Bab 2

Kebanggaan paling tinggi yang ia punyai adalah berhasil membelikan dua mobil katering untuk ibunya. Tangisan haru yang mengalir dari mata Sang Ibu selalu menenangkan hati Re kala mengingatnya dan selalu bisa menjadi motivasi dirinya untuk terus berkarya dalam dunia musik yang memang ia gemari. Catatan keinginan selanjutnya yang harus ia lakukan adalah menaik-hajikan ibunya. Semoga Allah mengizinkan keinginannya itu. Aamiin.

Sudah hampir sepuluh tahun ia berkecimpung dalam dunia permusikan. Ia bisa memainkan berbagai alat musik, piano, gitar, biola, drum, dan kawan-kawannya setelah ikut les secara rutin, ikut ekskul musik di sekolah dan juga tergabung dalam perkumpulan pemain musik di lingkungan rumahnya.

Namun, kesempatan emas baru hadir tepat tiga bulan yang lalu saat tahun baru 2017. Sebelumnya, ia hanya senang menyanyi dari cafe ke cafe demi membayar hobi. Tapi sekarang, ia serius ingin benar-benar sukses dalam dunia ini. Menjadi musisi terkenal.

Juniar yang akrab disapa Mas Jun oleh Re, adalah teman, kakak, ayah, sekaligus manajer Re yang sangat perhatian. Bahkan, permintaan Re yang memang ia sadari sendiri termasuk permintaan tak masuk akal, Mas Jun bisa mengabulkannya. Seperti saat ini, ia benar-benar berhasil membawa gadis cantik yang kelihatan pintar di hadapannya.

"Re, gimana? Kerja gue bagus banget, kan?" sombongnya. Tangan Juniar yang merangkul Alena bisa merasakan getaran hebat dari pundak gadis itu. Ia pun menatapnya dan memberikan senyuman agar Alena bisa tenang dari kegugupannya.

Gadis itu berpakaian simpel. Hanya kaos belang lengan panjang disertai overall warna hitam. Rambut coklat gelapnya yang lurus ia biarkan terurai menghiasi punggungnya.

Re yang duduk bersila di atas sofa mengangguk-anggukan kepalanya.

"Ya, boljug," jawabnya sembari mempelajari gadis itu dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Cewek tulen seumuran dengannya adalah syarat utama agar bisa menjadi asisten pribadi Re. Re nggak mau punya asisten pribadi cowok. Nggak enak dilihat. Apalagi yang anunya nggak jelas. Dibilang cewek nggak bisa. Dibilang cowok bukan. Maunya kemana sih, tuh, anu? Re nggak suka yang nggak jelas kayak gitu.

Juniar mengembalikan pandangan pada Alena. "Na, kamu udah bisa kerja mulai hari ini. Seminggu lagi, kan, ujian, kamu belajar aja di sini. Laporin sama Om, kalau Re sampe ngelarang kamu buat belajar."

Ia lirik sekilas artisnya sebelum kembali menatap Alena. "Kalau bisa, sih, ajarin dia juga sekalian biar nggak jadi artis yang dicap bego," ucapnya sengaja dikeraskan biar Re dengar.

"Mas! Ngajak ribut, lo!" timpal Re mengerutkan keningnya. "Cuma gegara nilai ulangan Kimia gue kemarin dapet telinga monyet bukan berarti gue bego, kali," sambungnya.

Juniar mengangguk maklum. "Iya-iya. Orang pemes mah bebas," sindirnya yang dibalas putaran bola mata Re.

Ia tepuk pundak Alena. "Om duluan, ya. Tiati." Gadis itu mengangguk. Sembari berjalan meninggalkan Re, ia berseru, "Baek-baek lo sama keponakan manis gue! Awas sampe lecet." Tangannya terlambai pada dua makhluk di dalam kamar apartemen saat ia berada di mulut pintu.

"Heeh!" sahut Re sembari melambaikan tangan kanannya.

Pintu pun tertutup.

