Hari semakin gelap, namun belum juga ada tanda-tanda kesadaran dari Tania.
Gadis itu masih menutup matanya, dan hal itu semakin membuat Kania gelisah dan di selimuti kebimbangan.
"Gimana ini Rey, aku gak mungkin ada disini terus untuk temenin Tania sampai dia sadar, pasti ayah sama Rian bakalan curiga kalau aku sampe gak pulang malam ini." ucap Kania sambil menggigit kuku jarinya.
"Apa gak sebaiknya kamu jujur aja ke om Dedi, ceritakan kondisi Tania yang sebenernya gimana disini." ucap Rey dengan mata yang mengikuti pergerakan tubuh Kania.
"Aku takut ayah gak siap Rey, gimana kalau ayah jadi kepikiran melihat kondisi Tania saat ini." ucap Kania Ragu.
"Tapi kamu gak bisa nutupi masalah ini terus kan, mau sekarang atau nanti toh om Dedi tetep harus tau masalah ini Nia..." Rey mencoba memberikan pendapatnya meski Kania terlihat semakin ragu.
"Jadi menurut kamu aku harus kasih tau ke ayah sekarang?" tanya Kania, dan Rey pun mengangguk.
"Ini yang terbaik, lagipula rasanya enggak adil untuk Tania kalau harus jalani ini sendirian, padahal dia masih punya kalian sebagai keluarganya." ucap Rey mencoba bersikap bijak.
"Harusnya kamu ngomong gitu ke dia, emang dia masih nganggep kami keluarganya atau enggak!" ketus Kania mengarahkan dagunya ke Tania.
"Setiap orang pasti pernah buat salah, sesekali keliru mengambil keputusan, tapi bukan berarti dia enggak punya kesempatan buat memperbaiki itu semua kan? begitu juga dengan Tania, enggak ada salahnya kamu beri dia kesempatan buat berubah." ucap Rey sambil mengacak dan mengusap lembut rambut Kania
Gadis itu terdiam, mencoba mencerna kata demi kata yang Reyhan sampaikan dan sialnya semua ucapan Reyhan memang benar adanya.
Meski Kania masih menyimpan amarah pada Tania, namun ia tak mungkin mengabaikan gadis itu dalam keadaan seperti ini.
"Kalau gitu sebaiknya aku pulang sekarang, tapi...kamu gimana?" ucap Kania sambil mengambil tasnya yang ia letakkan di atas sofa.
"Pergilah, aku bakal jagain Tania di sini." Rey memegang kedua bahu Kania dan mendorong gadis itu ke arah pintu.
"Sory kalau aku terus-terusan ngerepoti kamu Rey." Kania berbalik, menatap tak enak hati wajah Rey yang justru sedang tersenyum ke arahnya.
"Masalahnya aku malah seneng kok kamu repoti." Kania melongo. "Udah buruan sana pulang..hati-hati di jalan, jangan takut...gak akan terjadi apa-apa sama ayah kamu, aku akan tunggu kamu disini, oke..." ucap Rey meyakinkan, dan lambaian tangan yang diiringi senyuman Reyhan membuat Kania berkali-kali memutar tubuhnya.
Merasa bersyukur karena ia memiliki Rey di saat-saat seperti ini.
Semua ucapan dan perhatian yang Rey berikan membuat Kania merasa tenang.
Begitulah peran Reyhan selama ini bagi Kania, selain menjadi seorang sahabat yang selalu ada di setiap momen suka dukanya, kadang Reyhan juga bisa menjadi seorang kakak yang dapat Kania andalkan dan selalu memberikan nasehat bijak untuk Kania.
Sikap dewasa Reyhan dalam menyikapi setiap masalah membuat Kania merasa kagum pada pria itu, bahkan Kania sering meminta pendapatnya setiap gadis itu merasakan bimbang akan sesuatu.
Sayangnya semua sikap dan perhatian yang Reyhan berikan pada Kania tak pernah bisa membuat gadis itu paham dengan perasaan Rey terhadapnya.
Sebuah perasaan yang lebih dari sekedar perasaan untuk seorang sahabat.
Entahlah, Kania memang terbilang gadis yang tidak peka dalam urusan asmara seperti itu.
Selama dalam perjalanan menuju ke rumah, Kania terus memikirkan bagaimana caranya menyampaikan pada sang ayah tentang kondisi Tania tanpa harus membuat ayahnya terkejut, meski itu semua jelas tidak mungkin.
