NovelToon NovelToon

Kan Kukejar Mimpi

Selalu dibandingkan

"Kamu benar-benar berbeda dengan kedua kakakmu. Mereka selalu berprestasi dan membanggakan sekolah. Sedangkan kamu, selalu membuat ulah dan nilai-nilai kamu sangat jauh dibandingkan dengan kedua kakakmu. Bisa nggak sih kamu sedikit saja mengikuti jejak mereka?" kata-kata wali kelasnya ini selalu terngiang-ngiang di telinga Nathan, pemuda berusia 18 tahun dan duduk di kelas tiga SMA itu. Kalimat yang selalu membandingkannya dengan kedua kakak laki-lakinya itu bisa dipastikan akan dia dengar lagi nanti dari mulut mamanya, karena sang wali kelas pasti sudah melaporkan nilai-nilainya yang masih jauh dari sempurna.

Nathan berjalan dengan wajah datar dan tatapan jauh ke depan. Setiap siswa yang berpapasan dengannya tidak ada yang berani menegur karena melihat wajah Nathan yang sama sekali tidak bersahabat.

Kalau dilihat dari postur tubuh dan paras Nathan, pria itu sangat sempurna dengan tubuh tinggi, hidung mancung, kulit putih dan mata tajam seperti mata elang. Namun, para siswi hanya berani memujanya dalam diam, karena Nathan dikenal dengan tempramennya.

"Aduh!" seorang gadis berkacamata tebal tiba-tiba jatuh karena berbenturan dengan tubuh Nathan. "Kalau jalan pakai mata dong," umpat gadis itu dengan nada kesal.

"Kalau jalan itu pakai kaki, bukan mata," sahut Nathan santai, tapi tetap mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri. Gadis itu bernama Renata, seorang siswi yang yang berprestasi dan selalu mendapatkan peringkat pertama bahkan juara umum. Gadis yang kecantikannya selalu tertutupi dengan penampilannya yang kalau orang bilang, 'culun'.

Renata menepis uluran tangan Nathan dan memilih untuk berdiri sendiri. Mendapat reaksi seperti itu, Nathan menarik kembali tangannya dan memasukkannya ke dalam saku celananya.

Pemuda itu memilih untuk tidak peduli dan melangkahkan kakinya kembali, beranjak meninggalkan Renata.

"Dasar laki-laki tidak punya sopan santun. Udah tahu salah, minta maaf aja tidak," Renata menggerutu sembari menepuk-nepuk debu yang menempel di roknya.

Nathan tiba-tiba menyurutkan langkahnya dan kembali berbalik begitu mendengar gerutuan yang terlontar dari mulut Renata.

"Sebenarnya mau kamu apa? dan yang seharusnya minta maaf siapa? aku atau kamu?" aura yang terpancar dari wajah Nathan benar-benar dingin seperti halnya kutub Utara.

"Kamulah! kamu berjalan tidak lihat samping kiri kanan, dan sudah membuatku jatuh. Apa kamu kira mendarat di lantai itu enak?" Renata terlihat sama sekali tidak takut melihat sorot mata Nathan.

" Aku tadi sudah berbaik hati untuk menolongmu, tapi kamu tidak menolaknya. Bukannya sikapku itu sudah baik? dan tentang masalah menabrak, bukan aku yang menabrakmu, tapi kamulah yang menabrakku," ucap Nathan dengan tegas. "Kamu itu pintar kan? harusnya dengan kepintaran yang ku miliki, kamu bisa menganalisa siapa yang salah, aku atau kamu. Apku berjalan lurus dari sana,dan kamu yang tiba-tiba muncul dari gang itu. Seandainya ini jalan raya, bukannya kendaraan yang ingin membelok itu harus melihat dulu, apakah ada kendaraan yang melaju lurus? nah sama dengan yang terjadi sekarang, aku berjalan lurus, dan kamu yang ingin berbelok, seharusnya kamulah yang melihat situasi," lanjut Nathan lagi, dengan lugas dan ini adalah ucapan yang terpanjang yang pernah didengar oleh Renata dari seorang Nathan, pria yang biasanya hanya bicara seperlunya itu.