Deg-deg-deg. Detakan jantung Alena sudah tak bisa dikontrol lagi. Saking kencangnya, Alena jadi takut kalau Re sampai mendengar suara degup jantungnya.

Alena pengen teriak sekencang-kencangnya sekarang. Artis yang ia elu-elukan namanya sudah duduk manis di hadapan. Nggak ada yang ganggu, lagi. Biasanya banyak bodyguard yang dengan menyebalkannya menghalangi para penggemar buat bisa melihat lebih dekat dengan sang artis. Tapi kini, nggak ada pembatas apapun dan cuma ada dia dan Re saja dalam satu ruangan ini.

Nggak ada yang bisa nandingin rasa bahagianya Alena saat ini. Bisa nggak, sih, Alena pingsan dulu biar dramatis. Karena jujur, kaki Alena sudah lemas sejak awal memasuki kamar yang menjadi tempat tinggal Re.

Sosok penyanyi top yang selalu terlihat keren di layar kaca ternyata begini dia terlihat di belakang layar. Rambutnya acak-acakkan, cuma pakai kaos tumblr sama celana santai selutut. Alena kira, cowok ini bakal selalu dandan walaupun tidak tertangkap kamera.

"Lo ... bukan fans gue, kan?" Re mengawali percakapan.

Alena membasahi tenggorokannya. Re ngajak ngomong gue! Re ngajak ngomong gue! batinnya malah kegirangan duluan.

Ia hela napasnya panjang. "Bukan, kok," bohongnya.

Ia sudah diperingati oleh Om Jun agar mengaku saja sebagai bukan penggemarnya Re. Karena Re tidak mau yang jadi asisten pribadinya adalah penggemarnya sendiri. Bisa-bisa malah anteng ngeliatin Re alih-alih bekerja.

"Lo udah baca kontraknya, kan?" ingat Re tak melepas pandangan dari mata gadis itu yang unik menurutnya. Berbinar kelabu.

Alena mengangguk. "Ya. Apapun yang terjadi selama bekerja dan setelah habis masa kontraknya, asisten pribadi dilarang keras untuk membongkar keburukan artis pada siapapun dan pada media manapun. Jika melanggar, asisten pribadi harus membayar denda senilai yang telah ditetapkan," tuturnya dalam satu helaan napas membuat Re tercengang.

"Oh? Oh iya, kayak gitu isinya," balasnya oon, masih tercengang.

Re pun mengerjap dan mengambil remote TV yang ada di samping kakinya yang bersila. Ia julurkan remote itu tapi ia takkan bisa menonton bila seperti ini.

"Minggir, dong," titah pertamanya, lembut.

Alena masih belum paham apa maksudnya. "Hah?" sahut sekenanya.

Baru pertama kerja udah bikin Re naik darah. "Ming-gir," ulangnya penuh tekanan. Alena telah melakukan kesalahan yang besar karena tidak mengerti apa yang baru saja Re ucapkan.

Matanya terarah pada tangan Re yang terjulur membawa remote. Oh, barulah ia mengerti apa yang sebenarnya Re inginkan. Ternyata dia mau nonton TV tapi posisi Alena tepat menutupi seluruh badan kotak ajaib itu. Kakinya pun ia langkahkan menjauh ke sisi kanan TV. Ia mematung di sana.

TV segera dinyalakan dan jarinya sibuk menekan satu tombol pada remote untuk menggonta-ganti channel. Saat Re melakukan itu, ia sangat merasa risih.

"Ngapain lo di situ?" ketusnya tanpa mengalihkan pandangan dari TV.

Alena menggaruk lehernya canggung. "Aku ... nggak tahu harus ngapain," gumamnya takut salah.

Re menghela napas berat. "Ya ngapain aja, kek. Asal jangan diem di situ. Ganggu mata gue, tahu nggak," balasnya malas.

Alena mengerjap. Apa ia tak salah mendengar? Apa penyanyi yang ia gemari ini memang selalu mengeluarkan nada ketus saat bicara? Sosok hangat dan ramah dari Re yang selalu terlihat di layar kaca berbanding terbalik dengan apa yang ia lihat saat ini. Mengapa Re seperti ini? Jauh dari apa yang ia bayangkan.

