Hari berlalu begitu cepat. Sekarang adalah hari pertama ujian akhir nasional, tingkat Sekolah menengah Atas, tidak terkecuali sekolah tempat Nathan dan Renata.
Nathan terlihat serius mengerjakan semua soal yang ada di depannya. Pemuda itu terlihat sangat santai seakan barisan soal-soal itu sangat gampang baginya. Hal yang sama juga terlihat pada Renata. Gadis itu tampak tenang seperti tidak ada beban sama sekali.
Tiba-tiba Renata merasa seperti ada yang melempar tubuhnya dan gadis itu langsung menoleh ke arah dari mana datangnya lemparan itu. Dari mana lagi kalau bukan dari arah di mana Tania duduk.
Renata membaca pergerakan mulut Tania dan dia tahu kalau Tania meminta jawaban soal-soal itu, dan seperti biasa, Tania meminta jawaban secara keseluruhan. Renata tersenyum dan membentuk jarinya dengan huruf 'o' yang berarti ok.
Tidak kurang dari lima belas menit, Renata kembali melemparkan sebuah kertas yang bisa dipastikan berisi jawaban yang diminta oleh Tania.
Hal itu seperti itu terjadi selama seminggu atau sampai ujian selesai.
"Akhirnya ujian akhir selesai juga," ucap Renata menghela napas lega.
"Iya, terima kasih ya sudah membatuku," ucap Tania basa-basi.
"Ah, jangan seperti itu. Kan emang udah biasa dari dulu aku membantumu," ucap Renata sembari menyelipkan senyum manisnya.
"Hehehehe, iya. Kalau bukan karena kamu, mungkin aku tidak akan bisa mendapatkan nilai-nilai yang bagus,"
jawab Tania lagi.
"Jadi, kamu mau kasih aku apa nih? selama ini kan bukan hanya ujian saja yang aku bantu, tapi juga tugas-tugas di rumah, aku juga bantu," ucap Renata seperti menuntut.
Tania mengerenyitkan keningnya, merasa tidak suka pada ucapan Renata yang seperti menuntut sesuatu darinya.
"Kenapa kamu jadi seperti perhitungan seperti ini? apa yang bisa aku kasih ke kamu? semuanya kan udah kamu miliki."
Renata tertawa renyah. "Kenapa kamu bawa serius? aku kan hanya bercanda. Lagian kan emang udah terbiasa, aku yang selalu ngasih sesuatu ke kamu," Renata menyelipkan sebuah sindiran di dalam ucapannya.
"Kamu nyindir aku ya?" emosi Tania mulai terpancing.
"Siapa yang lagi nyindir sih, Tan? kamu kok baperan begini ya? kan yang aku bilang itu kenyataan,"
"Iya, benar, tapi nggak usah pakai diomongin kali," terlihat jelas kalau Tania sekarang tengah sangat kesal.
"Iya, maaf!" ucap Renata, berusaha mengalah karena menurutnya belum saatnya dia menunjukkan pembalasanya.
"Udah ah,aku kesal sama kamu!" Tania berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Renata.
"Tania, kenapa aku ditinggal?maaf!" teriak Renata yang masih tetap berdiri di tempatnya dan tidak ada niat untuk mengejar sahabat bermuka dua itu.
Ketika dirinya berbalik hendak pergi, berlawanan arah dengan Tania, gadis itu kaget dengan melihat sosok Roby yang ternyata sudah berdiri di belakangnya.
"Lho, Beb, sejak kapan kamu berdiri di belakangku?" Renata memasang senyum termanisnya, walaupun sebenarnya senyumnya itu palsu.
"Belum lama. Baru aja kok. Kenapa dengan Tania? kamu berantem ya dengan dia?" tanya Roby sembari menatap ke arah perginya Tania.
"Nggak kok. Dia hanya lagi sensitif aja. Mungkin dia lagi datang bulan makanya bisa begitu," sahut Renata santai.
"Emangnya kamu bilang apa padanya? apa kamu melontarkan kata-kata yang membuatnya tersinggung?"
"Nggak ada sama sekali. Aku hanya bilang kenyataan kalau selama ini aku selalu membantunya dan memberikan sesuatu padanya, dan dia tidak pernah sama sekali. Itu aja kok,"
"Dan kamu pikir apa yang kamu bilang itu nggak menyakitkan? itu termasuk penghinaan pada Tania, Renata." Roby mulai berbicara dengan nada yang emosional.
