Sambil memainkan ponselnya Kevin melirik wajah Daniel yang terlihat sangat berantakan.
Ingin rasanya ia meledek habis seorang Daniel yang hidupnya berhasil di buat kacau hanya karena seorang wanita.
"Jadi maksudnya selama hampir dua tahun kalian pacaran, gak ada satu pun kerabat atau temennya yang lo kenal gitu?" Kevin terperangah, antara kaget atau harus merutuki kebodohan sahabatnya satu ini.
Daniel hanya mengangguk pelan sambil menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, dia tau kalau saat ini dia pasti terlihat sangat menyedihkan di mata Kevin.
"Lalu rencana lo sekarang apa?" tanya Kevin yang mulai bisa menebak niatan Daniel mencarinya.
"Gua tau lo punya banyak kenalan yang satu profesi sama Tania, jadi gue mau minta tolong sama lo buat cari tau keberadaan Tania dari mereka." Daniel menegakkan posisi duduknya dan menatap lekat pada Kevin.
Berharap pria ini mau membantunya mencari Tania.
"Lo tau sendiri kan gua udah males berurusan sama mereka." kilah Kevin memutar bola matanya jengah.
"Bilang aja males ketemu sama mantan lo." tuduh Daniel yang mengerti alasan dari ucapan sahabatnya.
"Sialan lo, gua cuma gak mau khilaf lagi, lo tau sendiri kan gimana susahnya jadi cowok ganteng macem gua yang banyak direbutin cewek-cewek macem mereka." ucap Kevin tergelak hingga kepalanya mendongak.
"Ceh..kalau itu mah lo nya aja yang emang doyan, trus gimana? mau gak lo bantuin gua?" tanya Daniel mulai kesal.
"Nggak janji, tapi bakal gua usahain." ujar Kevin tak ingin memberikan banyak harapan pada Daniel yang tampak putus asa.
"Kabari gua segitu lo udah dapet informasi." pinta Daniel sambil meneguk minuman didepannya.
"Iya." kilah Kevin.
"Ya udah gua mau balik ke kantor dulu" Daniel berdiri sambil merapikan jasnya.
Kevin hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat kepergian Daniel.
Pria itu ingat betul saat Daniel pernah meledeknya habis-habisan ketika ia pernah terjebak cinta rumit dengan mantannya yang juga berprofesi sebagai seorang model.
Dan ia terkekeh, mungkin saat ini Daniel sedang terkena karma sampai harus mengalami nasib yang sama seperti ia dulu, atau mungkin jauh lebih rumit.
*
*
*
Sepulang dari kampus, Kania memutuskan untuk langsung pergi kerumah sakit.
Dan ia di buat terkejut saat melihat Tania sudah duduk bersandar di tempat tidur.
Kania mengucap syukur dalam hati, melihat kondisi Tania yang jauh lebih baik dari sebelumnya membuat ia merasa jauh lebih tenang.
Meski rasa marah dan kecewa belum sepenuhnya hilang, namun melihat wajah lega ayahnya membuat Kania mengesampingkan semua perasaannya terhadap Tania.
"Kamu udah dateng nak?" tanya pak Dedi saat melihat kedatangan putrinya.
Kania mengangguk dan sempat melirik Tania yang tengah memperhatikannya ketika ia menuju sofa untuk meletakkan tas berisi perlengkapan kuliah.
"Rian mana? kok nggak keliatan?" tanya Kania celingukan dan tak melihat apapun yang menunjukkan keberadaan adiknya.
"Yang harusnya kamu perhatikan itu aku, bukannya anak sialan itu." sela Tania dengan nada ketus
Kania langsung memberikan tatapan tajam penuh kebencian pada Tania.
"Ceh..aku rasa kamu udah sehat sekarang, udah bisa ngeluarin kata sampah lagi, jadi kita udah bisa pulang dong yah." ujar Kania menatap pak Dedi dan mencoba mengacuhkan Tania yang terlihat geram.
"Nak..." lirih Pak Dedi menenangkan Kania dengan meraih lengan putrinya itu.
"Ayah pasti lelah udah nemenin dia seharian, jadi mending sekarang ayah pulang terus istirahat. Biar Kania yang gantiin ayah jaga dia disini." bujuk Kania pada ayahnya.
"Kamu aja yang pulang sana sama Rian, ayah tau kamu juga pasti capek kan." ucap Pak Dedi dengan suara lembut.
"Ayah..." Kania menatap lekat pak Dedi, pertanda jika gadis itu tak ingin di bantah karena kesehatan sang ayah jelas menjadi prioritas utamanya saat ini.
"Iya ayah pulang, titip Tania dan inget jangan berantem. Besok pagi ayah balik lagi kesini, Tania...ayah pulang dulu ya nak." pak Dedi mengecup kening putrinya bergantian dan keluar dari ruangan.
Kania mengantar pak Dedi dan melihat Rian sedang duduk sendirian di salah satu kursi yang ada di koridor rumah sakit.
Tanpa banyak bertanya Kania langsung menghampiri dan memeluk Rian.
"Kenapa malah duduk di luar?" tanya Kania sembari mengamati raut wajah Rian yang jelas menyimpan kesedihan meski bibir pemuda ini sedang mencoba tersenyum.
"Cari angin, di dalem gerah." kilah Rian yang sudah jelas menunjukkan kebohongan.
Bagaimana bisa kamar yang memiliki pendingin ruangan itu bikin orang kegerahan.
Kania mulai menebak jika Rian pasti tak tahan mendengar kata-kata pedas yang sering Tania lontarkan.
"Ya udah buruan ayah udah nungguin tuh, kamu hati-hati bawa motornya." ucap Kania yang tak bosan mengingatkan keselamatan adiknya.
