*Penakluk Hutan Timur (PHT)*
“Keluar dari taman ini, Pangeran Arda harus langsung pulang dan latihan dengan Ibunda Geger Jagad,” kata Ratu Tirana lembut kepada Pangeran Arda Handara, setelah Permaisuri Serigala dan keenam pendekarnya meninggalkan Taman Dewi Bunga.
“Baik, Ibunda Ratu,” ucap Arda Handara layaknya anak baik yang penurut.
Arda Handara lalu menghormat kepada ayahnya dan Ratu Tirana dengan bersujud di depan keduanya. Setelah itu, ia juga bersujud kepada Permaisuri Getara Cinta dan Kerling Sukma.
Para orangtua itu hanya tersenyum melihat kelakuan baik calon putra mahkota itu. Meskipun mereka sudah mengenal betul seperti apa watak Arda Handara.
Setelah menghormat seperti itu, Arda Handara langsung berbalik dan berlari pergi. Larinya begitu kencang, seolah-olah ia akan lelah jika berjalan kaki biasa saja.
“Paman Mabuk! Bibi Gigi!” teriak Arda Handara kencang, saat ia melihat Surya Kasyara dan Sugigi Asmara berjalan hanya berdua.
Panggilan itu sontak membuat pasangan suami istri itu berhenti dan menengok.
“Aduh, pangeran nakal itu lagi,” keluh Surya Kasyara.
“Hihihi!” tawa Sugigi Asmara mendengar keluhan suaminya.
“Paman Mabuk, Bibi Gigi!” panggil Arda Handara lagi saat ia sudah tiba di depan kedua pendekar yang sudah berbalik badan.
“Ada yang bisa kami bantu, Gusti Pangeran?” tanya Surya Kasyara.
“Hehehe!” kekeh Arda Handara seperti anak yang licik. “Tidak, Paman. Aku tidak akan memberi uyut-uyut.”
“Apa itu uyut-uyut?” tanya Sugigi Asmara.
“Ulat bulu, Bibi. Ulat yang ada bulunya, bukan ulat yang tidak ada bulunya. Hahaha!” jawab Arda Handara.
“Hihihi!” tawa terkikik Sugigi Asmara, membuat giginya kian panjang keluar. Ia mengerti maksud omongan pangeran itu atau salah mengerti sehingga dia tertawa.
“Jika tidak mau memberi Paman Mabuk uyut-uyut, lalu mau apa memanggil, Paman?” tanya Surya Kasyara.
“Mau bertanya, Paman. Aku hanya mau bertanya, kalau mau ke Hutan Timur, Paman bersama Ibunda Serigala lewat mana?”
“Pangeran mau ke sana?” tanya Sugigi Asmara menyelidik.
“Ya tidak, Bi. Aku pergi ke ibu kota Sanggara saja tidak diizinkan, bagaimana bisa aku pergi ke Hutan Timur? Bukankah hutan itu sangat menakutkan dan berbahaya?” kata Arda Handara dengan gaya anak kecilnya.
“Lalu untuk apa Pangeran menanyakan jalan menuju ke Hutan Timur?” tanya Surya Kasyara. Dia juga curiga dengan pertanyaan tidak biasa Arda Handara.
“Sebagai pangeran dari seorang raja yang hebat, aku harus memiliki pengetahuan yang banyak. Aku akan ditertawakan oleh teman-teman, jika sebagai seorang pangeran, aku tidak bisa menjawab jika ditanya jalan menuju ke Hutan Timur,” kilah Arda Handara.
“Iya juga,” ucap Surya Kasyara membenarkan alasan bocah pendek itu.
“Untuk pergi ke Hutan Timur, kita tinggal pergi ke ibu kota Sanggara, lewat jalan utama yang lurus dengan pintu Gerbang Naga. Setibanya di tengah kota, belok ke jalan utama yang ke arah timur Ibu Kota,” jelas Sugigi Asmara. “Setibanya di pinggir timur Ibu Kota, kita akan bisa melihat Hutan Timur.”
“Kenapa kau beri tahukan kepadanya, Sayang?” sergah Surya Kasyara.
“Tidak apa-apa. Lagipula, Pangeran tidak mungkin pergi ke Hutan Timur, untuk apa?” kilah Sugigi Asmara.
“Jika Hutan Timur sangat menakutkan, berarti di sana banyak hewan berbisa, Bibi?” tanya Arda Handara lagi.
“Banyak sekali. Ada ular berbisa, ada kodok berbisa, ada kelabang beracun, bahkan ada nyamuk setan, yang jika menggigit, orang akan demam tinggi!” kata Surya Kasyara berapa-api dengan maksud membuat Arda Handara menjadi takut.
“Wah, jika begitu, di sana juga banyak uyut-uyut, Paman?” tanya Arda Handara justru semakin antusias.
“Oooh, jika uyut-uyut, Paman Mabuk tidak pernah lihat. Karena, jika Paman lihat, Paman pasti sembur dengan tuak sakti Paman,” jawab Surya Kasyara.
“Terima kasih, Paman Mabuk, Bibi Gigi,” ucap Arda Handara sambil tersenyum.