Deheman kasar dari Re membuat Alena membuyarkan pikirannya. Kali ini, malah tatapan tajam yang ia dapatkan dari mata lembut idolanya itu.

"Gue bilang jangan diem di situ! Lo punya telinga nggak, sih?!" sentaknya karena gadis itu masih saja mematung di sana bukannya menyingkir seperti apa yang ia inginkan.

Alena tertegun tak percaya. Apa-apaan, nih?! Baru saja dia disentak oleh idolanya secara live? Uh, Alena paling nggak bisa diginiin. Baru jadi artis seumuran jagung aja belagu. Alena tak jadi mau menjaga image agar terlihat lembut dan feminim di depan idola kalau caranya kayak gini.

Dia baik, gue baik. Dia jahat. Gue lebih jahat. Itulah prinsip hidup Alena yang diajarkan oleh ayahnya.

"Heh, artis belagu!" sentaknya balik sukses membuat Re melotot menatapnya. "Lo songong banget, ya, jadi orang. Perlu gue ajarin sopan santun biar lo ngerti?" kesalnya.

Re terkekeh hambar. "Siapa elo nyentak-nyentak gue! Lo tuh asisten pribadi gue, nurut aja sama bos-nya napasih?! Gue nyuruh lo jangan berdiri di situ dan gue marah karena lo nggak ngelakuin apa yang gue suruh. Apa gue salah?" tekan Re semakin mendidihkan darah Alena.

"Cara lo yang salah! Elo nggak bisa sortir pemilihan kata lo apa? Gue di sini itu manusia, ya pasti punya telinga lah. Dan tiap manusia juga punya perasaan. Lo nggak bisa ngehargain itu," tukasnya tak kalah emosi.

"Gue cuma nanya, apa lo punya telinga? Gue cuma ngeyakinin diri siapa tahu gue salah lihat yang ada di kepala lo itu bukan telinga tapi tempelan stiker doang.

"Gue yang bego kalau ngomong sama orang yang nggak punya telinga, tapi untungnya lo bisa jawab pertanyaan gue. Berarti elo yang bego."

Alena mengipasi dirinya dengan telapak tangan merasa gerah berdebat dengan anak jagung yang selalu bisa menimpali perkataannya. Kemana Re yang dulu? Kemana sosok ramah yang selalu ia dambakan suaranya? Kemana orang itu? Apa ia telah salah mengidolakan seseorang?

Tapi dalam lubuk hati, Alena yakin ia tidak salah orang. Cowok di hadapannya ini memang benar teman lelaki semasa kecilnya. Memang benar pemilik suara merdu yang selalu ia dengarkan lagunya tiap malam. Memang benar teman lelakinya yang menyebalkan tapi tidak semenyebalkan sekarang.

Alena jadi paham maksud pembuatan kontrak kerja itu. Ternyata ini alasannya.

"Muka dua banget lo, ya. Di depan aja manis tapi di belakang busuk," cibirnya menusuk.

Re menaikkan satu alisnya. "Di depan? Di TV maksud lo?" geramnya. Tangan Re terkepal kuat menunjukkan rasa kesalnya.

Mas Jun mungut ini anak di mana, sih? Belom ada setengah jam di sini, dia udah menghina, nyentak, marah nggak jelas, dan sok menggurui.

"Sumpah! Lo Aspri paling nyebelin tahu nggak. Nggak usah dateng ke sini lagi, lo! Lo, gue pecat!" tukasnya.

Alena memutar bola mata. "Dikit-dikit pecat. Dikit-dikit pecat. Kalau lo kayak gini terus, mau sampe ratusan cewek yang jadi asisten pribadi lo juga nggak bakal ada yang betah, otak ayam."

Re mengerang kesal dan ia lemparkan ke lantai sekeras mungkin remote TV hingga benda itu pecah belah dan baterainya pun loncat ke segala arah.

