Setelah Arsen memastikan Nathan pergi, dia melangkah masuk ke dalam rumah. Belum menginjak anak tangga, pria itu dikagetkan dengan suara Angga kakaknya.
"Kamu memberikan uang lagi pada anak itu ya?" tanya Angga dengan tatapan yang sangat tajam.
"Iya, Kak. Apa salah aku memberikan uang pada adik sendiri? oh ya, anak itu namanya Nathan dan dia adik bungsu kita," ucap Arsen santai.
"Aku tahu itu, tapi jangan kebiasaan memberikan dia uang. Makin lama nanti dia akan melunjak," jawab Angga.
"Kak, dia sudah remaja. Tidak ada salahnya kalau kita memberikan dia uang. Aku yakin kalau dia tidak akan menggunakan uang yang kita kasih untuk hal yang tidak-tidak,"
Angga mendengus mendengar ucapan Arsen adiknya. "Kamu tidak boleh seyakin itu, karena bagaimanapun pembuat onar akan tetap membuat onar," ucapnya dengan seringaian tipis di sudut bibirnya. "Lagian, aku tidak suka kamu memberikan uang yang aku kasih ke kamu. Ingat, uang yang ada padamu adalah uangku," lanjut Angga kembali berharap agar Arsen mengerti kalau dirinya sama sekali tidak suka dengan sikap Arsen yang memperhatikan Nathan.
Arsen tersenyum smirk dan berdecak. "Kakak tidak usah khawatir. Uang yang aku kasih ke Nathan bukan uang Kakak. Itu uangku, hasil yang kuterima setelah menjadi asisten dosen. Uang yang Kakak kasih ke aku,masih utuh,"
Ya, Arsen adalah seorang pemuda yang masih menjadi mahasiswa Pascasarjana atau S2 di sebuah universitas ternama. Kalau dilihat dari usianya yang masih menginjak 23 tahun atau 5 tahun lebih tua dari Nathan, seharusnya pria itu baru saja lulus S1, tapi karena dirinya pintar, di usia muda Arsen sebentar lagi akan menyelesaikan pendidikan S2 nya.
"Kamu jangan sombong dulu, karena sudah bisa menghasilkan, Arsen! ingat, sebelum kamu mempunyai penghasilan, aku yang sudah memenuhi kebutuhanmu," ucap Angga dengan nada tidak senang, melihat adiknya itu mulai berani menjawab kata-katanya.
"Kak, aku sama sekali tidak sombong. Kakak yang lebih dulu memulainya. Aku kan hanya bilang kalau uang yang aku kasih ke Nathan adalah uangku bukan uang Kakak. Sombongnya dilihat dari mana coba?" Alis Arsen bertaut tajam.
"Sudah, kamu jangan banyak bicara! pokoknya kamu jangan kebiasaan kasih uang ke Nathan lagi. Anak itu lama-lama bisa ngelunjak," pungkas Angga sembari memutar tubuhnya hendak berlalu pergi.
"Kenapa tidak boleh!" cetus Arsen, membuat langkah Angga terhenti dan kembali berbalik menatap Arsen. " Ingat, Kak. Bagaimanapun dia itu adik kita. Dalam darahnya mengalir darah kita juga. Please jangan bersikap seperti itu lagi pada Nathan. Kasihan dia, Kak!" tutur Arsen dengan raut wajah memelas.
Angga menyeringai sinis mendengar ucapan Arsen. "Sejak kapan kamu kasihan pada anak itu?"
"Sejak dulu! mungkin mulai dari kita masih kecil. Hanya saja aku tidak berani membelanya karena takut pada kakak dan mama. Tapi, sekarang aku rasa sudah cukup Kakak memperlakukan dia seperti itu. Tidak semua orang itu sama Kak, walaupun memiliki darah yang sama. Aku dan Kakak juga berbeda kan? kita memiliki kepintaran dalam bidang yang berbeda. Please jangan berekspektasi tinggi agar Nathan bisa berprestasi seperti kita!" ucap Arsen panjang lebar.
"Wah, wah. Ternyata kamu mau jadi pahlawan dengan menjadi pembela buat Nathan ya? asal kamu tahu, alasanku kenapa aku bisa seperti itu, selain karena aku membencinya, aku tidak mau dia menjadi benalu di keluarga ini, karena otaknya yang lamban. Coba kamu pikirkan, perusahaan mana yang mau menerima dia dengan otak seperti itu? Jadi OB, atau jadi pelayan? apa kamu tidak malu memiliki seorang adik yang hanya bisa bekerja seperti itu, sementara Kita berdua bekerja di instansi besar? KAMU TIDAK MALU YA? JAWAB!" suara Angga meninggi.