Renata terdiam tidak berani membantah ucapan Nathan yang memang benar adanya. Namun, entah kenapa mulut Renata juga sukar untuk melontarkan kata maaf.

"Pokoknya kamu yang salah!" cetus Renata tidak mau mengalah.

"Terserah!" ucap Nathan sembari berbalik kembali hendak beranjak pergi.

"Ada apa, Beb? kenapa kamu marah-marah dan berantem dengan si pembuat onar itu?" tiba-tiba terdengar suara seorang pemuda yang datang menghampiri Renata. Roby, pria tampan, dan idola di sekolah. Pria itu menjabat sebagai ketua OSIS dan merupakan pacar Renata.

Banyak yang iri melihat Renata bisa mendapatkan Roby, pria yang menurut siswa-siswi di sekolah itu sangat sempurna. Menurut mereka sangat tidak cocok pria sempurna itu berpacaran dengan Renata yang culun.

"Dia tidak melihat jalan, Beb. Dia menabrakku, yang jadinya membuatku jatuh," adu Renata dengan nada yang sangat manja.

"Apa?brengsek! kamu di sini saja, aku akan memberikan dia pelajaran," Roby hendak melangkah mengejar Nathan, tapi tangannya langsung ditahan oleh Renata.

"Tidak perlu, Beb! nanti kalau kamu menghajarnya di sini, bisa-bisa nama baik kamu tercoreng. Aku tidak ingin hanya karena membela aku,kamu jadi dapat masalah. Bisa-bisa seluruh siswa di sekolah ini akan membenciku," ujar Renata mengingatkan.

"Tapi, Beb,aku benar-benar tidak terima kalau kamu diperlakukan seperti ini, apalagi dengan dia yang sama sekali tidak ada ada apa-apanya di sekolah ini," Roby sengaja mengeraskan suaranya, agar Nathan bisa mendengarnya.

"Sudahlah, Beb. Tidak usah hiraukan dia! benar-benar tidak ada gunanya. Yang ada bikin mood kita makin hancur," ucap Renata sembari mengelus-elus dada Roby untuk menenangkan pacarnya itu.

"Iya, ya! tidak ada gunanya sama sekali mengurusi orang bodoh tidak tahu diri itu," pungkas Roby seraya tertawa meledek.

Sementara itu, Nathan mengepalkan kedua tangannya dengan sangat kencang,berusaha menahan amarahnya, mendengar hinaan Roby yang dia tahu dialamatkan padanya.

"Aku bukan orang bodoh!" ucap Nathan dalam hati sembari mengembuskan napasnya, berusaha tidak terpancing dengan ucapan Roby. Pemuda itu tahu jelas, kalau sekarang Roby berniat untuk memprovokasinya. Kalau dirinya terpancing, tidak akan ada yang percaya padanya jika dia melakukan pembelaan. Sudah dapat dipastikan kalau semuanya akan membela Roby dan menyalahkannya. Masalah akan semakin bertambah jika pertengkarannya sampai ke telinga mama dan kedua kakaknya.

"Beb, besok kan kita tidak masuk sekolah, bagaimana kalau nanti malam kita jalan?" Nathan memperlambat jalannya begitu mendengar Roby mengajak Renata jalan. Entah kenapa pria itu merasa tertarik untuk mendengarkannya.

"Emm, bagaimana ya, Beb. Papa pasti tidak akan mengizinkanku. Kamu tahu sendiri kan bagaimana sikap papaku yang selalu posesif." Renata mengerucutkan bibirnya, kesal. Bagaimanapun sebagai seorang remaja, dia benar-benar sangat ingin seperti remaja-remaja lain yang bisa hangout dengan teman dan pacarnya. Namun, papanya terlalu berlebihan tidak mengizinkannya untuk keluar, apalagi malam-malam.

