*Penakluk Hutan Timur (PHT)*
Dua ratu dan tiga permaisuri, ditambah satu pengawal dan empat puluh dayang, sedang berdiri di dermaga utama pinggir Telaga Fatara.
Ratu Tirana, Ratu Siluman Alma Fatara, Permaisuri Getara Cinta, Permaisuri Kerling Sukma, dan Permaisuri Sandaria, ditambah Pembawa Pedang Ratu Siluman yang bernama Kembang Bulan, sedang menunggu kapal kayu besar yang meluncur mendekat.
Kapal kayu itu benar-benar besar dan terlihat begitu kokoh seperti kapal bajak laut di samudera. Kebesarannya membuat kapal itu bisa dinaiki oleh lebih seratus penumpang.
Pada bagian haluan kapal ada pahatan kayu berbentuk burung besar yang sedang membentangkan sayapnya. Sejumlah orang, kebanyakan lelaki, berpakaian biru gelap dengan model berbeda-beda, berdiri di geladak. Senjata mereka hanya ada dua, yaitu tombak bertali dan tongkat panjang berpengait besi.
Kapal itu juga dilengkapi tiga mesin panah tombak, di geladak depan, di buritan, dan di anjungan.
Nah, di atas anjungan, berdiri gagah tiga orang pendekar dengan pakaian berkibar keren tertiup angin. Tiga orang itu terdiri dari satu perempuan dan dua lelaki.
Pendekar wanita adalah seorang bertubuh sekal dalam balutan pakaian kuning. Ia berkulit hitam manis, semanis parasnya yang dihiasi tahi lalat kecil di atas sudut kiri bibirnya. Gaya rambutnya sudah seperti emak-emak, karena memang dia adalah ibu dari tiga anak. Ia menyandang sebuah kail bagus. Dia adalah Garis Merak, Komandan Pasukan Penguasa Telaga.
Lelaki yang berdiri di sisi kanan Garis Merak adalah seorang pemuda berusia empat puluhan tahun. Ia terbilang tampan berhidung mancung, meski kulitnya hitam dan tidak semanis Garis Merak. Rambut pendeknya keriting. Pemuda berpakaian merah gelap itu menyandang dua besi panjang berbentuk pengait. Dia adalah Kurna Sagepa, Wakil Komanda Pasukan Penguasa Telaga.
Lelaki yang berdiri di sisi kiri Garis Merak memiliki perut gendut dan berwajah bulat hitam. Rambutnya gondrong berwarna merah. Usianya baru empat puluh lima tahun. Ia mengenakan baju cokelat yang cukup longgar. Pada kedua pergelangan tangannya ada melilit senar tebal yang nyaris memenuhi batang tangannya. Pada ujung senar itu, masing-masing ada besi kecil yang menggantung berbentuk kerucut kecil. Itu adalah senjatanya. Dialah orang yang bernama Swara Sesat, seorang pendekar yang memiliki pendengaran tidak normal. Ia menjabat sebagai Wakil Komandan Pasukan Penguasa Telaga, sama dengan Kurna Sagepa.
“Sepertinya aku mengenal dengan wanita yang berdiri di sisi Gusti Ratu,” kata Kurna Sagepa kepada Garis Merak.
“Dia seperti Ratu Siluman di wilayah timur. Ciri-cirinya sama,” kata Garis Merak.
“Aku sepertinya kenal dengan wanita di sisi Gusti Ratu Tirana itu. Apakah kalian mengenalnya?” tanya Swara Sesat.
“Iya, itu Dewi Dua Gigi, Ratu Siluman, pemilik Bola Hitam,” jawab Garis Merak.
“Coba ingat-ingat lagi. Itu mirip Ratu Siluman si manusia ikan,” kata Swara Sesat, seolah tidak mendengar perkataan dua rekannya sebelumnya.
“Kenapa Ratu Siluman tiba-tiba sampai di sini?” tanya Kurna Sagepa.
