempertahankan dengan gigi dan cakarnya.
Set set!
Tiba-tiba ada dua sinar merah kecil melesat mengenai tubuh kedua serigala besar itu. Yang terjadi adalah Bintang dan Belang tiba-tiba diselimuti sinar merah berwujud lidah-lidah api. Otomatis api itu membakar kedua belalai tersebut. Dengan sendirinya kedua belalai tersebut melepaskan lilitannya dan menyelamatkan diri lalu bersembunyi seperti anak setan.
Setelah itu, kondisi tegang menjadi senyap, menyisakan ketegangan di jiwa para pendekar dan prajurit.
Bertarung dan berperang sudah biasa, tidak semestinya tegang. Namun, karena lawan kali ini makhluk asing yang tidak mereka kenal namanya, rasa tegangnya lebih membumi pada diri-diri mereka. Jarang-jarang ada musuh bisa membuat serigala Permaisuri Sandaria kelabakan.
Kini Bintang dan Belang sudah tidak berapi lagi. Jubah Api yang diberikan oleh Permaisuri Sandaria sudah padam.
“Mereka sudah mundur!” kata Permaisuri Sandaria yang membuat pasukannya lega.
“Yang ini biar aku bawa pulang sebagai kenang-kenangan,” kata Tangkil Ilir sambil menunjukkan potongan kecil ujung belalai yang berhasil dia sunat dengan gunting besarnya.
“Kurang kerjaan! Binatang itu akan membusuk nanti!” hardik Badirat yang masih memendam rasa kesal karena kata “sayang”-nya ditolak.
“Bagus itu jika dijadikan sop. Hihihi!” celetuk Sugigi Asmara yang bibirnya bengkak karena tadi terantuk di akar pohon, kian membuat seksi bibir tersebut.
“Gusti Permaisuri, binatang apa itu tadi?” tanya Delik Angkara.
“Kalian beri nama saja dia agar mudah disebut. Hihihi!” jawab Permaisuri Sandaria yang sudah bisa tertawa sebagaimana karakter aslinya. Pada misi ini, dia memang terlihat cukup tegang. Biasanya, dalam peperangan pun dia tetap ceria dengan gaya centilnya.
“Kita namai saja Cumi Hutan,” usul Badirat.
“Setuju, karena bentuknya mirip belalai cumi, walaupun lebih mirip ular,” kata Tangkil Ilir.
“Pertanda baik,” ucap Badirat sambil tersenyum lebar.
“Kenapa kau tersenyum bahagia seperti itu?” tanya Tangkil Ilir dengan tatapan curiga.
“Aku bahagia karena ternyata kita satu pemikiran. Hahaha!” jawab Badirat.
“Jangan besar hidung kau!” ketus Tangkil Ilir, tapi justru membuat pemuda tampan itu terus tertawa.
“Lalu bagaimana dengan ketiga mayat itu, Gusti Permaisuri?” tanya Lengking.
“Itu urusan kalian. Pikirkan caranya,” jawab Permaisuri Sandaria.
“Baik, Gusti Permaisuri!” ucap mereka patuh.
Setelah merasa kondisi aman dan misi sudah terlaksana, Permaisuri Sandaria pun memilih bersantai dengan ketiga serigalanya, seolah sedang rekreasi di Taman Safari.
Di sisi lain, keenam pendekar dan kedua belas prajurit yang selamat itu sedang berdiskusi, memikirkan bagaimana cara untuk mengambil ketiga mayat yang tergantung di seberang sana.
“Jalan satu-satunya adalah menuruni jurang, lalu menaiki tebing seberang itu,” kata Surya Kasyara menyimpulkan.
“Bagaimana jika di bawah jurang ada banyak Cumi Hutan?” tanya Lengking.
“Gusti Permaisuri sudah bilang aman,” kata Badirat.
“Aman untuk di sekitar kita, bukan di dasar,” bantah Tangkil Ilir.
“Lalu bagaimana? Apakah kita biarkan saja di sana, yang pengting kita sudah tahu nasib mereka?” tanya Lengking. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
pembaca komik📖
langsung cepat juga kalo di suruh
2023-10-20
1
pembaca komik📖
kenapa tidak jadi target
2023-10-20
1
rajes salam lubis
kopi meluncur tuk sanggana
2023-02-05
1