Kan Kukejar Mimpi
"Kamu benar-benar berbeda dengan kedua kakakmu. Mereka selalu berprestasi dan membanggakan sekolah. Sedangkan kamu, selalu membuat ulah dan nilai-nilai kamu sangat jauh dibandingkan dengan kedua kakakmu. Bisa nggak sih kamu sedikit saja mengikuti jejak mereka?" kata-kata wali kelasnya ini selalu terngiang-ngiang di telinga Nathan, pemuda berusia 18 tahun dan duduk di kelas tiga SMA itu. Kalimat yang selalu membandingkannya dengan kedua kakak laki-lakinya itu bisa dipastikan akan dia dengar lagi nanti dari mulut mamanya, karena sang wali kelas pasti sudah melaporkan nilai-nilainya yang masih jauh dari sempurna.
Nathan berjalan dengan wajah datar dan tatapan jauh ke depan. Setiap siswa yang berpapasan dengannya tidak ada yang berani menegur karena melihat wajah Nathan yang sama sekali tidak bersahabat.
Kalau dilihat dari postur tubuh dan paras Nathan, pria itu sangat sempurna dengan tubuh tinggi, hidung mancung, kulit putih dan mata tajam seperti mata elang. Namun, para siswi hanya berani memujanya dalam diam, karena Nathan dikenal dengan tempramennya.
"Aduh!" seorang gadis berkacamata tebal tiba-tiba jatuh karena berbenturan dengan tubuh Nathan. "Kalau jalan pakai mata dong," umpat gadis itu dengan nada kesal.
"Kalau jalan itu pakai kaki, bukan mata," sahut Nathan santai, tapi tetap mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri. Gadis itu bernama Renata, seorang siswi yang yang berprestasi dan selalu mendapatkan peringkat pertama bahkan juara umum. Gadis yang kecantikannya selalu tertutupi dengan penampilannya yang kalau orang bilang, 'culun'.
Renata menepis uluran tangan Nathan dan memilih untuk berdiri sendiri. Mendapat reaksi seperti itu, Nathan menarik kembali tangannya dan memasukkannya ke dalam saku celananya.
Pemuda itu memilih untuk tidak peduli dan melangkahkan kakinya kembali, beranjak meninggalkan Renata.
"Dasar laki-laki tidak punya sopan santun. Udah tahu salah, minta maaf aja tidak," Renata menggerutu sembari menepuk-nepuk debu yang menempel di roknya.
Nathan tiba-tiba menyurutkan langkahnya dan kembali berbalik begitu mendengar gerutuan yang terlontar dari mulut Renata.
"Sebenarnya mau kamu apa? dan yang seharusnya minta maaf siapa? aku atau kamu?" aura yang terpancar dari wajah Nathan benar-benar dingin seperti halnya kutub Utara.
"Kamulah! kamu berjalan tidak lihat samping kiri kanan, dan sudah membuatku jatuh. Apa kamu kira mendarat di lantai itu enak?" Renata terlihat sama sekali tidak takut melihat sorot mata Nathan.
" Aku tadi sudah berbaik hati untuk menolongmu, tapi kamu tidak menolaknya. Bukannya sikapku itu sudah baik? dan tentang masalah menabrak, bukan aku yang menabrakmu, tapi kamulah yang menabrakku," ucap Nathan dengan tegas. "Kamu itu pintar kan? harusnya dengan kepintaran yang ku miliki, kamu bisa menganalisa siapa yang salah, aku atau kamu. Apku berjalan lurus dari sana,dan kamu yang tiba-tiba muncul dari gang itu. Seandainya ini jalan raya, bukannya kendaraan yang ingin membelok itu harus melihat dulu, apakah ada kendaraan yang melaju lurus? nah sama dengan yang terjadi sekarang, aku berjalan lurus, dan kamu yang ingin berbelok, seharusnya kamulah yang melihat situasi," lanjut Nathan lagi, dengan lugas dan ini adalah ucapan yang terpanjang yang pernah didengar oleh Renata dari seorang Nathan, pria yang biasanya hanya bicara seperlunya itu.
Renata terdiam tidak berani membantah ucapan Nathan yang memang benar adanya. Namun, entah kenapa mulut Renata juga sukar untuk melontarkan kata maaf.
"Pokoknya kamu yang salah!" cetus Renata tidak mau mengalah.
"Terserah!" ucap Nathan sembari berbalik kembali hendak beranjak pergi.