“Dia itu pasti sudah punya suami. Jangan berkhayal kau, Kurna. Ingat kau sudah punya dua orang bini. Hahaha!” kata Swara Sesat lalu tertawa.
Garis Merak dan Kurna Sagepa tidak begitu mengindahkan kesalahpahaman yang terjadi. Mereka sudah sangat paham karakter Swara Sesat.
“Bukankah nama belakang Ratu Siluman adalah Fatara? Namanya sama dengan nama telaga ini,” kata Garis Merak.
“Ratu Siluman itu tidak membawa tentara,” kata Swara Sesat. “Wah, jangan-jangan dia mau melamar Gusti Prabu. Wah, kabar yang menghebohkan, akhirnya Gusti Prabu tambah istri. Hahaha!”
“Jangan sembarangan bicara. Nanti didengar Gusti Ratu, habis kau!” hardik Garis Merak.
“Siapa yang mengigau?” sahut Swara Sesat sewot sambil melirik tajam kepada ketuanya.
“Jangan banyak bicara!” tandas Garis Merak lagi, karena kapal itu sudah semakin dekat dengan dermaga.
“Pastinya aku gembira. Hahaha!” kata Swara Sesat lagi.
Kapal besar itu akhirnya siap merapat ke dermaga. Beberapa anggota Pasukan Penguasa Telaga sudah bersiap menyiapkan galah untuk menahan ke dermaga, juga menyiapkan karung-karung gemuk sebagai pengganjal agar tepian perahu tidak menghantam batu dermaga secara langsung.
Namun, saat kapal itu tinggal kira-kira sepuluh tombak dari dermaga, Permaisuri Kerling Sukma justru lebih dulu melesat terbang dan mendarat lembut di geladak kapal.
“Curang,” ucap Permaisuri Sandaria.
“Ayo, Gusti Ratu!” ajak Ratu Tirana lembut seraya tersenyum sejuk.
Maka Ratu Tirana, Ratu Siluman, Permaisuri Getara Cinta, dan Permaisuri Sandaria melesat terbang meninggalkan dermaga dan para dayangnya. Kembang Bulan segera menyusul sedikit lebih lambat.
Wanita-wanita cantik itu dengan ringannya melayang terbang di udara lalu mendarat dengan lembut di kapal. Hal itu membuat Garis Merak, Kurna Sagepa dan Swara Sesat segera turun ke geladak.
“Hormat sembah kami, Gusti Ratu, Gusti Permaisuri!” ucap Garis Merak dan seluruh pasukannya yang ada di atas kapal itu. Mereka turun berlutut satu kaki dan menghormat dalam dengan kedua telapak tangan bertemu di depan dahi.
“Bangunlah, Penguasa Telaga!” perintah Ratu Tirana.
“Hahaha!” tawa Alma Fatara tiba-tiba sambil menunjuk Garis Merak. “Bagaimana ceritanya seorang bajak laut bisa terdampar jauh ke telaga?”
Garis Merak dan Kurna Sagepa hanya tersenyum lebar, seolah ketahuan.
“Hahaha!” tawa Swara Sesat pula. Lalu katanya, “Gusti Ratu Siluman datang ke sini pasti untuk melamar Gusti Prabu!”
“Hahahak!” tawa Alma Fatara lagi. “Aku datang ke sini untuk mandi di telaga.”
“Tuh! Benar tebakanku! Hahaha!” seru Swara Sesat sambil menengok kepada Garis Merak dan Kurna Sagepa.
“Hahahak …!” tawa Alma Fatara terbahak mendengar perkataan Swara Sesat.
“Hihihi …!” tawa Ratu Tirana dan ketiga permaisuri.
“Gusti Ratu mengenal mereka?” tanya Permaisuri Getara Cinta kemudian.
“Iya, Kakak Permaisuri. Mereka anggota Bajak Laut Elang Biru,” jawab Alma Fatara, lalu menyebut nama ketiganya, “Garis Merak, Kurna Sagepa dan Swara Sesat.”