"Seperti biasa aja, Beb. Kamu bilang sama papamu kalau kamu belajar kelompok dengan Tania. Aku yakin kalau papamu pasti akan mengizinkan," Roby memberikan saran.

Tidak terdengar sahutan dari Renata. Sepertinya wanita itu sedang berpikir keras.

"Emm, baiklah! nanti aku akan usahakan izin sama papa seperti yang kamu bilang," pungkas Renata akhirnya.

"Nah gitu dong. Masa remaja itu harus dinikmati, Beb. Jangan selalu terkurung di rumah. Masa remajamu akan sia-sia nanti," ucap Roby yang terlihat sangat bahagia.

Sementara itu, Nathan menyeringai sinis dan berdecih. "Ternyata dia tidak sepintar yang aku kira. Bisa-bisanya dia mau terperdaya dengan kata-kata manis Roby," bisik Nathan pada dirinya sendiri.

Tbc

Hampir setiap hari

"Pulang juga kamu akhirnya," terdengar suara yang bernada sinis dari seorang wanita separuh baya menyambut kepulangan Nathan, dan sikap seperti itu sudah biasa dia dapatkan mulai dari pria itu masih kecil.

"Iya. Apa aku sama sekali tidak diizinkan untuk pulang lagi?" jawab Nathan dengan santai, hingga membuat wanita yang ternyata mamanya itu menggeram marah.

"Kamu sepertinya sudah mulai berani menunjukkan sikap melawanmu ya! Apa kamu___

"Tidak mau tinggal lagi di rumah ini? itukan yang mau Mama bilang?" Dengan cepat Nathan memotong ucapan mamanya, karena dirinya sudah sangat hapal dengan kalimat itu, saking seringnya terlontar dari mulut sang mama.

"Oh, akhirnya kamu sudah tahu juga," wanita bernama Murni itu menyeringai sinis.

"Bagaimana aku bisa tidak hapal? hampir setiap hari mama mengucapkannya dan aku sudah menganggapnya makananku sehari-hari," jawab Nathan tidak kalah sinis.

"Aku mau masuk ke kamar dulu, Ma," Nathan hendak melangkah melewati tubuh Murni mamanya itu. Namun pria itu menyurutkan langkahnya, karena mamanya menahannya.

"Apa yang sudah kamu lakukan di sekolah tadi? bagaimana kamu bisa mendapatkan nilai rendah seperti itu? tidak bisakah kamu seperti kedua kakakmu? mau jadi apa kamu nanti? mau tetap jadi benalu di keluarga ini ya?" lagi-lagi mamanya melontarkan ucapan yang sangat menyakitkan hati. Kalau rasa sakit yang dia rasakan di kala gurunya melakukan perbandingan antara dirinya dengan kedua kakaknya, ada di level lima, untuk ucapan mamanya tentu saja rasanya lebih sakit seperti tertusuk pisau yang sangat tajam, dan bila diberi level, rasa sakit itu mencapai level 10.

Nathan mengepalkan kedua tangannya dan menoleh ke arah mamanya. " Ma, tidak bisakah sekali saja Mama tidak membandingkan aku dengar kak Angga dan kak Arsen? Aku bukan mereka dan aku tidak dak mau menjadi seperti mereka, karena aku ingin menjadi diri sendiri. Dan untuk masa depan, Siapa yang bisa tahu dengan masa depan, bahkan Kak Angga dan kak Arsen juga tidak akan tahu dengan masa depan mereka. Tapi, yang bisa aku pastikan, kalau aku tidak akan menjadi benalu di keluarga ini,Ma!" ucap Nathan dengan tegas dan penuh percaya diri.

"Cih, bagaimana bisa kamu seyakin itu? Emangnya kamu bisa apa? yang kamu bisa hanya membuat malu keluarga ini. Kamu mana pernah membuat keluarga ini bangga," Murni berucap dengan nada yang semakin terdengar sinis.

