*Penakluk Hutan Timur (PHT)*
Sejumlah prajurit berkuda sudah rapi berbaris di pelataran Istana yang luas, tetapi mereka belum berjalan. Mereka masih menunggu.
Selain kedua belas prajurit berkuda yang berseragam hitam-hitam itu, ada enam pendekar yang juga sudah duduk di pelana kudanya, tetapi mereka tidak masuk dalam barisan, mereka sepertinya lebih suka gaya bebas.
Keenam pendekar itu memang saling berhadapan kuda. Sambil menunggu, mereka mengisi waktu tunggu itu dengan berbincang-bincang ringan.
Keenam pendekar itu terdiri dari empat pendekar Pasukan Pengawal Dewi Bunga dan dua pendekar dari Pasukan Hantu Sanggana.
Kedua pendekar dari Pasukan Hantu Sanggana tidak lain adalah Delik Rangka sebagai Ketua dan Lengking sebagai Wakil Ketua. Dua lainnya yang sudah ternama dari Pasukan Pengawal Bunga adalah Surya Kasyara yang berjuluk Pendekar Gila Mabuk dan istri tercintanya, Sugigi Asmara.
Dua pendekar lainnya yang termasuk Pengawal Dewi Bunga adalah Jagoan Nekat yang bernama asli Badirat dan Tangkil Ilir, pendekar wanita yang berjuluk Dewi Pemetik Kepala.
Badirat adalah sosok pemuda yang lebih muda dari Surya Kasyara. Sosoknya gagah dengan tubuh kekar berotot. Dengan pakaian merah yang ketat agar ototnya menonjol indah, Badirat selalu tampil maskulin. Rambutnya pendek tersisir rapi ke belakang. Pemuda tampan itu berbekal pedang di punggungnya.
Seolah menjadi pasangan serasi bagi Badirat, Tangkil Ilir adalah sosok gadis yang cantik dengan satu titik tahi lalat kecil di pipi kirinya. Wanita berpakaian kuning itu memiliki senjata khusus berupa sebuah gunting besar, yang tidak hanya bisa menyunat lelaki nakal, tapi sangat bisa untuk memotong leher manusia. Gunting itu diletakkan di punggung.
Dulu, Pengawal Dewi Bunga hanya dua pendekar. Kini, empat pendekar untuk setiap Dewi Bunga. Surya Kasyara, Sugigi Asmara, Badirat, dan Tangkil Ilir adalah Pengawal Dewi Bunga Permaisuri Sandaria.
“Waktu terus berlalu, kenapa kalian berdua belum menikah juga?” tanya Sugigi Asmara kepada Delik Rangka dan Lengking. Dulu, mereka bertiga satu kelompok saat masih sama-sama menjadi pengikut Pangeran Kubur, sama-sama pernah dipenjara di kerajaan itu, tapi hanya satu hari.
“Hahaha!” tawa getir Delik Rangka. “Siapa wanita cantik sudi denganku yang bulat ini?”
“Kau harus melihat kisahku, Kakang Delik. Aku dulu sangat berkeyakinan bahwa tidak akan ada pemuda tampan yang mau menikahiku karena gigiku yang seperti setan. Lalu aku bertekad membuang ketakutan itu dengan bersikap genit kepada setiap lelaki. Pada akhirnya aku mendapatkan suami yang sangat tampan. Hihihi!” tutur Sugigi Asmara lalu tertawa sambil melirik suaminya.
“Aku menikahimu karena terpaksa!” ketus Surya Kasyara yang memasang wajah kecut.
“Hihihi! Tapi setelah kita menikah, setiap malam kau minta. Jika tidak aku beri, kau pasti uring-uringan. Hihihi!” debat Sugigi Asmara sambil tertawa kencang.
“Hahaha …!” tawa mereka bersama, kecuali Surya Kasyara.
“Tidak usah disesali, Kakang Surya. Benar kata orang tua-tua dulu. Urusan asmara itu yang penting rasa. Kecantikan dan ketampanan akan cepat luntur secepat lunturnya lumpur yang terkena air hujan,” kata Badirat.
