"Wah, indah banget di sini." Re terpukau memandang sungai Tiber yang menggenang di bawah kakinya di atas jembatan Ponte Sant'Angelo yang merupakan jalur masuk ke suatu Kastil yang sekarang sudah beralih menjadi museum. Sepanjang jembatan ada patung-patung manusia bersayap yang digambarkan sebagai sosok malaikat. Oleh karena itu jembatan ini dikenal dengan nama Bridge of Angel.
Pancaran sinar dari bola-bola lampu menyemarakkan suasana jembatan pada malam ini semakin melebarkan senyum kagum Alena yang berdiri di samping Re ikut memangku kedua tangannya di atas pagar jembatan.
"Iya, indah banget," balas Alena. "Kenapa kamu ngajak aku ke sini?" tanyanya.
Alena mengernyit heran saat baru saja ia keluar dari kamar mandi apartemen, tiba-tiba saja Re melempar jaket milik Alena pada gadis itu dan menyeret lengan Alena untuk mengikuti langkahnya sampai mereka ada di jembatan ini. Alena tak membantah dan hanya pasrah saja diseret begitu. Asalkan sama Re, Alena mau ikut kemana saja.
Re tersenyum memandang genangan air yang begitu tenang sepanjang aliran sungai ini. "Tadi Gara sama Mas Jun malah mager aku ajakin ke sini. Yaudah aku seret kamu aja buat nemenin aku," jawabnya, tak sadar.
Aku? Alena melipat bibir ingin menjerit sekeras-kerasnya sekarang tapi ia tak bisa dan malah tersalurkan pada tangan yang semakin mengeratkan genggaman pagar jembatan. Re menggunakan lagi kata sapaan aku-kamu pada Alena. Ah, Alena sangat menyukainya dan tidak akan mengingatkan Re untuk kembali menggunakan kata lo-gue.
"Kamu ngeliatin apa, sih?" kernyit Alena menatap Re dari samping yang sedari tadi fokus menatap aliran sungai.
"Seseorang."
Alena menelengkan kepala dan ikut memandang apa yang Re lihat namun ia tak menemukan siapa-siapa apalagi di atas air sungai, mana ada orang yang bisa berdiri di atas air seperti itu. Apa jangan-jangan Re bisa melihat setan Romawi kali, ya? Kastil ini kan makam seorang Kaisar pada jaman Romawi Kuno. Bulu kuduk pun Alena berdiri.
"S-siapa? Nggak ada siapa pun Re di sana," sangsi Alena, merinding.
"Ada, cuma kamu nggak bisa ngeliat dia aja," balasnya.
Tuh, kan! Re ngomongin apaan? Alena semakin bergidik.
"Siapa, sih, yang kamu liatin dari tadi? Jangan nakutin, dong," gumamnya menggertakkan gigi.
Re langsung terkekeh dan menoleh ke kiri di mana Alena berada. "Aku lagi nggak ngeliat—" Omongannya terhenti dan Re mengerjap.
Loh? Kok pake aku-kamu? Re menggeleng cepat dan mengembalikan pandangan pada aliran sungai. Biarlah, sekali-kali. Emang Gara yang doang yang bisa pake aku-kamu, Re mencibir. Ia juga bisa.
"Ada pacar aku di sana," jawabnya pelan.
Kalau tahu Re akan mengatakan itu, Alena takkan mau bertanya. Sekarang ia sangat menyesal dan napas Alena tertiba sesak. Hatinya mencelis jadi beberapa bagian tanpa Re tahu. Percuma saja Re gunakan aku-kamu pada Alena kalau hatinya malah terpaut pada gadis itu.
"K-kok bisa ada di sana?" tanya Alena melawan kesesakan di dadanya.
Re tautkan dua jemari di atas pagar jembatan dengan dua lengannya yang tertekuk dan sedikit ia condongkan badannya, mencari posisi yang nyaman untuk bercerita. "Ya, bisa aja. Kan aku bilang kamu nggak bakal bisa lihat."
