Because Of You
Tubuh Kania bergetar, kedua matanya terpejam erat seiring hembusan nafas beraroma mint itu menyapu wajahnya.
"Lihat aku sayang..."
Suara lembut nan maskulin itu terdengar begitu mendayu di telinga Kania.
Dan kedua lutut Kania seolah berubah menjadi jeli saat ia merasakan kecupan bertubi di sepanjang leher dan sekeliling rahangnya.
Begitu melenakan dan menyesatkan Kania yang memang tidak pernah merasakan sentuhan menyenangkan dari seorang pria.
"Wangi ini...aku begitu merindukan wangi ini yang selalu membuatku gila sepanjang hari...bagaimana denganmu?" tanya pria itu, namun Kania tak berani bersuara, bahkan gadis itu terlampau takut untuk membuka mata.
Pria di hadapannya terlampau menawan, dan Kania tidak yakin jika ia tidak akan tergoda bila terlalu lama menatap wajah yang kini tengah menatapnya dengan tatapan memuja.
"Baiklah, aku tau apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu bersuara..."
Dan Kania di buat tak berdaya saat merasakan pinggangnya yang di peluk semakin erat, ia yang masih sibuk mengatur nafas menderu-deru pun merasa tak siap saat bibirnya di bungkam oleh pria yang kini tengah menghimpit tubuhnya.
Bahkan kerasnya dinding yang menjadi sandarannya kini seolah tak mampu menopang tubuhnya yang terasa semakin limbung dan melayang.
Membuat Kania meraih bahu lebar yang ada di hadapannya, mencengkramnya erat seolah ia akan terjatuh bila melepaskannya.
Sentuhan pria ini begitu lembut meski sedikit menuntut, membuat Kania yang awalnya mencoba menolak di buat terlena dan tanpa sadar mulai mengikuti gerakan bibir yang sejak tadi menjajahnya.
Terasa manis...dan semakin manis saja saat Kania mulai merasakan lesakan lidah menyapu seluruh isi mulutnya.
Decapan yang tercipta dari pagutan pria itu kini terdengar begitu syahdu, membuat Kania semakin terlena dan tanpa sadar membiarkan pria itu menguasainya.
Kania bahkan ingin menjerit saat rasa yang begitu menggelitik mendadak muncul saat merasakan gerakan di perutnya yang rata.
Bahkan kaos yang gadis itu kenakan sudah naik ke atas, memampangkan perut rata dengan kulit putih mulusnya yang tak pernah terekspos selama ini.
"Aku juga merindukan ini..." gumam pria itu dengan mata sayu, tatapan mereka bertemu saat Kania memberanikan diri menatap wajah pria yang sudah berhasil menggoyahkan kewarasannya.
Dan di detik berikutnya Kania hampir menjerit saat sapuan lidah pria itu dengan cepat berpindah ke dadanya yang entah sejak kapan terbuka.
"Ahhhh..." Kania mendesah dan hanya bisa menggigit bibirnya sendiri untuk meredam suaranya.
"Kamu menyukainya?...ya...aku tau kamu menyukai saat aku menyentuhnya, karena aku juga suka." bisik pria itu dan kembali memainkan bibir dan lidahnya di dada Kania, bergantian ke sana kemari tanpa berniat menyudahinya saat melihat respon Kania yang sepertinya juga begitu merindukannya.
Entah kemana perginya kewarasan Kania yang berniat menghindar saat berhadapan dengan pria ini.
Karena faktanya kini Kania begitu menikmati sentuhan dan cumbuan yang ternyata memberikan efek memabukan di tiap jengkal tubuhnya.
¤¤¤¤¤ \#\#\#¤¤¤¤¤
Pagi ini matahari seolah enggan menunjukan sinarnya.
Berganti dengan rintik gerimis yang seakan tak ingin pergi menyambut hari.
Namun hal itu tak menyurutkan semangat seorang gadis bernama Kania.
Seperti biasa, Kania akan bangun pagi membantu bi Lastri di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi mereka.
Ya, Kania selalu senang melakukan itu setiap hari, memasak sarapan pagi untuk ayahnya sebelum dia berangkat kuliah adalah hal wajib yang harus Kania lakukan.
Memastikan Ayahnya menikmari sarapan lezat dari hasil masakannya.