"Aku pernah membuat bangga, Ma. Bukan hanya pernah, tapi sering. Hampir setiap event melukis yang aku ikuti, aku selalu menjadi juara pertama, tapi kalian sama sekali tidak pernah menganggap itu suatu kebanggaan. Mama dan Kak Angga selalu mencemoohku dan mengatakan kalau menang dalam melukis itu sama sekali tidak ada gunanya. Apa tolak ukur yang menjadi sebuah kebanggaan buat Mama hanya berprestasi di bidang akademik?" ucap Nathan berusaha untuk menekan suaranya agar tidak terdengar emosional.

"Buat apa bangga dengan hanya juara melukis saja? sama sekali tidak ada gunanya. Di perusahaan besar atau di instansi pemerintahan, bakat melukismu sama sekali tidak diperlukan. Paham kamu! dasar anak tidak tahu diri, dikasih tahu malah membanggakan hal yang tidak pantas untuk dibanggakan," ujar Murni dengan sinis.

Nathan kembali mengepalkan tangannya, berusaha keras agar tidak meluapkan amarahnya, karena bagaimanapun wanita yang sedang memandang rendah dirinya itu adalah mamanya sendiri.

"Ada apa lagi ini,Mah? apa si bodoh itu berulah lagi?" tiba-tiba terdengar suara Angga, kakak laki-laki pertama Nathan. Pria itu terlihat meletakkan tas kerjanya di atas meja dan melonggarkan dasinya. Pria itu baru saja pulang dari kerja. Ya, pria yang tidak kalah tampan dari Nathan itu, sudah bekerja di sebuah perusahaan besar dan mempunyai jabatan tinggi yang tentu saja memiliki penghasilan yang sangat besar perbulannya.

"Ya, seperti biasa! wali kelasnya, menghubungi Mama, mengabari kalau nilai ulangannya tidak ada perkembangan sama sekali." jawab Murni sembari tersenyum sumringah menyambut sang anak sulung. Senyum yang tidak pernah Nathan lihat untuknya.

"Mau jadi apa kamu? itu masih ulangan, belum ujian. Kenapa sih kamu memiliki otak yang sangat lamban? entah siapa yang kamu tiru. Almarhum papa cerdas dan berprestasi pada zamannya, aku dan Arsen juga. Nah kamu? kamu benar-benar seperti bukan anak __"

"Stop! Kak tolong jangan bandingkan aku dengan kalian berdua lagi. Aku juga tidak mau seperti ini. Otakku sama sekali tidak lamban, tapi aku tidak seperti kalian berdua yang dari kecil sudah diberikan guru privat, di leskan ke sana kemari. Sedangkan aku? mulai dari kecil,aku sama sekali tidak mendapatkan hal seperti itu," ucap Nathan dengan mata memerah. Sekuat tenaga pemuda itu berusaha untuk tidak menangis, karena dirinya sudah berjanji dalam hati untuk tidak pernah menangis lagi di depan mama dan kedua kakaknya.

"Kamu tahu, kenapa kamu tidak mama Carikan guru privat? itu karena mama tidak mau uang mama terbuang sia-sia untuk membayar gurunya, sementara otak kamu sangat lambat menerima pelajaran. Lebih baik uang itu mama gunakan untuk perawatan mama," ucap Murni dengan lugas tidak peduli dengan rasa sakit yang dirasakan oleh Nathan mendengar kata-katanya itu.

"Benar sekali! kalau bukan karena pesan papa untuk menyekolahkanmu, tidak sudi aku menghabiskan uang untuk membayar uang sekolahmu," Angga menimpali ucapan mamanya, tanpa berpikir apakah kalimatnya itu menyakiti hati Nathan atau tidak.

"Uang sekolahku bukan dari kakak maupun Mama. Tapi, itu uang peninggalan Papa. Papa yang membuat asuransi pendidikanku sampai aku jadi mahasiswa nanti," ujar Nathan menentang keras ucapan Angga kakaknya.

