"Pulang juga kamu akhirnya," terdengar suara yang bernada sinis dari seorang wanita separuh baya menyambut kepulangan Nathan, dan sikap seperti itu sudah biasa dia dapatkan mulai dari pria itu masih kecil.
"Iya. Apa aku sama sekali tidak diizinkan untuk pulang lagi?" jawab Nathan dengan santai, hingga membuat wanita yang ternyata mamanya itu menggeram marah.
"Kamu sepertinya sudah mulai berani menunjukkan sikap melawanmu ya! Apa kamu___
"Tidak mau tinggal lagi di rumah ini? itukan yang mau Mama bilang?" Dengan cepat Nathan memotong ucapan mamanya, karena dirinya sudah sangat hapal dengan kalimat itu, saking seringnya terlontar dari mulut sang mama.
"Oh, akhirnya kamu sudah tahu juga," wanita bernama Murni itu menyeringai sinis.
"Bagaimana aku bisa tidak hapal? hampir setiap hari mama mengucapkannya dan aku sudah menganggapnya makananku sehari-hari," jawab Nathan tidak kalah sinis.
"Aku mau masuk ke kamar dulu, Ma," Nathan hendak melangkah melewati tubuh Murni mamanya itu. Namun pria itu menyurutkan langkahnya, karena mamanya menahannya.
"Apa yang sudah kamu lakukan di sekolah tadi? bagaimana kamu bisa mendapatkan nilai rendah seperti itu? tidak bisakah kamu seperti kedua kakakmu? mau jadi apa kamu nanti? mau tetap jadi benalu di keluarga ini ya?" lagi-lagi mamanya melontarkan ucapan yang sangat menyakitkan hati. Kalau rasa sakit yang dia rasakan di kala gurunya melakukan perbandingan antara dirinya dengan kedua kakaknya, ada di level lima, untuk ucapan mamanya tentu saja rasanya lebih sakit seperti tertusuk pisau yang sangat tajam, dan bila diberi level, rasa sakit itu mencapai level 10.
Nathan mengepalkan kedua tangannya dan menoleh ke arah mamanya. " Ma, tidak bisakah sekali saja Mama tidak membandingkan aku dengar kak Angga dan kak Arsen? Aku bukan mereka dan aku tidak dak mau menjadi seperti mereka, karena aku ingin menjadi diri sendiri. Dan untuk masa depan, Siapa yang bisa tahu dengan masa depan, bahkan Kak Angga dan kak Arsen juga tidak akan tahu dengan masa depan mereka. Tapi, yang bisa aku pastikan, kalau aku tidak akan menjadi benalu di keluarga ini,Ma!" ucap Nathan dengan tegas dan penuh percaya diri.
"Cih, bagaimana bisa kamu seyakin itu? Emangnya kamu bisa apa? yang kamu bisa hanya membuat malu keluarga ini. Kamu mana pernah membuat keluarga ini bangga," Murni berucap dengan nada yang semakin terdengar sinis.
"Aku pernah membuat bangga, Ma. Bukan hanya pernah, tapi sering. Hampir setiap event melukis yang aku ikuti, aku selalu menjadi juara pertama, tapi kalian sama sekali tidak pernah menganggap itu suatu kebanggaan. Mama dan Kak Angga selalu mencemoohku dan mengatakan kalau menang dalam melukis itu sama sekali tidak ada gunanya. Apa tolak ukur yang menjadi sebuah kebanggaan buat Mama hanya berprestasi di bidang akademik?" ucap Nathan berusaha untuk menekan suaranya agar tidak terdengar emosional.
"Buat apa bangga dengan hanya juara melukis saja? sama sekali tidak ada gunanya. Di perusahaan besar atau di instansi pemerintahan, bakat melukismu sama sekali tidak diperlukan. Paham kamu! dasar anak tidak tahu diri, dikasih tahu malah membanggakan hal yang tidak pantas untuk dibanggakan," ujar Murni dengan sinis.
Nathan kembali mengepalkan tangannya, berusaha keras agar tidak meluapkan amarahnya, karena bagaimanapun wanita yang sedang memandang rendah dirinya itu adalah mamanya sendiri.
"Ada apa lagi ini,Mah? apa si bodoh itu berulah lagi?" tiba-tiba terdengar suara Angga, kakak laki-laki pertama Nathan. Pria itu terlihat meletakkan tas kerjanya di atas meja dan melonggarkan dasinya. Pria itu baru saja pulang dari kerja. Ya, pria yang tidak kalah tampan dari Nathan itu, sudah bekerja di sebuah perusahaan besar dan mempunyai jabatan tinggi yang tentu saja memiliki penghasilan yang sangat besar perbulannya.
"Ya, seperti biasa! wali kelasnya, menghubungi Mama, mengabari kalau nilai ulangannya tidak ada perkembangan sama sekali." jawab Murni sembari tersenyum sumringah menyambut sang anak sulung. Senyum yang tidak pernah Nathan lihat untuknya.
"Mau jadi apa kamu? itu masih ulangan, belum ujian. Kenapa sih kamu memiliki otak yang sangat lamban? entah siapa yang kamu tiru. Almarhum papa cerdas dan berprestasi pada zamannya, aku dan Arsen juga. Nah kamu? kamu benar-benar seperti bukan anak __"
"Stop! Kak tolong jangan bandingkan aku dengan kalian berdua lagi. Aku juga tidak mau seperti ini. Otakku sama sekali tidak lamban, tapi aku tidak seperti kalian berdua yang dari kecil sudah diberikan guru privat, di leskan ke sana kemari. Sedangkan aku? mulai dari kecil,aku sama sekali tidak mendapatkan hal seperti itu," ucap Nathan dengan mata memerah. Sekuat tenaga pemuda itu berusaha untuk tidak menangis, karena dirinya sudah berjanji dalam hati untuk tidak pernah menangis lagi di depan mama dan kedua kakaknya.