Meskipun ada bi Lastri sebagai pelayan di rumah itu, tak lantas membuat Kania manja dan menyerahkan semua pekerjaan rumah pada pelayan yang sudah dia anggap sebagai keluarganya sendiri.
"Wah... aromanya benar2 lezat, masak apa hari ini?" tanya pak Dedi yang sudah berdiri di samping dan mengagetkan Kania.
"Ayah sudah bangun?" Kania menoleh memberikan senyuman manisnya pada sang ayah.
"Bagaimana Ayah tidak bangun kalau mencium aroma masakan selezat ini." Pak Dedi berlalu dan menarik kursi di meja makan sambil membuka koran yang ada di sana.
"Baiklah Ayah, minum ini dan Kania akan segera menyajikan sarapan spesial buat Ayahku tersayang." Kania menyodorkan segelas air madu yang di tambah perasan lemon untuk ayahnya.
Minuman wajib yang selalu Kania siapkan untuk menjaga kesehatan sang Ayah.
"Di minum sampai habis Ayah..." seru Kania ketika melihat isi gelas di tangan pak Dedi hanya berkurang sedikit saja.
"Kamu ini sangat cerewet seperti ibumu." Pak Dedi mengambil gelas itu lagi dan segera meminumnya hingga kandas.
"Jangan lupakan kalau anakmu ini juga cantik seperti ibu." imbuh Kania sembari mengerling manja ke arah sang Ayah.
Pak Dedi tertawa lebar " Tapi bagi Ayah tetep ibumu yang paling cantik."
"Kalau itu Kania setuju." ucap Kania sambil menata meja makan.
Menyadari jika sang adik belum juga muncul, Kania melirik ke arah lantai dua di mana kamar Rian berada "Apa Rian belum bangun?"
Kemudian Kania berjalan menuju kamar adiknya.
Tok tok tok...
" Rian! kamu tau sudah jam berapa ini" teriak Kania diiringi ketukan pintu yang tak berniat ia akhiri.
"Iya kak aku sudah bangun kok, selamat pagi kakak ku yang cantik..." wajah tampan sang adik muncul begitu pintu terbuka.
Dan kecupan di kening Kania pun mendarat, hal yang tak pernah Rian lewatkan setiap pagi sebagai bentuk rasa sayangnya pada kakak perempuan yang selalu menjaganya selama ini.
"Kenapa kamu selalu bertambah tinggi setiap harinya, kakak mu ini sampai harus mendongak setiap ingin melihat wajah tampanmu." ucap Kania saat mereka berjalan turun menuju dapur.
"Adikmu ini bukan anak kecil lagi kak, ya jelas lah Rian makin tinggi." Rian mengalungkan tangannya di bahu Kania.
"Ck, entah kenapa kakak hanya tidak rela melihatmu terlalu cepat dewasa." ucap Kania bila mengingat keinginan adiknya yang ingin melanjutkan kuliah di luar negri setelah lulus SMA.
Rian menoleh dan mengeratkan pelukannya pada sang kakak.
Pemuda itu paham betul apa yang Kania khawatirkan saat ini.
"Rian janji bakal jadi anak baik, bakal buat Ayah dan juga kak Kania bangga suatu hari nanti." bisik Rian hingga membuat mata Kania berkaca-kaca.
"Kalau mau mimpimu terwujud, ayo kita mulai sarapan kita pagi ini, Ayah udah laper nungguin kalian dari tadi." potong pak Dedi yang tak ingin larut dalam suasana haru.
Kedua kakak beradik itu menoleh bersamaan melihat sang Ayah yang mulai menyendok nasi dengan tidak sabar, keduanya kompak tertawa dan segera menarik kursi masing-masing.
"Selesaikan pendidikanmu dan lakukan semua hal yang membuatmu bahagia selama itu positif, apapun itu kakak dan Ayah akan selalu mendukungmu." ucap kania sambil menyendokan nasi dan lauk di atas piring adiknya.
"Iya kak Rian akan ingat itu." Rian pun langsung melahap sarapannya.
"Oh ya, apa Kakakmu tidak jadi pulang minggu ini?" tanya pak Dedi sambil menyuapkan sepotong tempe goreng ke mulutnya.
