Matahari kini sudah mulai menenggelamkan diri, dan kembali ke peraduannya. Langit yang tadinya berwarna jingga kemerahan kini sudah berubah gelap, karena rembulan dan bintang-bintang sudah datang menyapa.
Di sebuah balkon kamar, tampak seorang wanita setengah baya yang tidak lain adalah Naura tengah duduk dan tatapannya terlihat kosong seperti sedang memikirkan sesuatu. Jujur saja, perkenalannya dengan pemuda bernama Nathan meninggalkan banyak tanya di dalam hatinya. Ada sesuatu perasaan ingin memeluk pemuda itu yang berkali-kali berusaha untuk dia sangkal. Ada perasaan sedih dan senang yang bercampur menjadi satu ketika dia melihat sosok Nathan.
"Sayang, aku cariin dari tadi, ternyata kamu di sini." tiba-tiba seorang pria yang tidak lain adalah Rehan suaminya sudah berdiri di samping Naura. Namun Naura sama sekali tidak terganggu dengan kehadiran Rehan karena wanita itu masih sibuk dengan segala pertanyaan yang ada di pikirannya.
"Sayang, kamu dengar aku nggak?" Rehan menyentuh punggung Naura dengan lembut, hingga membuat Naura terjengkit kaget.
"Astaga, ngagetin aja. Kenapa kamu datang nggak bilang-bilang sih, Pah?" Naura mengelus-elus dadanya.
"Kamu aja yang nggak dengar. Apa ada yang menggangu pikiranmu?" tanya Rehan antusias.
"Emm, tadi Nicholas bawa seorang pemuda yang masih remaja Pah, namanya Nathan. Entah kenapa, aku merasa seperti memiliki hubungan dengan anak itu. Hubungan apa, aku tidak tahu sama sekali karena setiap kali aku mengingat nama itu,kepalaku langsung sakit," jelas Naura. "Yang paling membuat aku bingung, dia pintar melukis sepertiku,dan setiap aku melihat wajah dan sorot matanya aku seperti ingin menangis. Aku bingung Pah, dengan apa yang kurasakan. Aku udah berulang kali menyangkal perasaanku, tapi tetap tidak bisa. Kenapa aku bisa seperti itu ya, Pah? padahal ini pertama kalinya aku melihat dia?" terlihat titik sendu pada sorot mata wanita itu.
"Jangan terlalu dipikirkan, Sayang. Nanti kepalamu sakit lagi. Mungkin itu hanya perasaan kamu saja. Aku yakin kalau kamu pasti tidak ada hubungannya dengan teman Nicholas itu," ucap Rehan untuk menghilangkan apa yang ada di pikiran Naura. Namun walaupun dia berkata seperti itu, pria setengah baya itu sangat penasaran dengan sosok Nathan.
"Mungkin juga, Pah," Naura menganggukkan kepalanya. "Oh, ya Pa, tadi aku sempat lihat lukisannya,dia benar-benar sangat berbakat. Lukisan sederhananya terlihat sangat mahal dan penuh makna. Aku memutuskan untuk meminta dia melukis lagi dan aku akan pamerkan di galeriku. Aku yakin, lukisannya nanti akan banyak yang melirik," Naura kini sudah kembali ceria.
Ya, setelah Nicholas tadi menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, Nathan kembali masuk ke dalam rumah dan meminta maaf dengan alasan dia sedang banyak pikiran. Kemudian pria remaja itu sempat menunjukkan lukisan yang dia punya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari berganti hari, kini hari Senin kembali datang menyapa, dan waktunya kembali ke sekolah.
Nathan berjalan seperti biasa. Wajah datar, sorot mata dingin dan satu lagi kedua tangan yang selalu masuk ke dalam celana sekolahnya.
Ketika hendak berbelok, pemuda itu hampir saja berbenturan dengan tubuh gadis berkaca mata tebal, siapa lagi dia kalau bukan Renata. Kali ini bukan karena Nathan yang tidak memperhatikan jalan, tapi murni karena Renata yang tidak fokus.
"Kamu lagi! kenapa sih aku selalu sial setiap bertemu denganmu?" ucap Renata dengan ketus.
"Bukan cuma kamu saja, semua orang yang bertemu denganku memang akan selalu sial. Puas kamu!" sahut Nathan dengan sudut bibir yang sedikit naik ke atas. Sinis, ya itu lah sebutan untuk ekpresi yang ditunjukkan oleh pria itu sekarang.