"Oh, sudah berani jawab kamu sekarang ya? dasar anak tidak tahu diri. Seandainya aku bisa meminta, aku tidak mau punya adik seperti kamu,"

" Apa kamu kira aku sangat ingin memiliki Kakak seperti kamu? kalau bisa meminta juga, aku bahkan sangat tidak ingin lahir di tengah keluarga ini. keluarga yang tidak pernah menghargai sekecil apapun usahaku," sahut Nathan yang sama sekali tidak menyebut Angga kakak lagi.

"Brengsek! dasar anak tidak tahu diri. Sudah mulai lancang kamu ya sekarang? masih makan di rumah ini aja kamu sudah berani membangkang," umpat Angga dengan rahang yang mengeras dan nada suara yang berapi-api.

Nathan tidak menjawab lagi, walaupun sebenarnya dia ingin sekali membantah ucapan kakak sulungnya itu. Pria itu memutar tubuhnya dan memutuskan untuk meninggalkan mama dan kakaknya

"Nathan! mau kemana kamu?aku belum selesai bicara!" Angga meninggikan suaranya merasa geram melihat sikap Nathan yang sama sekali tidak menghormatinya.

Nathan tidak menggubris panggilan kakaknya. Pemuda remaja itu terus saja melangkah masuk ke dalam kamarnya.

Setelah berada di dalam dan langsung mengunci kamar dari dalam, Nathan langsung merebahkan tubuhnya, terlentang di atas ranjang. Mata pria itu menerawang menatap langit-langit kamarnya.

"Benar kata Kak Angga, kenapa aku bisa berbeda dengan mereka? almarhum papa orang yang cerdas. Kedua kakakku juga. Bahkan mama juga cerdas, tapi kenapa aku tidak? batin Nathan dengan wajah sendu.

"Arghh,bodo amat. lebih baik sekarang aku mandi dan keluar mencari ketenangan di luar sana," Nathan bangkit berdiri dan berjalan masuk ke kamar mandi. Ingatan tentang Renata yang akan keluar malam ini, tiba-tiba mengusik pikirannya.

"Bisa saja Renata pintar dalam akademik, tapi ternyata dia bisa jadi bodoh hanya karena cinta," Nathan merutuki kebodohan Renata.

Tidak berselang lama, Nathan tampak sudah terlihat segar dan juga sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian casual.Setelah dirasa sudah siap untuk pergi, Nathan keluar dari dalam kamar dan memutuskan untuk pergi untuk mencari udara di luar sana.

"Kamu mau kemana?" tiba-tiba Arsen kakak keduanya mencegat Nathan.

"Aku mau mencari udara di luar, Kak," jawab Nathan santai.

"Emm, apa kamu punya uang?" tanya Arsen lagi.

"Kalau aku jawab 'ada', itu berarti aku berbohong, tapi aku juga tidak mau bilang tidak ada, karena aku masih memiliki sedikit uang sisa uang jajanku," jawab Nathan .

"Nih, uang tambahan buat kamu. Kamu hati-hati di luar!" ucap Arsen sembari memasukkan beberapa lembar uang ke dalam saku Nathan.

" Sudah! sekarang kamu bisa pergi. Ingat agar jangan sampai pulang kemalaman," lanjut Arse kembali

Ya,Arsen adalah kakak kedua Nathan. Sikap Arsen memang tidak sekasar Angga, tapi pria juga tidak bisa dikatakan lembut.

Tbc

Pembelaan Arsen

Setelah Arsen memastikan Nathan pergi, dia melangkah masuk ke dalam rumah. Belum menginjak anak tangga, pria itu dikagetkan dengan suara Angga kakaknya.

"Kamu memberikan uang lagi pada anak itu ya?" tanya Angga dengan tatapan yang sangat tajam.

"Iya, Kak. Apa salah aku memberikan uang pada adik sendiri? oh ya, anak itu namanya Nathan dan dia adik bungsu kita," ucap Arsen santai.

