*Penakluk Hutan Timur (PHT)*
Lagi-lagi Setya Gogol dan Lentera Pyar kehilangan Pangeran Arda Handara. Setya Gogol dan Lentera Pyar adalah dua pemomong Arda Handara.
Setelah berbuat jahat kepada adik bulenya menggunakan ulat bulu, Arda Handara langsung kabur. Kelincahan dan kecepatan lari Arda Handara lagi-lagi membuat kedua pemomongnya kehilangan dia.
Lalu di mana Arda Handara?
Putra dari Permaisuri Dewi Ara itu kini menempel di salah satu sudut dinding Istana. Ia melongokkan wajah mengjengkelkannya itu tepat di belakang bokong seorang prajurit yang berdiri diam di posisi jaganya.
Arda Handara menengok ke kanan, kiri, depan, atas, dan bawah, seperti seorang maling kelas atas. Si prajurit sedikit pun tidak sadar bahwa ada tikus Istana di belakangnya.
“Hihihik!” tawa Arda Handara, tapi di dalam hati, hanya mimiknya yang menunjukkan bahwa dia punya niatan jahat kepada si prajurit.
Tanpa sepengetahuan si prajurit, Arda Handara menempelkan dua ulat bulu ke bagian belakang celana prajurit itu dan membiarkannya merayap tanpa suara.
Tuk tuk!
Dengan jahilnya bocah sepuluh tahun itu menusuk bokong si prajurit dua kali dengan telunjuknya. Hal itu mengejutkan si prajurit dan sontak menengok ke belakang.
“Hihihi!” Arda Handara senyum kuda kepada Pak Prajurit.
“Sembah hormat hamba, Gusti Pangeran!” sebut prajurit itu sambil buru-buru berlutut menghormat di depan Arda Handara.
“Hahaha! Iya iya iya. Bangunlah, Prajurit!” kata Arda Handara.
Prajurit itu segera bangun berdiri kembali.
Pada saat itu, seorang lelaki gendut bertubuh pendek dan terlihat bulat, berjalan melintas bersama seorang lelaki kurus berjenggot model domba.
Lelaki gendut pendek mengenakan pakaian warna biru gelap. Ia tidak membawa senjata apa-apa. Sementara yang lelaki kurus memiliki rambut yang mengembang seperti rambut palsu. Ujung baju merah yang dia kenakan diikat, sehingga bagian bawah bajunya meninggi dan memperlihatkan bagian perutnya yang kotak-kotak kekekarannya. Ia membawa tongkat kayu sepanjang sedepa, yang salah satu ujungnya memiliki pisau sabit besar.
Kedua orang berperawakan pendekar itu hanya melirik kepada Arda Handara dan prajurit tersebut. Mereka tidak begitu kenal dengan para pangeran dan putri Kerajaan Sanggana Kecil, karena lingkungan mereka berada di luar Istana.
“Prajurit, siapa dua orang itu?” tanya Arda Handara kepada Pak Prajurit.
“Yang pendek gendut bernama Delik Rangka, Ketua Pasukan Hantu Sanggana. Yang kurus, hamba tidak kenal, Gusti Pangeran,” jawab si prajurit.
“Oooh!” desah Arda Handara manggut-manggut.
Lalu tanpa pamit lagi, Arda Handara berlari pergi mengejar kedua pendekar yang baru melintas.
“Aduh!” pekik tertahan si prajurit saat melihat kepada kakinya yang gatal. Ternyata ada ulat bulu yang merayap di kulit kakinya.
“Hahaha!” tawa pelan Arda Handara saat mendengar pekikan si prajurit di belakang.
Arda Handara memilih berjalan satu tombak di belakang pendekar yang bernama Delik Rangka dan rekannya yang bernama Lengking.
Menyadari ada langkah halus yang mengikuti di belakang, Lengking menengok dan mendapati keberadaan Arda Handara. Bocah itu hanya memberi cengiran kuda kepada Lengking.
“Bukankah yang berjalan di belakang kita itu Gusti Pangeran?” tanya Lengking kepada rekannya setelah kembali menghadapkan wajahnya ke depan.
Pertanyaan Lengking itu membuat Delik Rangka ikut menengok ke belakang. Lagi-lagi Arda Handara memberikan senyum imitasinya.