"Hubungi Rian kalau perlu apa-apa, Rian pulang dulu." Rian mengecup kening Kania dan berjalan lesu ke arah motornya dimana pak Dedi sudah menunggu.
Airmata Kania tiba-tiba meluncur bebas saat melihat Rian dan Ayahnya sudah pergi dan tidak lagi terlihat.
Bagaimanapun ia berusaha kuat, Kania tetap tidak bisa menyangkal kenyataan kalau harinya terasa cukup berat semenjak kepergian ibunya.
Setelah puas mengeluarkan semua sesak yang mengganjal di dada, Kania kembali ke ruangan Tania dengan langkah lesu.
Sebenarnya ia masih malas jika harus berhadapan dengan Tania, namun ia tak punya pilihan.
"Aku nggak mungkin bohong sayang, kalo nggak percaya kamu bisa datang ke apartemen besok."
Kania berjalan acuh ke arah sofa dan mencoba tak ambil pusing ketika mendengar Tania berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.
"Malam ini aku masih sibuk, ada pemotretan yang harus aku selesaikan, iya sayang...sampai ketemu besok."
Namun gadis itu tak bisa untuk tidak berdecih dan memutar bola matanya jengah begitu mendengar kebohongan yang entah Tania alamatkan pada siapa.
Mengeluarkan sepasang baju tidur dan keperluan lainnya dari dalam tas, Kania lalu memutuskan untuk segera membersihkan diri ke kamar mandi.
"Kania tunggu." langkah Kania terhenti saat Tania memanggilnya.
Memutar tubuhnya perlahan, Kania menatap malas pada Tania.
"Aku mau ngomong bentar sama kamu." ujar Tania sembari menyandarkan punggungnya ke ranjang rumah sakit.
"Ngomong aja, buruan aku mau mandi." ketus Kania tak ingin berlama-lama.
"Aku mau minta tolong sesuatu sama kamu." Tania memasang wajah memelas, dan hal itu membuat Kania kembali memutar matanya jengah.
"Mau minta tolong apa?" Meski kesal, tapi Kania memilih menutup pintu kamar mandi yang sempat ia buka dan berjalan mendekati Tania.
"Gantikan aku besok." ucap Tania sambil menggigit bibir bagian bawahnya.
"Hah? gantiin gimana maksudnya?" tanya Kania masih tak mengerti kemana arah pembicaran Tania.
"Daniel ngajakin ketemuan, dan kondisi aku sekarang jelas nggak mungkin buat nemuin dia. Jadi aku mohon besok kamu ke apartemenku dan bilang kalau kamu itu aku." ujar Tania dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Apa kamu udah gila?gimana mungkin aku pura-pura jadi kamu?" jawab Kania menahan amarah, gadis itu tak habis pikir dengan permintaan konyol saudari kembarnya.
"Aku mohon bantu aku kali ini aja, besok Daniel berencana mengajakku buat ketemuan sama keluarganya, dan aku udah nunggu hal ini sejak lama, tapi kamu tau sendiri keadaanku sekarang, nggak mungkin aku nemuin mereka dalam keadaan gini." ucap Tania dengan suara berat menahan tangisan.
"Dan itu bukan urusanku." Kania menggelengkan kepalanya, ia masih berharap apa yang di dengarnya barusan adalah omong kosong yang tanpa sadar Tania ucapkan sebagai dampak dari operasinya beberapa waktu lalu, mungkin saja Tania sedang gegar otak atau semacamnya.
"Kali ini aja Nia...aku mohon bantu aku kali ini aja, ini kesempatanku dan aku enggak mau kehilangan Daniel kalau keluarganya sampe tau soal kondisiku yang udah cacat." Tania menangkubkan kedua tangannya seraya terus memohon agar Kania mau membantunya.
Kania tidak ingin memperdulikan ucapan Tania dan segera masuk ke dalam kamar mandi.
Mungkin air dingin bisa meredakan kepalanya yang mendadak pening hingga nyaris pecah.
Namun suara yang cukup keras mengagetkannya hingga ia memutuskan keluar dan mendapati Tania yang sudah tersungkur di lantai.
"Astaga Tania!" teriak gadis itu sambil mencoba membantu Tania kembali ke tempat tidur, namun tenaganya tak cukup kuat dan dia harus memencet tombol darurat untuk meminta bantuan dokter atau perawat.
Setelah dokter bersama dua perawat datang dan membantu Tania.
Dokter lalu meminta Kania untuk ikut ke ruangannya.
Dan disana Kania baru tau kalau Tania di nyatakan lumpuh.
Walaupun masih ada harapan dengan perawatan dan berbagai terapi yang harus Tania jalani.
Namun itu semua membutuhkan waktu yang tak sebentar sampai Tania bisa kembali berjalan normal seperti dulu.
Kania merasa terpukul, ia sadar kalau keadaan Tania saat ini akan menghancurkan harapan dan masa depan gadis itu.
Bisa di bayangkan bagaimana hancurnya perasaan Tania yang harus menghadapi kenyataan berat ini.
Kania menangis dan terisak seorang diri di koridor rumah sakit.
Seburuk apapun Tania tetaplah saudaranya, seseorang yang harus ia lindungi dan tidak mungkin dia acuhkan begitu saja.
"Kania harus gimana bu.." gadis itu terisak sembari membenamkan kepala di antara kedua lututnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Isu💟THY
semangay
2020-09-26
0
Elisabeth Ratna Susanti
boom like sampai sini dulu ya😍👍
2020-09-18
0
Sept September
semangat kakakkkk
2020-08-27
0