"Kamu tahu, kenapa kamu tidak mama Carikan guru privat? itu karena mama tidak mau uang mama terbuang sia-sia untuk membayar gurunya, sementara otak kamu sangat lambat menerima pelajaran. Lebih baik uang itu mama gunakan untuk perawatan mama," ucap Murni dengan lugas tidak peduli dengan rasa sakit yang dirasakan oleh Nathan mendengar kata-katanya itu.
"Benar sekali! kalau bukan karena pesan papa untuk menyekolahkanmu, tidak sudi aku menghabiskan uang untuk membayar uang sekolahmu," Angga menimpali ucapan mamanya, tanpa berpikir apakah kalimatnya itu menyakiti hati Nathan atau tidak.
"Uang sekolahku bukan dari kakak maupun Mama. Tapi, itu uang peninggalan Papa. Papa yang membuat asuransi pendidikanku sampai aku jadi mahasiswa nanti," ujar Nathan menentang keras ucapan Angga kakaknya.
"Oh, sudah berani jawab kamu sekarang ya? dasar anak tidak tahu diri. Seandainya aku bisa meminta, aku tidak mau punya adik seperti kamu,"
" Apa kamu kira aku sangat ingin memiliki Kakak seperti kamu? kalau bisa meminta juga, aku bahkan sangat tidak ingin lahir di tengah keluarga ini. keluarga yang tidak pernah menghargai sekecil apapun usahaku," sahut Nathan yang sama sekali tidak menyebut Angga kakak lagi.
"Brengsek! dasar anak tidak tahu diri. Sudah mulai lancang kamu ya sekarang? masih makan di rumah ini aja kamu sudah berani membangkang," umpat Angga dengan rahang yang mengeras dan nada suara yang berapi-api.
Nathan tidak menjawab lagi, walaupun sebenarnya dia ingin sekali membantah ucapan kakak sulungnya itu. Pria itu memutar tubuhnya dan memutuskan untuk meninggalkan mama dan kakaknya
"Nathan! mau kemana kamu?aku belum selesai bicara!" Angga meninggikan suaranya merasa geram melihat sikap Nathan yang sama sekali tidak menghormatinya.
Nathan tidak menggubris panggilan kakaknya. Pemuda remaja itu terus saja melangkah masuk ke dalam kamarnya.
Setelah berada di dalam dan langsung mengunci kamar dari dalam, Nathan langsung merebahkan tubuhnya, terlentang di atas ranjang. Mata pria itu menerawang menatap langit-langit kamarnya.
"Benar kata Kak Angga, kenapa aku bisa berbeda dengan mereka? almarhum papa orang yang cerdas. Kedua kakakku juga. Bahkan mama juga cerdas, tapi kenapa aku tidak? batin Nathan dengan wajah sendu.
"Arghh,bodo amat. lebih baik sekarang aku mandi dan keluar mencari ketenangan di luar sana," Nathan bangkit berdiri dan berjalan masuk ke kamar mandi. Ingatan tentang Renata yang akan keluar malam ini, tiba-tiba mengusik pikirannya.
"Bisa saja Renata pintar dalam akademik, tapi ternyata dia bisa jadi bodoh hanya karena cinta," Nathan merutuki kebodohan Renata.
Tidak berselang lama, Nathan tampak sudah terlihat segar dan juga sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian casual.Setelah dirasa sudah siap untuk pergi, Nathan keluar dari dalam kamar dan memutuskan untuk pergi untuk mencari udara di luar sana.
"Kamu mau kemana?" tiba-tiba Arsen kakak keduanya mencegat Nathan.
"Aku mau mencari udara di luar, Kak," jawab Nathan santai.
"Emm, apa kamu punya uang?" tanya Arsen lagi.
"Kalau aku jawab 'ada', itu berarti aku berbohong, tapi aku juga tidak mau bilang tidak ada, karena aku masih memiliki sedikit uang sisa uang jajanku," jawab Nathan .
"Nih, uang tambahan buat kamu. Kamu hati-hati di luar!" ucap Arsen sembari memasukkan beberapa lembar uang ke dalam saku Nathan.
" Sudah! sekarang kamu bisa pergi. Ingat agar jangan sampai pulang kemalaman," lanjut Arse kembali
Ya,Arsen adalah kakak kedua Nathan. Sikap Arsen memang tidak sekasar Angga, tapi pria juga tidak bisa dikatakan lembut.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Andi Fitri
anak2 punya kelebihan dan kekurangan masing2 jgn di banding2 kan bisa jdi anak yg kita bangga2kan justru melupakan kita kelak dan yg kita sia2 kan yg menyayangi kita..gmn saudaranya mau baik pada adiknya lah didikan ibunya gtu.. keren karya author 👍👍👍
2023-08-21
0
Yeni Eka
saudara nya cowok semua itu?
keren Mak cerita nya, ini pasti tentang kisah seseorang meraih kesuksesan ya
2022-06-15
1
Elisabeth Ratna Susanti
selalu mantap karya kamu deksay 😘
2022-05-04
1