Tangan Alena terpukul salah satu baterai, ia usap perlahan tangannya yang memerah. Ia jadi takut juga lama-lama bareng Re yang udah persis banget kayak anak dajjal.

"Dasar cewek nggak waras. Otak lo, tuh, otak udang! Lo nggak punya malu apa? Lo udah gue pecat. Sana pergi!" Ia kibaskan tangannya berulang kali bagaikan Alena adalah lalat yang harus dibasmi.

Alena bersedekap dan membuang wajahnya. "Gue nggak mau pergi dari sini dan lo nggak bakal bisa mecat gue."

Re menggeram. Bisa nggak, sih, Re terjunin aja ni anak dari balkon?

"Walaupun lo benci sama gue begitupun gue sebaliknya ke elo sekarang, gue bakal tetep stay di sini," ujarnya serius.

"Beneran nggak waras ini cewek," gumam Re yang masih terdengar jelas di telinga Alena.

"Demi Om Jun." Tiga kata itu berhasil menarik lagi kepala Re untuk menatap Alena yang balik juga membalas tatapannya.

"Lo nggak tahu, sih, dia udah kewalahan buat nyari asisten pribadi buat elo. Dan dia yang ngebujuk gue biar bisa kerja untuk lo. Gue nggak mau ngecewain dia dan gue harap lo ngelakuin hal yang sama. Demi Om Jun, bukan Demi Elo."

Re tergugu. Mulutnya terbuka untuk bicara, tapi tak ada satu pun kata yang dapat keluar. Ia langsung beranjak dari sofa menuju kamarnya yang berada tak jauh dari ruang TV. Tubuhnya sudah melintasi pintu dengan tangan masih menggenggam gagangnya.

Tanpa berbalik ia berkata, "Kamar lo di situ." Mengarah pada pintu yang ada di samping kamar tidur Re.

"Tidur sana udah malem." Pintu pun tertutup meninggalkan senyuman kecil di bibir Alena.

******

Kamar tidur yang ia tempati ini sangat nyaman. Ranjang tidur berukuran besar walaupun bukan king size ini terasa terlalu besar baginya yang bersembunyi dibalik selimut sendirian. Lemari pakaian yang tepat berada di hadapan sungguh terkesan mewah, sangat berbeda dengan miliknya yang hanya terbuat dari bahan plastik. Saat menoleh ke samping kiri, sudah ada lampu meja memberikan penerangan minim di ruangan ini. Lampu utama sudah dimatikan, remang-remang suasana pun menyelimuti kamar Alena.

Ia sandarkan tubuh pada sisi ranjang dengan selimut yang menutupi perut. Ia tidak bisa tidur sesuai perintah atasan. Padahal, dua jarum sudah menyatu ke angka dua belas. Tapi itu tak berhasil membuatnya mengantuk.

Pikirannya masih sangat aktif dan belum merasa kelelahan. Ia edarkan pandangan sekali lagi pada penjuru kamar. Tatapan kagum itu lagi-lagi menyergapi wajahnya.

Kamar asisten pribadi saja sudah mewah seperti ini. Apalagi kamar artisnya? Ia kira, karena sifat Re yang pemarah dan terkesan memandang rendah bawahannya, ia akan ditendang biar tidur di luar apartemen lalu disuruh bangun tenda sendiri.

Tapi ternyata, Re masih punya hati dan membiarkan Alena tidur di kamar lain apartemen ini.

Dihempaskan napasnya panjang. Alena setuju untuk melakukan pekerjaan yang sebelumnya ditolak mentah-mentah olehnya ini, karena Re. Karena ia rindu teman semasa kecilnya.

Cinta pertamanya.

Alena baru sadar itu kala ia menginjak usia 15 tahun. Ia selalu merindukan Re semenjak kepindahannya ke Jakarta sepuluh tahun yang lalu. Kerinduan itu terus hadir dalam benaknya hingga mampu membuat air matanya mengalir.

Apakah wajar itu disebut rindu semata? Ia pun menyadari bahwa sebenarnya kerinduan itu telah tumbuh subur di hatinya menjadi pohon cinta yang berbuah namanya.