"Bagus deh, kalau kamu sadar diri. Asal kamu tahu, kesialanku juga bukan hanya ini saja, tapi, gara-gara sikap kamu malam itu di klub, Roby jadi bersikap dingin padaku."
"Bagus dong kalau begitu," sahut Nathan santai dengan ekspresi yang kembali datar.
"Bagus? bagus apanya? kamu memang berniat menghancurkan hubungan kami kan?" Renata terlihat sangat marah sekarang.
"Menghancurkan? apa gunanya aku menghancurkan hubungan kalian berdua? aku rasa tidak ada untungnya bagiku,"
"Kenapa tidak ada? aku tahu rencana kamu, Nathan. Kamu sengaja ingin buat hubungan kami hancur, lalu aku akan patah hati sehingga tidak bisa konsentrasi dalam belajar. Kamu ingin nilai ujian akhir kami jeblok kan, ayo ngaku!" tukas Renata dengan sangat yakin.
Nathan berdecak sembari menggelengkan kepalanya mendengar tuduhan wanita di depannya itu. Kemudian pria itu mengangkat bahunya dan memutuskan untuk berlalu pergi dari hadapan Renata, karena menurutnya tidak ada gunanya jika dia terus meladeni gadis itu.
"Hei, Nathan, aku belum selesai bicara! kamu tidak pernah diajari orang tuamu ya, tentang sopan santun, makanya kamu nggak sopan seperti ini!"
Nathan tiba-tiba menghentikan langkahnya dan kembali berbalik menatap Renata dengan tatapan penuh amarah, hingga membuat Renata menelan ludahnya sendiri dan sedikit ketakutan.
Nathan berjalan kembali mendekati Renata, dan Renata memberanikan diri untuk tetap berada di tempatnya. Gadis itu ingin menunjukkan kalau dia tidak takut sama sekali dengan Nathan.
"Aku ingatkan kamu, jangan sekali-sekali kamu membawa-bawa nama orang tuaku. Kamu sama sekali tidak punya hak untuk itu. Bagaimana kalau aku mengatakan,apa kamu tidak diperhatikan oleh orangtuamu yang membiarkanmu kelayapan di club,apa kamu bisa menerimanya?" ucap Nathan dengan napas yang memburu.
Renata terdiam dan tidak berani berkata-kata lagi. Wajah wanita itu kini sudah terlihat pucat.
"Satu lagi, jangan terlalu cinta pada seseorang. Cinta boleh, tapi jangan berlebihan karena yang berlebihan itu tidak baik. Kecuali kamu mencintai orang yang benar. Coba kamu selidiki lagi,apa Roby itu orang yang pantas kamu berikan cintamu? jangan sampai menyesal nanti!" pungkas Nathan sembari beranjak pergi meninggalkan Renata.
Renata yang merasa tidak puas, kembali ingin mengejar Nathan dan bertanya apa maksud perkataan pria itu. Namun seketika dia urungkan karena kedua matanya menangkap sebuah pemandangan di mana dia melihat sosok Roby yang sedang berjalan beriringan sembari tertawa bersama dengan Tania.
"Mau ngapain mereka ke atas?" batin Renata dengan alis yang bertaut melihat kedua orang yang dekat dengannya itu menaiki anak tangga.
"Aku tidak boleh curiga dulu. Mungkin saja Tania mau membantuku bertanya pada Roby kenapa dia berubah dingin. Tania kan sahabatku, tidak mungkin dia menusukku dari belakang," Renata tersenyum sembari mengangguk-anggukan kepalanya, menghalau pikiran negatifnya. Ya, tadi Renata sempat uring-uringan dan curhat pada Tania tentang sikap Roby yang tiba-tiba berubah.
Renata memutuskan untuk berbalik dan hendak pergi. Namun tiba-tiba dia mengurungkan niatnya dan seketika merasa penasaran dengan dua orang yang dekat dengannya itu.
"Apa sebaiknya aku menemui mereka atau membiarkan Tania berbicara baik-baik dengan Roby? Arghh sebaiknya aku biarkan Tania bicara berdua dengan Roby. Aku yakin, Tania pasti bisa membantu menyelesaikan masalah yang aku tidak tahu apa,"
Tbc
Bantu Vote, like dan komen ya guys.Thank you🙏🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Yeni Eka
nah loh ketahuan deh busuknya si Roby
2022-06-17
0
Elisabeth Ratna Susanti
up, up, up 😍😍😍😍
2022-05-29
1
Priska Jacob
renata coba selidik sendiri kekasih dan sahabat mu, apa sesuai dengan pikiranmu?
2022-05-11
2