Di matanya, Re dapat melihat sosok gadis yang berlarian dan tertawa sembari menekuk jemarinya mengajak Re untuk ikut bersamanya. Gadis itu terus berusaha menarik-narik lengan Re di saat Re hanya bisa diam dan diam dalam bayangannya, namun senyuman kecil terukir di bibirnya sembari terus memperhatikan gadis berambut gelombang itu.
"Katanya dia mau ke sini pas liburan sama aku. Aku nggak percaya kalau tempat ini bagus dan aku nolak mentah-mentah ajakannya. Dan sekarang aku nyesel, tempat ini emang bagus banget," ujarnya yang hanya bisa didengarkan oleh Alena.
"Kenapa kalian nggak jadi ke sini bareng?" tanyanya menatap lurus wajah Re dari samping.
"Dia hilang." Alena terperangah menatap simpatik Re. "Aku nggak tahu dia di mana. Udah setahun aku nggak pernah lihat muka dia lagi semenjak Festival Seni."
23 Feb 2016 – 16.05. Renggana, semangat ya latihannya! Maaf aku nggak bisa nemenin kamu latihan aku lagi belajar bareng temen aku.
24 Feb 2016 – 08.07 Re ... udah makan belum? Nanti kamu sakit. Aku sayang kamu.
27 Feb 2016 – 09.23 Re, kamu lagi apa? Aku kangen banget sama kamu. Love you.
Re terus men-scroll up pesan dari media sosial Line yang selalu dipenuhi chat darinya. Re selalu membalas singkat semua pesan itu.
Hanya dengan kata, ya, tidak, belum, dan kembali lagi ke ya. Re tidak bermaksud mengabaikannya tapi ia memang tidak berniat untuk membalas semua pesan itu.
Tepukan keras itu mengejutkan Re saat ia sedang duduk di ruang tunggu bagi peserta Festival.
Wajah lelaki yang begitu tenang hadir di penglihatannya. "Re! Ayo tinggal satu nomor urut lagi," ajak Gara yang sudah berdandan serapi mungkin untuk menampilkan bakatnya.
Re hanya bisa tersenyum dan mengacungkan tanda okey. Perasaannya masih kalut hingga ia lupa caranya membalas sapaan dari orang lain. Gara mengangguk mengerti dan keluar meninggalkan ruangan lalu bergabung dengan temannya yang lain.
Ting!
05 Mar 2016 – 14.05 Semangat, Re! Jadi juara satu lagi, ya! Maaf aku nggak bisa nonton pertunjukkan kamu. Aku selalu dukung kamu dari sini.
Love you, Re❤
Bahkan, ia masih tak sanggup membalas perkataan itu setelah satu tahun bersama.
Re tak pernah sadar bahwa gadis yang telah dipacarinya itu selalu memberikan perhatian padanya. Re tak pernah menyadarinya dan selalu mengabaikan perasaan gadis itu.
Bahkan, ia tak pernah mengatakan ia sayang pada pacarnya satu kali pun. Re memang masih belum bisa mengakui hal itu. Pikirannya masih melayang memikirkan gadis lain. Ia tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ia masih merindukan sosok gadis yang sudah 9 tahun mereka tak pernah bertemu.
Tapi, hanya gadis ini yang selalu ada bersamanya. Gadis yang masih saja bertahan dari semua sikap ketidakpeduliannya. Gadis yang tak pernah menyerah dan selalu setia pada Re.
Kehidupan harus terus berjalan. Re tak bisa terus menerus menoleh ke belakang dan berharap pada sebuah ketidakpastian di saat suatu yang sudah jelas pasti ada di depan matanya.
Re harus melanjutkan hidup dan harus menutup buku lamanya. Ia harus bisa membuka hati pada gadis ini. Bagaimana pun, gadis ini begitu tulus mencintainya sampai rela bertahan dicampakkan oleh Re selama satu tahun.
05 Mar 2016 – 14.10 Love you too, Ara.
Dan untuk pertama kalinya, ia membalas perasaan gadis itu.
Re menghembuskan napas panjang di atas jembatan. "Aku pikir, semuanya bakal berjalan baik-baik aja setelah itu. Aku udah berani ngambil keputusan buat bales perasaan dia karena itu emang perlu pertimbangan yang mateng. Omongan itu harus dipertanggung jawabin. Apalagi omongan cowok.