Bagaimana pak Dedi tidak akan terkejut kalau tau anaknya mengalami kecelakaan dan belum sadar sampai saat ini.
Ya, seperti sekarang..pak Dedi masih belum bisa menutup mulutnya karena begitu terkejut mendengar penuturan Kania.
"Lalu bagaimana keadaannya sekarang?" tanya pak Dedi dengan suara bergetar.
"Dia... masih belum sadar." Kania menghela nafasnya dengan mata berkaca-kaca melihat perubahan wajah ayahnya.
"Kita kesana sekarang, Rian..ayo tunggu apa lagi." ucap pak Dedi saat melihat Rian masih duduk terdiam dengan pikirannya yang berkecamuk.
"Ayo Rian, taksinya udah nunggu kita di depan." Kania menarik lengan adiknya yang masih diam.
Kania tau sikap diam Rian hanyalah caranya untuk menutupi kesedihan yang begitu mendalam.
Rian adalah anak yang baik, dia tidak pernah sedikitpun membenci Tania, meski gadis itu kerap melontarkan kata-kata kasar dan makian padanya.
Rian justru selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian sang ibu.
Dan merasa dirinyalah yang menjadi penyebeb Tania memutuskan kabur dari rumah.
*
*
Di apartemen, Daniel berkali-kali mencoba menghubungi nomor ponsel kekasihnya.
Namun Daniel hanya bisa berdecak kesal karena sampai saat ini ponsel Tania tak lagi bisa di hubungi.
"Kamu pergi kemana sih sayang, apa semarah itu kamu sampai harus menghindar terus seperti ini." Daniel menyapu kasar wajahnya dan menjatuhkan tubuhnya ke sofa.
Pria itu akan terus menunggu sampai Tania pulang malam ini.
Di pandanginya seikat mawar merah yang sempat ia bawa untuk memberikan kejutan pada sang kekasih.
Bahkan Daniel merangkai kata-kata indah yang di tulisnya pada secarik kertas dan ia selipkan diantara bunga-bunga itu.
Berharap dapat meluluhkan kemarahan Tania dengan memberinya sedikit kejutan dan kabar bahagia yang selama ini Tania tunggu-tunggu.
Hingga pagi menjelang Daniel hanya bisa menatap ke samping di mana kini ia sedang terbaring di atas ranjang Tania.
Mengusap permukaan bantal yang biasa Tania pakai sembari menghembuskan nafas panjang karena tak mendapati sosok yang dia tunggu semalaman.
Daniel tertidur sendirian di ranjang besar itu sambil terus berpikir kemana kira-kira Tania pergi.
Dan saat itu Daniel baru menyadari jika ia tidak begitu mengenal kekasihnya, bahkan sekarang ini dia tidak tau harus menghubungi siapa untuk sekedar bertanya dimana keberadaan kekasihnya
Selama dua tahun mereka menjalin hubungan, tidak pernah sekalipun Tania menceritakan tentang kehidupan pribadinya pada Daniel.
Bukan karena Daniel tidak peduli, namun setiap pria itu mencoba menyinggung masalah yang sedikit pribadi Tania selalu berusaha menghindar.
*
*
Pagi ini Kevin sedang berada di rumah sakit untuk mengantar papanya yang sedang menjalani jadwal Check up rutin.
Meskipun kerap berbeda pendapat dengan sang papa, Kevin selalu berusaha menjalankan perannya sebagai anak yang baik dengan meluangkan sedikit waktunya untuk sekedar mengantar ayahnya ke rumah sakit guna melakukan check up kesehatan seperti hari ini.
Daniel masih menatap layar ponselnya sampai pandangannya teralih ketika melihat sosok yang ia kenali berjalan mendekat ke arahnya.
"Bukannya itu Kania?" Kevin sedikit memicingkan matanya, memastikan penglihatannya tidak salah mengenali seseorang.
Hingga kedua sudut bibirnya melengkung sempurna saat pandangan mereka bertemu.
Kevin terpaku menatap wajah itu.
Wajah yang selalu mengganggu fokusnya setiap bekerja.
Wajah yang membuatnya merasa tidak enak makan dan minum.
Wajah yang selalu menari-nari di kelopak matanya setiap kali Kevin memejamkan mata.
Dan wajah cantik itu kini benar-benar ada di depan matanya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Isu💟THY
nextt
2020-09-26
0
Sept September
like
2020-08-06
0
bara4882
.kania egois..bukannya di sdarin malah di benci..parah
2020-07-27
0