"Aku tahu itu, tapi jangan kebiasaan memberikan dia uang. Makin lama nanti dia akan melunjak," jawab Angga.

"Kak, dia sudah remaja. Tidak ada salahnya kalau kita memberikan dia uang. Aku yakin kalau dia tidak akan menggunakan uang yang kita kasih untuk hal yang tidak-tidak,"

Angga mendengus mendengar ucapan Arsen adiknya. "Kamu tidak boleh seyakin itu, karena bagaimanapun pembuat onar akan tetap membuat onar," ucapnya dengan seringaian tipis di sudut bibirnya. "Lagian, aku tidak suka kamu memberikan uang yang aku kasih ke kamu. Ingat, uang yang ada padamu adalah uangku," lanjut Angga kembali berharap agar Arsen mengerti kalau dirinya sama sekali tidak suka dengan sikap Arsen yang memperhatikan Nathan.

Arsen tersenyum smirk dan berdecak. "Kakak tidak usah khawatir. Uang yang aku kasih ke Nathan bukan uang Kakak. Itu uangku, hasil yang kuterima setelah menjadi asisten dosen. Uang yang Kakak kasih ke aku,masih utuh,"

Ya, Arsen adalah seorang pemuda yang masih menjadi mahasiswa Pascasarjana atau S2 di sebuah universitas ternama. Kalau dilihat dari usianya yang masih menginjak 23 tahun atau 5 tahun lebih tua dari Nathan, seharusnya pria itu baru saja lulus S1, tapi karena dirinya pintar, di usia muda Arsen sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikan S2 nya.

"Kamu jangan sombong dulu, karena sudah bisa menghasilkan, Arsen! ingat, sebelum kamu mempunyai penghasilan, aku yang sudah memenuhi kebutuhanmu," ucap Angga dengan nada tidak senang, melihat adiknya itu mulai berani menjawab kata-katanya.

"Kak, aku sama sekali tidak sombong. Kakak yang lebih dulu memulainya. Aku kan hanya bilang kalau uang yang aku kasih ke Nathan adalah uangku bukan uang Kakak. Sombongnya dilihat dari mana coba?" Alis Arsen bertaut tajam.

"Sudah, kamu jangan banyak bicara! pokoknya kamu jangan kebiasaan kasih uang ke Nathan lagi. Anak itu lama-lama bisa ngelunjak," pungkas Angga sembari memutar tubuhnya hendak berlalu pergi.

"Kenapa tidak boleh!" cetus Arsen, membuat langkah Angga terhenti dan kembali berbalik menatap Arsen. " Ingat, Kak. Bagaimanapun dia itu adik kita. Dalam darahnya mengalir darah kita juga. Please jangan bersikap seperti itu lagi pada Nathan. Kasihan dia, Kak!" tutur Arsen dengan raut wajah memelas.

Angga menyeringai sinis mendengar ucapan Arsen. "Sejak kapan kamu kasihan pada anak itu?"

"Sejak dulu! mungkin mulai dari kita masih kecil. Hanya saja aku tidak berani membelanya karena takut pada kakak dan mama. Tapi, sekarang aku rasa sudah cukup Kakak memperlakukan dia seperti itu. Tidak semua orang itu sama Kak, walaupun memiliki darah yang sama. Aku dan Kakak juga berbeda kan? kita memiliki kepintaran dalam bidang yang berbeda. Please jangan berekspektasi tinggi agar Nathan bisa berprestasi seperti kita!" ucap Arsen panjang lebar.

"Wah, wah. Ternyata kamu mau jadi pahlawan dengan menjadi pembela buat Nathan ya? asal kamu tahu, alasanku kenapa aku bisa seperti itu, selain karena aku membencinya, aku tidak mau dia menjadi benalu di keluarga ini, karena otaknya yang lamban. Coba kamu pikirkan, perusahaan mana yang mau menerima dia dengan otak seperti itu? Jadi OB, atau jadi pelayan? apa kamu tidak malu memiliki seorang adik yang hanya bisa bekerja seperti itu, sementara Kita berdua bekerja di instansi besar? KAMU TIDAK MALU YA? JAWAB!" suara Angga meninggi.