Arda Handara lalu berbalik pergi untuk menuju pulang ke Istana Dewi Awan, istana milik Permaisuri Geger Jagad. Ia berlari, seolah di kedua kakinya ada mesin.
“Kenapa Kakang berbohong? Di hutan itu banyak ulat bulu beracun,” kata Sugigi Asmara kepada suaminya.
“Anak itu sangat tidak bisa dipercaya,” jawab Surya Kasyara sambil menggaruk selangkangannya.
“Ayo kita pulang, Kakang!” ajak Sugigi Asmara.
“Kenapa tiba-tiba pusakaku gatal sekali,” keluh Surya Kasyara sambil menggaruk terus selangkangannya.
Sambil berjalan, Surya Kasyara memilih menyusupkan tangannya ke dalam celana untuk menggaruk lebih maksimal.
“Hahaha!” tawa Arda Handara terbahak sambil berlari kencang.
Tawa Arda Handara tidak lain adalah menertawakan Surya Kasyara. Dia yakin, ulat bulu yang diutusnya masuk naik ke dalam celana pendekar mabuk itu, akan berhasil menjalankan misi terselubungnya.
“Hahaha!” tawa Arda Handara tanpa henti.
Para prajurit yang melihat pangeran itu lewat hanya geleng-geleng kepala. Mereka menduga bahwa Arda Handara pasti usai menjahili seseorang.
Ketika tiba di persimpangan koridor Istana, Arda Handara tiba-tiba mengerem mendadak larinya. Ia mundur sedikit seperti angkutan kota. Ia menengok ke arah kanan.
Dari koridor sisi kanan, muncul Mahapati Batik Mida yang berjalan bersama seorang pengawal pribadinya yang berpenampilan pendekar.
“Paman Mahapati!” panggil Arda Handara.
“Hormat hamba, Gusti Pangeran,” ucap Mahapati Batik Mida sambil menjura hormat. Demikian pula dengan pengawalnya yang bersenjata pedang.
“Paman, aku ingin tahu, siapa saja yang diizinkan masuk ke Istana ini,” ujar Arda Handara.
“Tapi … untuk apa Gusti Pangeran menanyakan hal itu?” tanya Mahapati Batik Mida penasaran.
“Hehehe! Untuk menambah pengetahuan, Paman. Ayahanda selalu ingin agar aku menjadi pangeran yang cerdas dan tahu segala sesuatu. Aku ingin tahu saja, siapa saja orang yang diizinkan masuk ke Istana,” jelas Arda Handara seperti orang dewasa.
“Hahaha!” tawa Mahapati Batik Mida pendek. Lalu jawabnya, “Tentu saja anggota Keluarga Istana, pejabat, prajurit, pendekar Pengawal Dewi Bunga, dayang Istana, tamu, dan orang yang dipanggil masuk ke Istana.”
“Oooh,” desah Arda Handara manggut-manggut.
“Dan pengirim barang-barang untuk kebutuhan dapur dan kebutuhan Istana lainnya,” tambah Mahapati Batik Mida.
“Aku paham, Paman Mahapati,” ucap Arda Handara senang. Lalu dia menyebut ulang sejumah kategori yang disebutkan oleh sang mahapati, “Keluarga Istana, prajurit, pejabat, dayang, pendekar, dan …. Terima kasih, Paman.”
Setelah berterima kasih, Arda Handara langsung berbalik dan berlari pergi.
“Sama-sama, Gusti Pangeran,” ucap Mahapati Batik Mida terlambat, karena Arda Handara sudah pergi.
“Sepertinya Pangeran Arda akan menjadi pangeran yang hebat seperti ayahnya,” komentar pengawal pribadi Mahapati Batik Mida.
“Dia itu anak yang cerdas, meski tingkahnya penuh kenakalan dan kebohongan,” kata Mahapati Batik Mida sambil melangkah kembali.
Sambil berlari menuju Istana Dewi Awan, Arda Handara berpikir keras. Entah hal apa yang ingin dia lakukan nantinya.
“Hayyo!” seru dua orang yang tiba-tiba muncul dari balik tiang Istana dan menghadang lari Arda Handara. Dua orang itu tidak lain adalah kedua pemomong Arda Handara, yaitu Setya Gogol dan Lentera Pyar.
Siiit!
Namun, Arda Handara sigap menjatuhkan tubuhnya, membuatnya meluncur di atas lantai koridor dan lolos lewat kolong kaki Setya Gogol.
Kedua pemomong itu hanya bisa terkejut. Mereka tidak menyangka pangeran kecil itu begitu lihai dan licin.
“Hahaha!” tawa Arda Handara sambil bangkit kembali dan berlari kencang. Lalu teriaknya, “Siapa yang sampai terakhir di Istana Dewi Awan, akan aku beri uyut-uyut!”
Semakin terkejut kedua pemomong tersebut. Mereka sudah paham apa yang dimaksud uyut-uyut. Buru-buru keduanya berbalik dan berkelebat mengejar Arya Handara. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
pembaca komik📖
wah ulat bulu lagi/Joyful/
2023-10-20
1
pembaca komik📖
gigi apa orang yang mabuk/Doubt/
2023-10-20
1
rajes salam lubis
tetap semangat
2023-02-12
1