"Ada apa, Beb? kenapa kamu marah-marah dan berantem dengan si pembuat onar itu?" tiba-tiba terdengar suara seorang pemuda yang datang menghampiri Renata. Roby, pria tampan, dan idola di sekolah. Pria itu menjabat sebagai ketua OSIS dan merupakan pacar Renata.
Banyak yang iri melihat Renata bisa mendapatkan Roby, pria yang menurut siswa-siswi di sekolah itu sangat sempurna. Menurut mereka sangat tidak cocok pria sempurna itu berpacaran dengan Renata yang culun.
"Dia tidak melihat jalan, Beb. Dia menabrakku, yang jadinya membuatku jatuh," adu Renata dengan nada yang sangat manja.
"Apa?brengsek! kamu di sini saja, aku akan memberikan dia pelajaran," Roby hendak melangkah mengejar Nathan, tapi tangannya langsung ditahan oleh Renata.
"Tidak perlu, Beb! nanti kalau kamu menghajarnya di sini, bisa-bisa nama baik kamu tercoreng. Aku tidak ingin hanya karena membela aku,kamu jadi dapat masalah. Bisa-bisa seluruh siswa di sekolah ini akan membenciku," ujar Renata mengingatkan.
"Tapi, Beb,aku benar-benar tidak terima kalau kamu diperlakukan seperti ini, apalagi dengan dia yang sama sekali tidak ada ada apa-apanya di sekolah ini," Roby sengaja mengeraskan suaranya, agar Nathan bisa mendengarnya.
"Sudahlah, Beb. Tidak usah hiraukan dia! benar-benar tidak ada gunanya. Yang ada bikin mood kita makin hancur," ucap Renata sembari mengelus-elus dada Roby untuk menenangkan pacarnya itu.
"Iya, ya! tidak ada gunanya sama sekali mengurusi orang bodoh tidak tahu diri itu," pungkas Roby seraya tertawa meledek.
Sementara itu, Nathan mengepalkan kedua tangannya dengan sangat kencang,berusaha menahan amarahnya, mendengar hinaan Roby yang dia tahu dialamatkan padanya.
"Aku bukan orang bodoh!" ucap Nathan dalam hati sembari mengembuskan napasnya, berusaha tidak terpancing dengan ucapan Roby. Pemuda itu tahu jelas, kalau sekarang Roby berniat untuk memprovokasinya. Kalau dirinya terpancing, tidak akan ada yang percaya padanya jika dia melakukan pembelaan. Sudah dapat dipastikan kalau semuanya akan membela Roby dan menyalahkannya. Masalah akan semakin bertambah jika pertengkarannya sampai ke telinga mama dan kedua kakaknya.
"Beb, besok kan kita tidak masuk sekolah, bagaimana kalau nanti malam kita jalan?" Nathan memperlambat jalannya begitu mendengar Roby mengajak Renata jalan. Entah kenapa pria itu merasa tertarik untuk mendengarkannya.
"Emm, bagaimana ya, Beb. Papa pasti tidak akan mengizinkanku. Kamu tahu sendiri kan bagaimana sikap papaku yang selalu posesif." Renata mengerucutkan bibirnya, kesal. Bagaimanapun sebagai seorang remaja, dia benar-benar sangat ingin seperti remaja-remaja lain yang bisa hangout dengan teman dan pacarnya. Namun, papanya terlalu berlebihan tidak mengizinkannya untuk keluar, apalagi malam-malam.
"Seperti biasa aja, Beb. Kamu bilang sama papamu kalau kamu belajar kelompok dengan Tania. Aku yakin kalau papamu pasti akan mengizinkan," Roby memberikan saran.
Tidak terdengar sahutan dari Renata. Sepertinya wanita itu sedang berpikir keras.
"Emm, baiklah! nanti aku akan usahakan izin sama papa seperti yang kamu bilang," pungkas Renata akhirnya.
"Nah gitu dong. Masa remaja itu harus dinikmati, Beb. Jangan selalu terkurung di rumah. Masa remajamu akan sia-sia nanti," ucap Roby yang terlihat sangat bahagia.
Sementara itu, Nathan menyeringai sinis dan berdecih. "Ternyata dia tidak sepintar yang aku kira. Bisa-bisanya dia mau terperdaya dengan kata-kata manis Roby," bisik Nathan pada dirinya sendiri.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Firdaus_145
𝘢𝘴𝘪𝘬 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘤𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢 𝘪𝘯𝘪
2024-02-08
0
#ayu.kurniaa_
.
2023-12-03
0
Dedi Usman
hahahhaha makin kesini makin asik pula /Facepalm/
2023-10-20
0