"Lho, kenapa kamu kenapa emosi begitu? dan sejak kapan kamu panggil aku nama aja? dan apa kamu memang perlu semarah itu?" Renata mengrenyitkan keningnya, pura-pura bingung, padahal dia tahu jelas alasan Roby bereaksi seperti itu.
"Tentu saja aku marah. Dia itu sahabatmu kan? apa menurutmu, kata-katamu itu cocok disebut sebagai seorang sahabat? aku benar-benar kecewa denganmu. Udah gitu, kamu nggak inisiatif ngejar dia dan minta maaf lagi," Roby semakin terlihat emosional.
"Beb, sudah ya, jangan marah-marah dulu! kita baru saja selesai ujian, seharusnya kita merayakannya, bukan berantem akan hal yang tidak penting seperti ini," ucap Renata masih berusaha untuk sabar.
"Hal yang tidak penting kamu bilang? sudah ya, aku benar-benar kecewa sama kamu. Aku nggak nyangka, ternyata bukan wajahmu aja yang jelek tapi ternyata hatimu juga. Mulai sekarang sebaiknya kita putus saja. Aku tidak mau punya pacar seperti kamu. Kalau jelek di wajah setidaknya attitude jangan ikut jelek," ucap Roby dengan sarkastik dan eksplisit, tanpa peduli apakah Renata sakit hati atau tidak. Bagi, pemuda itu, hari ini adalah moment yang tepat untuk mengakhiri hubungannya dengan gadis berkacamata tebal yang dia anggap tidak pantas untuknya itu. Roby memanfaatkan sikap Renata pada Tania barusan.
Renata terdiam, tidak ada niat untuk merengek-rengek memohon agar Roby menarik kembali keputusannya. Jauh di dalam lubuk hatinya gadis itu merasa kesal, karena kata putus tidak lebih dulu dari mulutnya.
"Sial! kenapa diam yang minta putus sih? harusnya kan aku, biar ada sejarah di mana ada gadis jelek dan culun memutuskan hubungan dengan seorang pemuda tampan. Gagal deh aku membuat sejarah," Renata menggerutu di dalam hati.
"Baiklah, kalau memang itu yang kamu mau," ucap Renata mengiyakan, hingga membuat Roby terkesiap kaget. Awalnya,dia mengira kalau Renata akan merengek-rengek tidak mau diputuskan olehnya.
"Kenapa kamu dengan mudahnya mengiyakan?" Roby tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya.
"Jadi, maksudmu aku harus merengek-rengek gitu? buat apa, Rob? walaupun aku jelek, seperti yang kamu bilang, aku masih punya harga diri. Apa kamu kira hanya orang cantik aja yang punya harga diri?" jawab Renata yang membuat Roby semakin kaget, tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"Lagian ya, aku juga merasa kalau hubungan kita selama ini tidak sehat. Aku merasa hubungan kita hanya searah saja, padahal hubungan yang baik itu harus dua arah. Ini, hanya aku saja sepertinya yang antusias dalam hubungan kita selama ini. Jadi, seperti yang kamu bilang, kita putus saja. Aku pergi dulu ya!" pungkas Renata, sembari berlalu pergi meninggalkan Roby yang terpaku, shock dengan perubahan sikap gadis yang selama ini terlihat sangat mencintainya itu.
Sementara itu,ada sepasang mata yang memerah, melihat interaksi Roby dan Renata dari jauh.Siapa lagi pemilik mata itu kalau bukan Nathan. Pria itu tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan oleh kedua sejoli itu. Nathan mengira kalau Renata masih memainkan perannya seakan-akan masih sangat mencintai Roby dan hal itu benar-benar menimbulkan perasaan tidak suka dan kesal di hati pria itu.
"Hayooo, kamu lagi lihat siapa? lihat mereka ya?" Bastian menepuk pundak Nathan hingga membuat pemuda itu terjengkit kaget.
"Kamu ngagetin aja! aku tidak melihat siapa-siapa!" sangkal Nathan sembari mengalihkan tatapannya ke tempat lain.
"Kamu jangan bohong! kamu lagi liatin Renata sama Roby ya? kamu cemburu ya?" tukas Bastian, meledek.
"Kamu jangan bicara yang aneh-aneh! aku tidak suka sama dia!" sangkal Nathan sembari berlalu pergi.
"Woi, Nathan! kenapa kamu berdua ditinggal?" Bastian dan Dava berlari menyusul Nathan.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
top 👍
2022-05-31
1
Putu Suciptawati
lanjut lanjut
2022-05-16
1
Entin Fatkurina
nathan cemburu ini, lanjut lanjut lanjut lanjut lanjut lanjut lanjut lanjut
2022-05-15
0