"Ayah, lebih baik sekarang kita makan dan jangan membahas hal tidak penting di meja makan, Kania benar2 tidak ingin merusak selera makan kita pagi ini." ucap Kania tanpa melihat ke arah sang Ayah.
"Tapi dia itu tetap kakak kalian." Pak Dedi mencoba membujuk Kania.
"Ayah..." ucap Kania dengan raut wajah yang seketika berubah kesal.
"Baiklah maafkan Ayah, ayo kita lanjut makan lagi, Ayah sudah tidak sabar menghabiskan semua makanan ini." sebisa mungkin pak Dedi menghindari perdebatan yang muncul setiap kali mereka membahas putri sulungnya.
Pria paruh baya itu tau jika Kania tidak akan berubah pikiran meskipun selama ini pak Dedi selalu berusaha membujuknya untuk bisa akur dengan kakak perempuannya, yang tak lain adalah saudara kembar Kania.
Pak Dedi adalah seorang pensiunan PNS yang mempunyai tiga orang anak.
Salah satunya Kania Dwi Amanda yang mempunyai saudara kembar bernama Tania Dwi Amalia.
Dan terakhir anak bungsunya yang bernama Rian syahputra yang masih duduk di kelas Xl.
Bukan tanpa alasan Kania tidak menyukai Tania.
Itu berawal dari meninggalnya ibu mereka setelah melahirkan Rian.
Sejak saat itu Tania selalu menyalahkan Rian dan membencinya.
Tania menganggap Rian adalah penyebab kematian ibu mereka.
Sehingga harus hidup tanpa keberadaan sosok ibu disamping mereka.
Kania merasa sikap Tania sudah terlalu kelewatan.
Dia tidak terima bila Tania harus melampiaskan kemarahannya pada Rian adik mereka.
Meskipun hidup mereka begitu berat tanpa adanya seorang ibu.
Namun Kania selalu ikhlas dan menyayangi Rian sebagai kado terindah yang ibunya berikan di akhir hidupnya.
Dan hal itu yang membuat Tania memutuskan pergi dari rumah untuk mengejar karirnya dan juga melepaskan diri dari keluarga.
Hanya sesekali Tania datang untuk menjenguk sang Ayah.
Itu pun Tania lakukan bila pak Dedi sedikit memaksa untuk bertemu ketika merindukan anak sulungnya itu.
"Rian sudah selesai sarapan, ayo kak.. Rian antar kakak ke toko." ajak Rian setelah menghabiskan sarapannya.
"Baiklah kakak juga sudah selesai, Kania pergi dulu ya Ayah, ingat jangan terlalu lelah saat di tempat pemancingan nanti, jangan melewatkan makan siang.
Kania akan pulang agak telat hari ini, Tapi Kania akan memastikan untuk pulang sebelum jam makan malam." Kania mencium punggung tangan ayahnya.
Dan disusul oleh Rian yang juga melakukan hal yang sama sebelum mereka pamit pergi.
"Rian juga pergi Ayah." ucap Rian.
"Jalanan masih agak licin sehabis hujan, jadi pelan-pelan saja bawa motornya Rian." teriak pak Dedi sambil mengantar kedua anaknya sampai depan pintu.
"Iya ayah... " jawab Kania dan Rian bersamaan.
Sebelum berangkat kuliah Kania selalu menyempatkan singgah ke toko kue yang saat ini dia kelola.
Toko kue ini adalah peninggalan almarhumah ibu Kania.
Dan dari sinilah Kania bisa membiayai kuliahnya dan juga keperluan hidupnya sendiri.
Selain itu Kania juga bisa membantu biaya sekolah adiknya.
Dan untuk kehidupan mereka selama ini pak Dedi juga mengandalkan dana pensiun dan beberapa rumah kontrakan yang dimiliki keluarga mereka.
Meskipun mereka bukan berasal dari keluarga berada, namun atas usaha dan gaya hidup yang sederhana, kini mereka bisa dibilang lumayan berkecukupan.
Sampailah mereka didepan toko Roti yang searah dengan jalan menuju sekolah Rian.
"Ingat...hati-hati kalau bawa motor, jangan melakukan hal-hal aneh yang akan membuat Ayah kecewa." Kania tak pernah bosan mengingatkan, sementara Rian hanya bisa tersenyum sembari merapikan rambut sang kakak setelah membantu gadis itu melepaskan helm.