“Aku setuju denganmu Badirat. Aku sudah membuktikannya sendiri dengan membuat Kakang Surya tidak bisa melalui malam tanpa gigitan gigiku. Hihihi!” kata Sugigi Asmara.
“Aaah, kau ini. Kau membuatku malu saja dengan membongkar urusan ranjang kita kepada orang lain!” sergah Surya Kasyara kepada istrinya.
“Hahaha!” tawa yang lainnya.
“Kira-kira makhluk apa yang akan kita hadapi di Hutan Timur?” tanya Tangkil Ilir mengalihkan topik pembicaraan.
“Yang jelas bukan manusia,” jawab Sugigi Asmara yakin.
“Bagaimana kau bisa yakin?” tanya Lengking.
“Aku yakin saja. Sebab, selama sepuluh tahu kita membangun kerajaan ini, penghuni Hutan Timur tidak pernah keluar. Biasanya, binatang itu akan takut dengan keramaian dan tidak berani keluar,” tandas Sugigi Asmara.
“Yang Mulia Gusti Prabu datang,” kata Surya Kasyara.
Mereka segera alihkan pandangan.
Benar kata Surya Kasyara. Prabu Dira Pratakarsa Diwana dan Ratu Tirana telah datang dengan berjalan kaki membawa kewibawaannya yang tinggi.
Di belakang raja dan ratu itu berjalan lima serigala raksasa yang dua di antaranya ditunggangi oleh manusia. Serigala berbulu serba hitam yang bermata kuning berpupil hitam ditunggangi oleh Permaisuri Sandaria, yang tampil begitu menggugah selera mata lelaki. Siapa yang tidak luluh hatinya jika melihat gadis buta yang begitu cantik, meski serigalanya bisa membuat manusia pipis di popok.
Adapun di punggung serigala yang berbulu kuning kemerahan, duduk Permaisuri Nara yang di depannya duduk Sisilia, putri dari Permaisuri Sandaria. Serigala yang lebih besar dari sapi limosin itu memiliki mata putih berpupil merah dengan ekor berbulu tebal berwarna semerah darah. Serigala itu yang bernama Kemilau.
Tiga serigala lainnya berwarna abu-abu bermata ungu bernama Bintang, berwarna putih bersih bernama Bulan, dan berbulu putih pada badan dan kakinya serta hitam pada kepalanya bernama Belang.
Di belakang rombongan serigala berjalan Mahapati Batik Mida yang sudah lima tahun tidak menjabat sebagai senopati lagi.
Di sisi suami dari Dewi Bayang Kematian itu berjalan Kepala Pengawal Prabu, Riskaya, gadis cantik yang disebut-sebut duplikat dari Permaisuri Sandaria versi besar dan versi mata terbuka. Dia adalah anak kedua dari mendiang Ki Rawa Banggir, Ketua Perguruan Bukit Dalam yang pernah diangkat sebagai Ketua Besar Barisan Putih.
Jangan ditanya bagaimana bisa gadis yang masih menjomblo di usia tiga puluh lima tahun itu bisa menduduki jabatan Kepala Pengawal Prabu. Terlalu panjang ceritanya dan penuh kontroversi.
Di belakang dua pejabat penting itu berjalan tiga puluh dayang, dengan rincian masing-masing sepuluh dayang milik Ratu Tirana, Permaisuri Nara dan Permaisuri Sandaria. Di sisi barisan dayang berjalan barisan Pasukan Pengawal Prabu berjumlah dua puluh orang.
Keenam pendekar yang akan mengawal Permaisuri Sandaria sudah berbaris rapi bersama kudanya masing-masing.
Akhirnya Prabu Dira dan rombongannya berhenti di depan pasukan yang akan berangkat ke Hutan Timur. Tiga serigala, yaitu Satria, Bintang dan Belang, bergerak keluar dari barisan dan memposisikan dirinya di depan pasukan dengan membelakanginya dan menghadap kepada Prabu Dira. Ketiga serigala itu kompak menurunkan tubuhnya sampai ke lantai pelataran.