Alena tak bisa berpaling ke lain hati selama ia meninggalkan Re. Ia selalu merasa bahwa Re sedang menunggunya sama seperti Alena yang juga menunggu kapan waktu yang tepat bagi mereka untuk bertemu.

Ia pikir, Re akan langsung mengenali wajahnya dalam sekali lihat. Karena wajah cowok itu pun tidak banyak berubah. Tetap imut dan semakin tampan karena garis wajahnya semakin terlihat tegas.

Apa mungkin karena Alena berhasil melewati masa pubertasnya jadi Re benar-benar pangling? Ya, lagipula Alena juga merasa dirinya banyak berubah. Kulitnya menjadi lebih putih dan kelopak matanya semakin melebar. Giginya juga semakin rapi karena ia sempatkan untuk menggunakan behel selama setahun. Tapi, apa benar-benar Alena terlihat seperti orang yang berbeda? Atau Re memang tidak pernah mengenali wajahnya sedari dulu?

Kini, Alena hanya bisa memaklumi keadaan. Sepuluh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Ia harus benar-benar menerima bahwa Re sudah lupa dengan dirinya. Walaupun besar keinginan, ia ingin membuat cowok itu mengingat lagi kenangan mereka. Tapi ia pikir itu akan sulit melihat sikap cowok ini yang makin menyebalkan.

Makin beranjak usia, bukannya makin saleh malah makin parah saja sifat buruknya.

Alena akan mengubah rencana. Lebih baik, Alena perbaiki sikap cowok itu dulu daripada Re malah menjauh jika ia mengungkit masa lalu mereka.

Udara dingin menyelinap masuk lewat celah pintu. Alena merekatkan kembali selimutnya. Apa Re sudah tidur? Ia sangat penasaran. Lampu utama semua ruangan sudah mati, termasuk yang ada dalam kamar Re. Apa itu berarti Re sudah benar-benar tertidur?

Pertanyaan yang menghujam benak Alena, berhasil mendapatkan jawaban. Apa Re sudah tidur? Jawabannya adalah belum. Karena telinga Alena berhasil menangkap suara indah yang mengalun lembut dari balik kamar ini.

Suara itu bersenandung membuat intro untuk ia bernyanyi dan setelah mencapai nada yang sesuai, lantunan lembut pun terdengar.

Tidurlah ... Selamat Malam.

Jangan kau lupakan aku.

Kening Alena mengerut samar. Re mengubah liriknya.

Namun, suara yang sangat lembut itu terlanjur menghangatkan hati Alena yang membuatnya enggan untuk berpikir. Ia terlalu larut dalam suara itu.

Pantas saja Re bisa terkenal, karena setiap ia bernyanyi bukan hanya mulut yang bicara tapi hatinya ikut menyampaikan rasa. Siapapun yang mendengar, dapat hanyut dalam perasaannya.

Alena memejamkan mata membiarkan suara ini terekam dalam memori yang akan ia putar setiap malam. Ia tidak perlu membayar untuk menikmati suara idolanya ini. Sungguh, Alena merasa sangat beruntung.

Mimpilah dalam tidurmu.

Bersama bintang.

Hanya penggalan lagu yang terdengar namun mampu membuat Alena merasakan kantuk. Ia benarkan posisinya untuk terlelap dan merapatkan selimut hingga menutupi lehernya.

"Selamat tidur, Arsy Renggana," bisiknya menurunkan kelopak mata untuk merapat.

Terpopuler

Comments

Zean Dirgantara

Zean Dirgantara

gilaaa banges banget
aku suka karya mu thor, tulisanmu juga rapi dan menarik.
ga bisa berhenti scrool nih auto marathon keknya😂😂

2020-06-23

0

Gloria VP

Gloria VP

ih bagus thor...kayaknya liriknya buat aleena yaa...tulis d FB aja thor.masukin grup2 yg rame...promoin...kaya saya kenal TMTM pertama kali dari FB

2020-06-18

0

Fitria Wisnu

Fitria Wisnu

cie..

2020-03-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!