Bab 5

Na, tlg jemput Re di sekolahan. Dia ada pemotretan iklan jam 4. Om lagi ada urusan. Maaf, ya, ngerepotin.

—Om Juniar—

Kalau bukan karena pesan itu, Alena mana mau ke sekolahan Re. Sudah mengorbankan raganya yang lelah selepas ujian dan bermacet-ria juga di jalanan sejauh 15 km.

Untung, pesan itu sudah diterima sebelum Alena naik bis untuk pulang sekolah karena mata pelajaran yang diujiankan hari ini hanya satu. Jadi, Alena bisa sampai di sekolah Re saat tengah hari setelah dua jam habis di perjalanan.

Sekolah Re sama besar dengan sekolahnya. Hanya mungkin, untuk urusan kebersihan dan kerapihan, International High-School lebih juara. Seragam masih terpasang lengkap di badannya yang sekarang berjalan memasuki lorong sekolah.

Alena sudah bertanya pada guru piket di mana kelas Re. Guru itu menawarkan untuk mengantarkannya namun ia tolak secara halus, kakinya pun terus menyusuri lorong menuju kelas XII IPA 2.

Di dalam kelas, ia tak menemukan sosok yang dicari. Ucap pengawas yang berjaga ada beberapa murid yang belum juga kembali dari istirahat, padahal sudah hampir setengah jam ujian kedua dilaksanakan.

Rasa gelisah menyelubungi pikiran Alena yang membawanya ke tempat paling strategis jika istirahat sedang berlangsung. Karena struktur sekolah ini terlihat sama dengan sekolahnya, Alena yakin pasti kantin juga ada di sudut yang sama.

Langkahnya harus dihentikan di tikungan kantin karena ia mendengar suara bos-nya. Alena pun menyembulkan sedikit kepala dari balik tembok untuk memantau apa yang sedang terjadi di belakang dinding kaca yang membatasi ruangan kantin.

Terlihat punggung Re yang terus naik turun tak beraturan. Ada seorang cowok yang diajak bicara juga kumpulan manusia yang mengumpul di sudut kantin sibuk menonton mereka berdua.

"L-lo!" Re kembali bersuara. "Lo nggak bisa asal nge-judge gue selalu nyantai atau nggak. Nggak pernah kelihatan di mata bukan berarti nggak pernah dilakuin. Gue selalu latihan di mana pun dan kapan pun—" ucapannya tersendat karena ia merasa telah salah bicara.

"Gue bukan ngebela atau nyombongin diri. Bukan!" Re menggeleng dan pandangannya ia turunkan. Ia terlihat frustrasi. "Bukan gitu! Sama sekali bukan. Gue cuma mau bilang—"

"Nab!" Panggilan dari pemilik suara bariton mengalihkan semua pandangan padanya termasuk juga Alena yang ikut mengernyitkan kening.

Cowok itu datang dari pintu kantin lain yang terletak di samping kanan. Bukan dari pintu yang sedang Alena perhatikan.

Naba langsung berlari mendekati cowok itu dan berdiri di sampingnya. Naba jadi terlihat mini berdiri di samping cowok berambut cokelat terang berbadan tegap dan tinggi. Raut wajahnya begitu tegas dan dingin yang seketika membekukan siapa pun yang melihat.

"Gara?" tanya Re tak percaya begitupun dengan Alena bersamaan. "Gara?" pekiknya tertahan.

Mata dingin itu menatap balik tatapan Re. "Hai," sapanya tapi malah terdengar seperti gumaman.

Diam yang panjang pun terjadi sampai suasana tegang ini dihancurkan oleh pekikkan Alena yang mengaduh cukup kencang, "Aduh!" Mampu menarik semua pasang mata dalam kantin untuk melihatnya yang sekarang sudah keluar dari balik tembok.

Ia terus mengusap lututnya yang memerah. Alena merutuki dirinya sendiri karena kecerobohannya membiarkan ikatan tali sepatu tetap terlepas hingga saat ia melangkah malah menginjak tali sepatunya sendiri.

Awalnya Re mengabaikan apa yang ia lihat, itu hanya seorang gadis aneh yang terjatuh. Sampai otaknya berhasil mengingatkan dirinya bahwa itu bukan gadis biasa. Barulah ia menoleh lagi meyakinkan apa yang ia lihat. Seragam sekolah swasta dan rambut lurus sepunggung itu ... milik Aspri-nya!