“Itu pangeran tertua Gusti Prabu. Jika tidak salah, anak dari Permaisuri Geger Jagad,” kata Delik Rangka kepada Lengking. “Hati-hati, kejahilannya sudah menjadi buah bibir sampai ke luar Istana.”
Delik Rangka dan Lengking kemudian membiarkan Arda Handara berjalan mengikuti mereka.
Keduanya terus berjalan menyusuri koridor demi koridor, hingga akhirnya mereka tiba di depan Perpustakaan Ilmu Semesta. Berdasarkan hari dan waktu matahari, Prabu Dira Pratakarsa Diwana sedang berada di Perpustakaan Ilmu Semesta.
Meski seorang raja, pemilik yang berkuasa, bukan berarti Prabu Dira bisa hidup bebas tanpa agenda harian. Selama tujuh hari dalam sepekan, tiga puluh hari dalam sebulan, Prabu Dira memiliki jadwal harian rutin jika kerajaan dalam kondisi normal.
Sesuai jadwal, saat ini seharusnya Prabu Dira sedang membaca di Perpustakaan Ilmu Semesta. Sebagai seorang raja besar, Prabu Dira dituntut untuk menjadi seorang pemimpin yang berilmu dan berwawasan luas. Bukan hanya ilmu kesaktian dan ilmu bercinta yang perlu Prabu Dira kuasai, tetapi ilmu tentang segala sesuatu sampai ilmu tentang mencuci baju juga harus dia kuasai.
Jadi, jadwal baku tentang kegiatan harian Prabu Dira sudah dihapal oleh seluruh prajurit dan pendekar yang tergolong sebagai personel berbagai pasukan Sanggana.
Membangun perpustakaan pribadi raja adalah ide Permaisuri Yuo Kai, yang banyak mengadopsi sistem pemerintahan di Negeri Jang, negeri asal Permaisuri Pertama itu.
“Kami ingin menghadap kepada Gusti Prabu,” kata Delik Rangka kepada prajurit jaga setibanya di depan Perpustakaan Alam Semesta.
“Tunggu sebentar, Pendekar,” kata prajurit penjaga pintu Perpustakaan Alam Semesta.
Prajurit itu lalu meninggalkan rekannya berjaga sendirian. Ia pergi masuk ke dalam ruang perpustakaan raja yang juga bisa disebut sebagai ruang kerja Prabu Dira.
Di saat Delik Rangka dan Lengking menunggu, Arda Handara justru menyelonong ikut masuk ke dalam perpustakaan. Prajurit menjura hormat ketika sang pangeran berlalu.
Namun, Arda Handara tidak langsung masuk menemui ayahnya, tetapi dia justru bersembunyi dan menyelinap di antara rak yang berisi banyak kitab terbuat dari bilah bambu dan daun lontar. Sebagian dari kitab itu dikirim dari Negeri Jang yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Jawi.
Tidak berapa lama, prajurit yang pergi melapor telah keluar kembali dan menemui kedua pendekar.
“Silakan, Pendekar Delik,” kata prjurit tersebut.
Ia kembali masuk ke dalam perpustakaan untuk mendampingi kedua tamu agar tidak tersesat di dalam. Delik Rangka dan Lengking mengikuti di belakang.
Di dalam perpustakaan, segala sesuatu tertata dengan rapi. Ada prajurit ring satu yang berjaga di beberapa sudut.
Di belakang sebuah meja besar berukir, duduk seorang pemuda yang tampannya keterlaluan atau tampannya kecantikan. Disebut pemuda karena memang masih muda. Disebut cantik karena ketampanannya memang bisa disandingkan dengan wanita. Yakni sosok pemuda berbibir merah terang alami dan berambut panjang lurus, tapi berdada bidang aduhai. Ia mengenakan rompi bagus berwarna merah tanpa kancing, membiarkan dada dan perut berpetaknya terbuka perkasa.Maklum tidak ada AC. Sebagai seorang lelaki, kulit wajahnya terlalu mulus seperti opa-opa Negeri Gingseng.