"Iya kakak ku sayang..." Rian kembali mengecup kening Kania sebelum melanjutkan perjalanannya ke sekolah.
"Enggak minta uang saku?" tanya Kania sebelum Rian pergi.
"Uang yang kemarin masih ada kak, lagi pula Rian juga bawa bekal kok, jadi kak Kania jangan terlalu mikirin Rian, sekali kali kakak pakai uang kakak untuk beli kosmetik, biar tambah cantik." goda Rian sambil mencubit hidung Kania.
"Tanpa kosmetik kakak juga sudah cantik." ucap Kania kesal.
"Iya Rian tau, kak Kania memang paling cantik...Tapi Rian mau kakak sekali kali mikirin kebahagiaan kakak sendiri, jangan mikirin Rian terus kak... Rian juga pengen liat kak Kania bahagia." ucap Rian tulus.
"Bahagianya kakak itu ngelihat kamu dan Ayah bahagia, udah sana berangkat, ntar kamu telat loh." Kania menepuk lembut punggung adiknya.
"Ya udah Rian pergi dulu ya kak, telpon Rian kalau kak Kania perlu apa-apa " teriak Rian saat melajukan motornya.
"Iya, hati-hati." Kania menatap punggung adik kesayangannya.
Bagi Kania Ayah dan Rian adalah segala-galanya, Kania adalah gadis cantik dan sederhana.
Membahagiakan Ayah dan Adiknya lebih penting dari pada harus hidup berfoya-foya.
Untuk itu dia lebih memilih menabung penghasilannya guna biaya pendidikan adiknya kelak.
"Selamat pagi..." Sapa Kania pada semua karyawan yang bekerja di toko rotinya.
"Pagi juga mbak Kania..." jawab mereka bersamaan menyambut atasan mereka yang cantik dan baik hati itu.
"Bagaimana dengan pesanan hari ini, apa semua bahan yang saya tulis kemarin sudah mbak Dina siapkan? tanya Kania pada Dina karyawan yang bertanggung jawab untuk urusan bahan-bahan kue dan Roti di toko itu.
"Sudah mbak..., ini semua bahannya sudah saya sediakan di sini." Dina menunjuk lemari di mana mereka biasa menyimpan semua bahan dan keperluan toko itu.
"Terima kasih ya mbak, oke semua lanjut ke kerjaannya masing masing ya..." ajak Lissa karena harus membuat beberapa pesanan kue ulang tahun untuk hari ini.
"Memangnya mbak Kania nggak kuliah?" tanya Dina.
"Kuliah kok...tapi masuk kelas siang, jadi masih ada waktu untuk membereskan semua pesanan kita hari ini, oke semua... semangat!" seru Kania kepada semua karyawannya.
"Semangat..." jawab mereka bersamaan.
Dimata karyawannya Kania adalah atasan yang baik dan ramah.
Sehingga mereka semua merasa nyaman dan menyayangi Kania seperti Kania yang menganggap mereka seperti keluarganya sendiri.
"Oke semuanya udah beres, mbak Dina bisa panggil pak ujang untuk mengantarkan semua pesanan ini, Kania nggak mau konsumen kita kecewa karena kelamaan nunggu." ucap Kania setelah selesai menghias semua kue pesanan.
"Siap mbak Kania, aku panggil pak Ujang dulu ya." ucap Dina sambil melempar senyum pada kania.
Setelah membereskan semua tugasnya di toko, Kania langsung bergegas menuju kampusnya.
Dengan hati yang riang Kania berharap hari2 kedepannya akan selalu berjalan mudah seperti saat ini.
Sehingga cita2nya untuk membahagiakan Ayah dan adiknya segera tercapai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Radin Zakiyah Musbich
crazy up thor....
ijin promo ya 🙏🙏🙏
jgn lupa mampir di novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE" 🍔🍔🍔
kisah cinta beda agama 🥰
jgn lupa tinggalkan jejak ya 🙏☺️
2020-10-20
0
Mairaa
aku mampir di sini .di sebelah sdh full like nya😁
2020-09-29
0
Rena Karisma
semangat 💕💕
2020-09-22
0