Sedang apa dia di sini? Saat Re menatap tepat di matanya, bola mata gadis itu malah memantulkan bayangan lelaki lain. Lelaki yang baru saja datang yang juga ikut membalas tatapan gadis itu.

Alena segera bangkit setelah ia membersihkan pakaian dengan tangan dan berjalan memasuki kawasan kantin. Re yang melihat itu langsung melotot ke arahnya dan saat ia menganga untuk mengomeli, gadis itu malah pergi dari hadapannya yang membuat Re mengatup mulutnya dengan malu. Ia pun mengepal tinjunya kuat-kuat.

Dasar nyebelin! rutuk Re dalam hati.

"Gara? Kamu Anggara Putera, kan?" tanya Alena berdiri di hadapan cowok dingin itu.

Anggara mengangguk kecil dan menarik senyum tipis. "Alena," ucapnya berhasil menarik senyuman lebar di wajah Alena namun berbanding terbalik dengan raut wajah yang sedari tadi mengepalkan tinjunya, masam.

"Aku kangen sama kamu, Gar! Kamu kemana aja?" Alena memukul lengan kiri Anggara hingga cowok itu meringis namun tak menghilangkan ekspresi cool-nya.

Tangan Gara mencubit gemas sebelah pipi Alena hingga gadis itu menepis tangannya. "Apaan, sih, Gar! Sakit, tahu," cebiknya mengusap pipi kanannya. Gara hanya terkekeh kecil.

Brak!

Gebrakan dari kursi kantin yang ditendang itu mengalihkan lagi semua pandangan pada Re yang sekarang melenggang pergi meninggalkan kantin.

Fikran langsung kelabakan melihat itu dan berusaha untuk bangkit dari lantai walau bujurnya masih terasa sangat sakit. Yusuf yang ketularan menjadi orang yang peka langsung berjongkok dan melingkarkan lengan Fikran di lehernya. Ia pun memapah cowok itu untuk berjalan perlahan-lahan keluar dari kantin.

Alena ikut membelalakkan matanya. Ia pun mengalihkan pandangan pada Gara. "Gar, lain kali kita ngobrol, ya." Ia melambai cepat tapi saat ia berbalik pergi, pergelangan tangannya langsung dicekal oleh tangan dingin yang membuat Alena kembali menoleh pada Gara.

"Nomor."

******

Berdirinya trio wek-wek di depan kelas, membuat Bapak pengawas berkumis tebal namun berbadan kurus ini memelintir ujung kumisnya. Sebelah matanya terus berkedut saat ia melakukan itu.

"Dari mana sajja kalian taiye?" tanyanya dengan logat Madura yang khas. "Inni tinggal sepuluh menit lagi waktu ujian abis taiye." Tangannya pun terlipat di depan dada.

Re sebagai bos bebek berdiri paling depan di antara Yusuf dan Fikran. Mereka terlihat santai saja. Kalau tak bisa ujian sekarang, ya paling ujian di ruang guru. Itu bukan masalah besar, justru hal yang bagus karena berarti Yusuf dan Fikran bisa menemani Re yang menarik jadwal ujiannya agar dipercepat.

Bila sehari hanya dua pelajaran, Re akan langsung mengambil empat mata pelajaran. Mumet, mumet, deh, kepala. Yang penting, kewajiban Re terselesaikan dan jadwal manggung nggak keteteran.

Re kembali ke kelas hanya ingin mengambil tasnya yang ketinggalan, eh malah dicegat sama Bapak Sate Berkumis. Terbesitlah kebiasaan konyol yang memang biasa dilakukan Re dan kawan-kawan jika telat masuk kelas. Re akan bernyanyi untuk mengalihkan pertanyaan dan dua anak bebek yang lain akan menjadi instrumennya. Lagu yang dipilih Re kali ini adalah lagu Justine Bieber yang berjudul Baby versi Orang Jawanya.

Re menyentakkan jari demi jari bersamaan dengan aba-abanya. "Siji Loro Telu ... Ouwo ono opo?" (ada apa?) Suara merdu Re langsung dikeproki meriah dari anak kelas.