"Buat apa aku malu? pekerjaan yang Kakak sebutkan tadi juga pekerjaan halal kan? selama pekerjaan yang dia lakukan itu baik dan tidak melanggar hukum, aku tidak akan malu. Lagian, aku yakin kalau Nathan itu sebenarnya pintar, tapi karena kita tidak pernah mendukungnya, dan bahkan selalu merendahkan, dia jadi seperti itu. Dia merasa tidak ada gunanya dia berusaha, karena kita tidak pernah sekalipun menghargai usaha dan pencapaiannya. Yang ada, kita selalu memaki dan merendahkannya," tutur Arsen yang kali ini benar-benar membuat Angga tidak habis pikir.
Arsen memang selama ini tidak seperti Angga yang selalu memaki Nathan, tapi dia itu juga tidak pernah membela Nathan bahkan terkesan biasa saja kalau kakak sulungnya itu memaki-memaki adik bungsu mereka itu.
"Arsen, aku tidak tahu alasan kenapa kamu bisa berbicara seperti itu. Kamu sadar nggak sih kalau kamu sedang membela anak yang tidak tahu diri itu?" Angga mengerenyitkan keningnya.
"Aku sadar, dan tidak sedang dipengaruhi oleh apapun. Seharusnya sebagai kakak kita harus mendukung apapun yang disukai oleh Nathan, selama itu positif," jawab Arsen tegas.
"Arsen, dia memang adik kita tapi kamu jangan lupa kalau dia __"
"Sudahlah kak, stop membicarakan hal itu lagi! aku mau ke kamar dulu, mau mandi dan mau istirahat. Aku capek!" Arsen dengan cepat menyela ucapan Angga, karena dia tahu apa yang akan dikatakan oleh kakaknya itu. Kemudian pria itu berbalik dan naik ke atas dengan sedikit berlari.
"Arsen, jangan pergi dulu, aku belum selesai bicara!" teriak Angga merasa kesal dengan sikap Arsen yang jelas-jelas sudah mulai melawannya.
Pria berusia 27 tahun itu menggeram, dan mengepalkan tangannya, karena Arsen tidak peduli dengan panggilannya, dan tetap masuk ke dalam kamar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara itu, di lain tempat tepatnya di sebuah klub tampak Nathan bersama dengan dua sahabatnya Bastian dan Dava sedang duduk bersantai. Namun, Nathan sama sekali tidak menyentuh yang namanya alkohol demikian juga dengan dua sahabatnya. Nathan memang dikenal dengan sebutan bad boy, tapi kalau boleh jujur, malam ini adalah pertama kalinya pria itu masuk ke klub malam. Kenakalan-kenakalannya selama ini, paling balap liar dan berantem.
"Nat, kita datang ke sini mau ngapain sih? lebih baik kita keluar, karena aku benar-benar merasa tidak nyaman," ucap Dava yang dari tadi sudah benar-benar sangat ingin pergi dari tempat itu.
"Sabar, Dav! tunggu dulu sebentar lagi!" ucap Nathan dengan mata yang mengedar seperti mencari sesuatu.
Sudut bibir pemudanya itu seketika naik ke atas, membentuk senyuman sinis begitu melihat apa yang sedang dia cari. Siapa lagi kalau bukan Roby, yang ternyata berhasil membujuk Renata untuk masuk ke klub malam. Bersama mereka, tampak juga ada Tania sahabat Renata.
"Dasar perempuan bodoh! mau-maunya dia dibawa ke tempat seperti ini!" umpat Nathan dalam hati.
"Bas, Dav, kalian berdua tunggu aku di sini, ada sesuatu yang mau aku lakukan!" Nathan memakaikan topi sweater yang dia pakai dan mendekat ke arah target. Kemudian, diam-diam Nathan merekam sesuatu dengan ponselnya.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Yeni Eka
jgn2 bukan saudara kandung , saudara tiri mungkin
2022-06-15
0
M Syaenal M M
pasti beda ibu niii....
2022-06-07
1
Priska Jacob
kakak sulung segitu benci nya sama adiknya sendiri
2022-05-05
1