“Ingatan Gusti Ratu sungguh tajam,” ucap Garis Merak.
“Hahaha!” tawa Alma Fatara. Lalu katanya, “Sudah cukup lama aku tidak mendengar tentang kelompok kalian. Rupanya sudah mengabdi di barat.”
“Benar, Gusti Ratu,” ucap Garis Merak. “Apakah Gusti Ratu ingin memancing di telaga ini?”
“Aku ingin bertemu dengan penguasa telaga, bukan Pasukan Penguasa Telaga. Aku ingin bertemu dengan Ratu Fatara yang berkuasa di dalam Telaga Fatara,” ujar Alma Fatara.
Terkesiaplah Garis Merak dan seluruh anak buahnya.
Sepuluh tahun mereka bekerja sebagai Pasukan Penguasa Telaga, mereka tidak pernah tahu tentang keberadaan penguasa telaga yang bernama Ratu Fatara. Mereka hanya sekedar tahu bahwa Telaga Fatara memiliki ikan-ikan raksasa yang ganas-ganas dan ada makhluk aneh di dalam telaga itu. Karena itulah kini perahu-perahu nelayan dan Pasukan Penguasa Telaga dibuat besar-besar dan kuat, agar tidak mudah dirusak oleh ikan-ikan.
“Kami memang beberapa kali melihat kemunculan ikan berkepala seperti manusia, tapi kami tidak tahu tentang keberadaan Ratu Fatara itu,” kata Garis Merak.
“Kalian cukup membawaku ke tengah telaga. Aku sendiri yang akan mencari Ratu Fatara di dasar telaga,” kata Alma Fatara.
“Baik, Gusti Ratu,” ucap Garis Merak.
“Pasukan, kita berlayar ke tengah!” teriak Kurna Sagepa kepada seluruh awak kapal.
“Siap!” sahut para anak buah kapal serentak.
Kapal besar itu segera putar haluan menuju ke tengah telaga.
Telaga Fatara tergolong telaga tua yang berusia ratusan tahun. Garis pantainya luas yang mencakup dua wilayah kerajaan, Kerajaan Sanggana Kecil dan pinggiran Kerajaan Walangan. Tepian lain bersentuhan dengan Hutan Malam Abadi dan Hutan Timur yang keduanya wilayah Kerajaan Sanggana Kecil. Namu, Pasukan Penguasa Telaga dan para nelayan tidak berani mendayung ke pantai Hutan Timur.
Telaga Fatara juga menjadi salah satu sumber mata pencaharian warga nelayan kedua kerajaan. Namun, berdasarkan perjanjian yang telah disepakati dengan Kerajaan Walangan, Telaga Fatara dikuasai dan dikelolah oleh Kerajaan Sanggana Kecil, tapi sumber daya alamnya teruntuk nelayan dua kerajaan.
“Apa yang akan Gusti Ratu perbuat jika bertemu dengan Ratu Fatara?” tanya Ratu Tirana.
“Hanya ingin berkenalan secara damai. Namun, jika dia tidak bersahabat, terpaksa aku akan menundukkannya,” jawab Alma Fatara. (RH)
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
CATATAN: Mohon maaf bagi pecinta novel Sanggana, up novel PMS ini akan sangat lambat hingga akhir bulan. Author sedang prioritas di novel "Perjalanan Alma Mencari Ibu" karena ada target yang harus dicapai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
rajes salam lubis
tetapsemangat
2023-02-21
0
Nikodemus Yudho Sulistyo
Selalu salut sama Om, kalau bikin cerita dengan latar belakang fantasi nih, nama2 tmpatnya kan original semua. bisa hapal gitu..😁🙏🏻🙏🏻
2023-01-27
2
Iing Nasikhin
terlalu detail pejelasan ya, di cerita ini mc, cuma pemain figuran, gk fokus.
2022-12-10
2