Sementara serigala yang bernama Kemilau dan Bulan, tetap berada di belakang sang prabu dan ratu. Permaisuri Nara dan Sisilia sudah berdiri di sisi kiri Prabu Dira.
Di sisi lain, agak jauh dari pusat pertemuan itu, Arda Handara bersama Getar Jagad dan Angling Kusuma, memantau tanpa berani mendekat.
Permaisuri Sandaria lalu turun dari tengkuk leher Satria. Ia berjalan gagah menuju ke depan Prabu Dira dan Ratu. Di depan kaki Prabu Dira, Permaisuri Sandaria turun berlutut satu kaki.
“Dalam melaksanakan tugas ini, aku memohon restumu, Kakang Prabu,” ucap Permaisuri Sandaria yang selalu membuat Prabu Dira tersenyum, seperti saat ini.
“Aku merestuimu, Sayang. Berdirilah!” kata Prabu Dira seraya tersenyum dan memegang kedua lengan kecil istri mungilnya.
Permaisuri Sandaria pun bangkit berdiri. Dahinya disambut dengan kecupan lembut dari sang suami, yang berlanjut kecupan pada pipi kanan dan kiri, tapi tidak berlanjut kepada bibir yang dulu selalu dirindukan oleh Prabu Dira.
Ratu Tirana hanya tersenyum manis melihat adegan tersebut, tapi tidak bagi Permaisuri Nara yang memang mahal senyum.
Permaisuri Sandaria lalu beralih mencium kening putrinya dan memeluknya.
“Ibu akan pergi sebentar. Ingat, jangan bermain bersama Kakang Arda. Jika dia menjadikanmu kuda lagi, cubit saja!” bisik Permaisuri Sandaria kepada putrinya.
“Baik, Ibunda,” ucap Sisilia patuh.
“Aku berangkat, Permaisuri Guru,” ucap Permaisuri Sandaria sambil menghormat kepada Permaisuri Nara.
“Ingat, kekuatan penghuni Hutan Timur terbilang sangat tinggi, jika bertemu dengannya, usahakan menghindarinya,” pesan Permaisuri Nara.
“Baik, Permaisuri Guru,” ucap Permaisuri Sandaria yang pernah mengidolakan permaisuri yang dulu berjuluk Dewi Mata Hati.
“Berangkatlah. Ingat, tugas kalian mencari pendekar kita, bukan memburu penghuni Hutan Timur,” kata Prabu Dira.
“Baik, Kakang Prabu,” ucap wanita bertubuh mungil itu.
Permaisuri Sandaria lalu berbalik dan kembali pergi kepada serigalanya. Setelah Permaisuri Serigala duduk manis di tengkuk Satria, para serigala kembali bangun berdiri.
“Hormat!” pekik Permaisuri Sandaria.
“Sembah hormat kepada Gusti Prabu! Sembah hormat kepada Gusti Ratu! Sembah hormat kepada Permaisuri Mata Hati!” seru Permaisuri Sandaria bersama pasukan tim pencarinya.
“Semoga Penguasa Alam melindungi kalian!” seru Prabu Dira mendoakan.
Maka mulailah Satria berbelok dan berjalan pergi, diikuti oleh dua serigala bernama Bintang dan Belang. Barulah setelah itu menyusul kuda keenam pendekar, kemudian menyusul kedua belas prajurit pilihan.
Rombongan itupun menuju ke Gerbang Naga yang merupakan gerbang benteng dalam Istana. (RH)
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sambil menunggu up Arda Handara, yuk baca karya Om Rudi lainnya yang berjudul "Perjalanan Alma Mencari Ibu"!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
pembaca komik📖
hebat sekali sepertinya
2023-10-20
1
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻ɢ⃟꙰ⓂSARTINI️⏳⃟⃝㉉
skrng kuda2 bnyk yg punah
2023-02-28
1
rajes salam lubis
lanjutkan
2023-01-25
0