"Tapi, di saat aku udah bisa buka hati aku buat dia. Dia malah pergi gitu aja."
Alena terus mendengarkan berusaha sekuat tenaga untuk tidak berpaling dan pergi dari cerita yang begitu menyesakkan dadanya ini. "Pergi? Maksudnya?"
Re mengerutkan kening, kembali mengingat kenangan yang menyesakkan.
Saat Re baru saja mendapat gelar juara satu dengan senyuman mengembang di wajahnya, ia langsung mendapat pesan dari pacarnya. Ia pikir, gadis itu akan menanyakan bagaimana hasil perlombaan Re atau akan kembali memberinya semangat seperti biasanya. Tapi apa yang ia baca dari layar ponselnya, Re sungguh ingin mati saja.
05 Mar 2016 – 16.09 Re ... kenapa kamu baru bilang sekarang? Aku udah lelah, Re. Dan ternyata selama ini aku salah, aku nggak suka sama kamu tapi sama Fakhri temen belajar aku. Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Bye.
Re menggeram dan tanpa berpikir langsung membanting sekeras mungkin ponselnya ke lantai hingga layarnya retak dan baterainya pun meloncat entah kemana. Gara berusaha menenangkannya walau itu sama sekali tak membuahkan hasil. Re langsung mengerang sekeras mungkin merasa bahwa ia sedang dipermainkan.
Hatinya sakit. Seperti ada tombak yang baru saja menusuk dan terus tertancap di sana. Ia sudah berharap banyak pada gadis itu tapi gadis itu malah pergi dan mengatakan menyukai lelaki lain?
Apa? Jadi mereka sudah saling mengenal selama gadis itu masih menjadi pacarnya?!
Gadis itu yang kata bahwa ia akan menunggu Re hingga Re mampu terlepas dari jeratan masa lalunya. Namun saat ia sudah mampu untuk membalas, gadis itu malah mencampakkannya dan ternyata menusuk dari belakang. Re sudah tidak mengerti lagi. Re tidak akan mau putus dari dia sampai gadis itu hadir dan menjelaskan alasannya mengapa.
"Dia bilang suka sama cowok lain terlebih cowok itu sekelas sama aku. Aku pikir, besoknya aku bakal bisa minta kejelasan dari dia tapi ternyata dia sama Fakhri dinyatakan udah mengundurkan diri dari sekolah. Banyak gosiplah menyebar bahwa mereka berdua udah ngelakuin hal yang you-know lah."
"Iya, Re. Aku ngerti," sahut Alena.
Re langsung menoleh menatap Alena. Alena pun tatap balik Re tepat di matanya. "Aku udah cari dia ke rumahnya, ke tempat lesnya, tapi dia ilang. Aku juga cari Fakhri dan ternyata dia juga pindah rumah. Aku nggak tahu apa yang terjadi tapi aku nggak mau percaya sama kata orang yang gosipin mereka hal yang nggak jelas," geramnya.
"Kabar terakhir yang kamu dapet apa?" tanya Alena.
Re meneguk dan membuang wajahnya kembali menatap sungai. "Ada temen yang liat katanya dia keluar negeri. Udah, gitu doang. Aku nggak tahu dia di mana dan aku pengen ketemu sama dia."
Alena semakin merasakan nyeri di hatinya mendengar ketulusan dan golakan keyakinan Re yang percaya dengan gadis itu sungguh sukses mengoyak hatinya. Ia sembunyikan wajahnya dengan sebelah telapak tangan yang terangkat.
"Apa kamu ... sayang sama dia?" getir Alena menahan tangisan di matanya.
Re tertegun dan perlahan melirik Alena yang sudah membuang wajahnya. Entah mengapa Re jadi merasa bersalah melihat gadis itu.
Re usap rambutnya perlahan. "Sayang?" ulangnya. Re sudah lupa bagaimana rasanya disayangi dan menyayangi. Semuanya terasa hampa.