"Buat apa aku malu? pekerjaan yang Kakak sebutkan tadi juga pekerjaan halal kan? selama pekerjaan yang dia lakukan itu baik dan tidak melanggar hukum, aku tidak akan malu. Lagian, aku yakin kalau Nathan itu sebenarnya pintar, tapi karena kita tidak pernah mendukungnya, dan bahkan selalu merendahkan, dia jadi seperti itu. Dia merasa tidak ada gunanya dia berusaha, karena kita tidak pernah sekalipun menghargai usaha dan pencapaiannya. Yang ada, kita selalu memaki dan merendahkannya," tutur Arsen yang kali ini benar-benar membuat Angga tidak habis pikir.

Arsen memang selama ini tidak seperti Angga yang selalu memaki Nathan, tapi dia itu juga tidak pernah membela Nathan bahkan terkesan biasa saja kalau kakak sulungnya itu memaki-memaki adik bungsu mereka itu.

"Arsen, aku tidak tahu alasan kenapa kamu bisa berbicara seperti itu. Kamu sadar nggak sih kalau kamu sedang membela anak yang tidak tahu diri itu?" Angga mengerenyitkan keningnya.

"Aku sadar, dan tidak sedang dipengaruhi oleh apapun. Seharusnya sebagai kakak kita harus mendukung apapun yang disukai oleh Nathan, selama itu positif," jawab Arsen tegas.

"Arsen, dia memang adik kita tapi kamu jangan lupa kalau dia __"

"Sudahlah kak, stop membicarakan hal itu lagi! aku mau ke kamar dulu, mau mandi dan mau istirahat. Aku capek!" Arsen dengan cepat menyela ucapan Angga, karena dia tahu apa yang akan dikatakan oleh kakaknya itu. Kemudian pria itu berbalik dan naik ke atas dengan sedikit berlari.

"Arsen, jangan pergi dulu, aku belum selesai bicara!" teriak Angga merasa kesal dengan sikap Arsen yang jelas-jelas sudah mulai melawannya.

Pria berusia 27 tahun itu menggeram, dan mengepalkan tangannya, karena Arsen tidak peduli dengan panggilannya, dan tetap masuk ke dalam kamar.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sementara itu, di lain tempat tepatnya di sebuah klub tampak Nathan bersama dengan dua sahabatnya Bastian dan Dava sedang duduk bersantai. Namun, Nathan sama sekali tidak menyentuh yang namanya alkohol demikian juga dengan dua sahabatnya. Nathan memang dikenal dengan sebutan bad boy, tapi kalau boleh jujur, malam ini adalah pertama kalinya pria itu masuk ke klub malam. Kenakalan-kenakalannya selama ini, paling balap liar dan berantem.

"Nat, kita datang ke sini mau ngapain sih? lebih baik kita keluar, karena aku benar-benar merasa tidak nyaman," ucap Dava yang dari tadi sudah benar-benar sangat ingin pergi dari tempat itu.

"Sabar, Dav! tunggu dulu sebentar lagi!" ucap Nathan dengan mata yang mengedar seperti mencari sesuatu.

Sudut bibir pemudanya itu seketika naik ke atas, membentuk senyuman sinis begitu melihat apa yang sedang dia cari. Siapa lagi kalau bukan Roby, yang ternyata berhasil membujuk Renata untuk masuk ke klub malam. Bersama mereka, tampak juga ada Tania sahabat Renata.

"Dasar perempuan bodoh! mau-maunya dia dibawa ke tempat seperti ini!" umpat Nathan dalam hati.

"Bas, Dav, kalian berdua tunggu aku di sini, ada sesuatu yang mau aku lakukan!" Nathan memakaikan topi sweater yang dia pakai dan mendekat ke arah target. Kemudian, diam-diam Nathan merekam sesuatu dengan ponselnya.

Tbc

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!