Ya, itulah Prabu Dira Pratakarsa Diwana alias Joko Tenang. Orang sakti yang punya sebelas bini yang juga sakti-sakti. Saat ini dia tidak mengenakan mahkota kerajaannya. Sepuluh tahun berlalu tanpa dikisahkan, ternyata tidak membuat rambut tumbuh di atas atau bawah bibirnya.
Prabu Dira saat ini sedang menekuni sebuah lontar.
Di sisi lain dari meja yang sama, duduk anggun seorang wanita muda cantik jelita dengan tipe wajah putih bersih menyejukkan mata semua orang. Di kala diam pun, seolah senyum manis tidak hilang dari bibirnya, meski dia tidak sedang tersenyum. Ia mengenakan pakaian tertutup warna merah gelap bermotif benang perak yang mencekik leher. Rambut panjangnya ditata dengan rapi lagi indah. Tiara emas dengan taburan permata warna merah delima bertengger cantik di kepalanya. Ada kalung perak yang melingkar di lehernya.
Itulah sosok Ratu Kerajaan Sanggana Kecil saat ini, Ratu Tirana yang bergelar Permaisuri Penjaga.
Ratu Tirana saat ini sedang menulis sesuatu dengan anggun di atas lembaran daun lontar yang kosong. Ada kuas di tangannya dan mangkuk kecil tinta di sisinya.
Di sisi lain, ada sepuluh dayang berseragam warna putih-putih berdiri berbaris rapi diam menunggu.
“Sembah hormat kami, Gusti Prabu!” ucap Delik Rangka dan Lengking bersamaan sambil turun berlutut satu kaki, ketika mereka tiba pada jarak tiga tombak dari meja Prabu Dira. Pada jarak itu memang ada prajurit yang berdiri dan ada hamparan selembar karpet tebal warna merah. Itulah batas bagi abdi yang datang menghadap.
Prabu Dira dan Ratu Tirana menghentikan pekerjaannya dan beralih fokus kepada kedua abdi tersebut.
“Bangunlah!” perintah Prabu Dira dengan tatapan yang berwibawa.
Prabu Dira juga melirik ke sisi salah satu rak, di mana Arda Handara sedang duduk sambil menekuni sebuah kitab daun lontar, tetapi ia membiarkan saja tingkah putranya itu.
“Hal penting apa yang ingin kalian laporkan, Delik, Lengking?” tanya Prabu Dira datar setelah kedua abdinya duduk bersila dengan normal.
“Ampuni hamba, Gusti Prabu. Tiga pendekar Pasukan Hantu Sanggana telah melanggar Hutan Timur. Sudah dua hari satu malam mereka tidak kembali,” ujar Delik.
Prabu Dira dan istrinya tidak menunjukkan reaksi berlebihan. Mereka tidak terkejut.
“Siapa saja mereka dan kenapa sampai masuk ke Hutan Timur?” tanya Prabu Dira.
“Mereka adalah Segar Rempak, Jumawa dan Linggo Aji. Mereka bertiga ingin menaklukkan Hutan Timur agar memiliki kebanggaan sebagai seorang pendekar. Karena selama ini, menurut mereka, tidak ada seorang pun pendekar yang pernah memasuki Hutan Timur. Jadi, jika bisa keluar dari Hutan Timur dengan hidup-hidup, itu adalah suatu kejayaan yang tidak dimiliki oleh pendekar sakti mana pun,” tutur Delik Rangka.
“Hahaha!” tawa Prabu Dira ringan mendengar alasan di balik pelanggaran tersebut.
Ratu Tirana pun hanya tersenyum manis menyejukkan, seolah ada batu es di senyumnya tersebut. Itulah asiknya jika memandang Ratu Tirana, seolah-olah hati pun ikut terbawa adem. (RH)
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sambil menunggu up Arda Handara, yuk baca karya Om Rudi lainnya yang berjudul "Perjalanan Alma Mencari Ibu"!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 308 Episodes
Comments
♽⃟⑅⃝Ⓡ𝓪ⷦ𝓻ͥ𝓪ⷽ𝓫𝓮𝓵𝓵𝓪hiatus
semangat deh
2023-08-21
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻ɢ⃟꙰ⓂSARTINI️⏳⃟⃝㉉
pemomong itu ap y
2023-02-28
1
rajes salam lubis
tetap semangat
kopi meluncur
2023-01-20
0