"Nggak tahu, deh. Bahkan aku nggak tahu apa arti kata itu. Yang aku tahu ... dia cuma harus dateng ke hadapan aku sekarang dan jelasin semuanya karena aku pikir, dengan dia ngelakuin itu, luka aneh yang selalu bikin batin aku tersiksa ini bisa tercabut dari hati aku."
Re meraup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya perlahan lewat mulut. Hatinya kembali merasakan kegilaan akan semua emosi yang terasa meluap ke permukaan. Marah, sedih, jengkel, merasa ini semua adalah hal yang konyol namun berakhir dengan kerinduan yang mendalam pada gadis kecil itu.
Tiap akhir dari semua pemikiran Re tentang pacarnya yang hilang, rasa rindu yang bergejolak akan teman semasa kecilnya itu malah mengambil kesempatan untuk masuk ke dalam pikiran Re lagi, lagi, dan lagi. Re tak pernah menangis jika memikirkan Ara, tapi ia bisa menangis jika memikirkan gadis kecil yang hanya tinggal memori itu.
Alena ikut meringis sakit mendengar erangan kecil Re yang kembali kerasukan permasalahan gadis itu. Cowok itu sekarang malah mencengkeram erat kepalanya dengan sebelah tangan berusaha menghilangkan pemikiran yang melandanya.
Andaikan Re tahu bahwa Alena adalah teman semasa kecilnya, apakah semuanya akan berubah? Alena memikirkan ini ribuan kali tiap ia berjalan bersama Re.
Tapi Alena masih tak yakin untuk menunjukkan jati dirinya. Ia merasa bahwa Re pun sudah tidak penasaran padanya. Re sungguh tidak peduli dengan keberadaannya bahkan namanya pun tidak Re butuhkan. Re tak pernah mencari tahu asal-usul Alena yang itu berarti bahwa Re benar-benar sudah tidak peduli lagi pada teman semasa kecilnya.
Alena hanya merasa bahwa menceritakan hal yang tidak ingin didengar orang lain itu sama saja dengan buang-buang waktu. Mau sekeras apa pun Alena teriakkan, Re takkan pernah mau mendengarnya.
Alena pikir itu semua percuma. Dan ia hanya berharap waktu dapat meluruhkan hati Re hingga ia menyadari bahwa Alena adalah teman semasa kecilnya. Alena izinkan waktu yang akan mengingatkan Re tentang dirinya.
Alena mengusap sekitar matanya yang tadi sempat meneteskan kesedihan lalu beralih pada Re dan meraih sebelah tangan cowok itu untuk ia turunkan ke atas pagar. Ia usap perlahan tangan dingin itu.
"Tenang ... tenangin diri kamu," ujarnya selembut permainan dawai yang begitu menenangkan hati Re. Cowok itu sekarang bisa mengatur pernapasannya kembali normal. Perlahan ia buka matanya dan menoleh pada Alena. Ia sedikit terkejut melihat sudut mata gadis itu yang memerah.
"Re ... siapa cewek yang kamu ceritain? Aku boleh tahu namanya?" Alena berhati-hati dalam berucap dengan harapan Re bisa membocorkannya.
Cowok itu menurunkan pandangan pada tangan kanannya yang masih teraliri kehangatan dari tangan Alena yang masih berada di sana. Menyadari itu, Alena cepat-cepat menarik tangannya kembali. Wajahnya pun memerah dan ia jadi salah tingkah.
Re mendengus geli melihat sikap Alena sebelum memutar tubuh dan bersandar pada pagar jembatan. Seraya ia menutup mata, ia sampaikan hal yang sangat ingin di dengar oleh gadis itu. Satu nama. Hanya satu nama tapi memberikan efek luar biasa hebat pada jantung Alena yang hampir mati kala mendengarnya.
"Raquel. Raquelia Amanda." Ini, sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Revina Darajati
JD bingung Ama ceritanya..kok Fahkri y..bukannya kemrnan itu Mash JD sahabat re y..
2023-09-14
0
Gloria VP
kenapa raquel 🙈🙈🙈kufikir putri 😁😁😁😁
2020-06-19
0