"Jeng-jeng!" Instrumen gitar oleh Fikran.

"Dut," sambung Yusuf datar yang langsung mendapat kernyitan dari Re dan Fikran.

Instrumen apaan, tuh? Tapi Re tak mau ambil pusing, biarkanlah Ucup berkembang semaunya.

"Ouwo ono opoo ..."

"Jeng-jeng!"

"Dut."

"Aku ra gelem koyo ngene ... ngene ngene ora gelem. Mboh ojo nesu, ojo nesu. Mboh bapak iku koyo ngene." (Aku tidak mau seperti ini ... ini ini tidak mau. Tidak tahu jangan marah, jangan marah. Tidak tahu bapak itu seperti ini)

Untungnya suara Re bagus jadi bisa menilap Bahasa Jawanya yang asal-asalan. Dia cuma tahu beberapa kata terus dia sambung-sambungin biar pas sama liriknya.

Saat reff berlangsung, semua anak kelas yang juga tak peduli dengan bahasa amburadulnya Re langsung bertepuk tangan dan ikut bernyanyi bersama.

"Baby! Baby! Baby! Oh, like baby baby baby oh like baby baby baby ohh ... Muka bapak koyo babi. Oooh baby baby baby oh like baby baby oh ..."

Kegilaan ini tak bisa dicegah oleh Bapak pengawas yang malah ikutan joget kecil menikmati nyanyiannya Re. Dia nggak tahu aja bahwa dirinya sudah dihina.

Hal ini berlangsung hingga bel pulang sekolah berbunyi. Anak kelas masih menepuk tangan memberi irama pada nyanyian Re ketika dia bernyanyi bahkan sampai meloncat-loncat kecil sembari merangkul dua temannya. Senyuman lebar teramat manis terpampang di wajahnya.

Tanpa Re sadari, ada gadis yang memperhatikan tiap gerak geriknya dari jendela kelas dengan senyuman yang tak bisa ia sembunyikan.

Garis amarah yang tadi sangat jelas tergambar sudah luntur entah kemana. Dengan musik Re bisa menjadi tenang. Dengan musik Re bisa meluapkan segala emosinya. Dan dengan musik Re bisa menikmati tiap jengkal kehidupannya.

Musik? Bagian dunianya.

*****

"Tisu."

Alena menarik secarik tisu dan ia berikan pada Re yang duduk di samping kirinya dalam jok penumpang. Mereka sedang melaju dibawa supir menuju lokasi pemotretan di studio foto sekitar Dago Atas.

Re mengernyit melihat sodoran kertas tisu lalu beralih pada wajah pemilik tangan. "Ya, tisuin gue, lah. Lo nggak ngeliat keringet gue udah ngucur kayak gini," sewotnya yang lagi-lagi membuat Alena tersentak.

"Ih! Lo nyebelin banget, sih. Biasa aja kali nitahnya nggak usah pake otot." Alena menarik kasar beberapa lembar kertas tisu lalu menyimpannya di tangan kiri dan kanan.

"Ya lagian, masa gitu aja harus disuruh mulu. Kapan lo ngerti—" Tengkuk Re langsung ditarik mendekati wajah Alena hingga ia membulatkan mata. "—nya."

Re mengerjap melihat wajah gadis itu sangat dekat. "L-lo! Ngapain?" Re berusaha menarik mundur tengkuknya yang malah ditahan semakin kuat oleh cewek itu.

"Diem aja napa, sih?!" Tangan kanan Alena mulai menyeka keringat yang memang memenuhi kening cowok ini dengan tisu yang dibawanya. Andai cowok ini tidak menyebalkan pasti degup jantung Alena sudah ajep-ajep di dalam sana. Tapi karena ia sudah kesal duluan, jadi ia tak merasakan apapun.

Berbeda dengan Re. Ia malah menahan napas selama tangan lembut itu menyentuh keningnya. Ia tak tahu apa yang ia rasakan saat ini. Kesal dan terkejut namun berakhir dengan kenyamanan. Perasaan macam apa ini?

Lagi-lagi ia mengerjap sebelum wajah asisten pribadinya ini malah terekam jelas dalam pikirannya. Ia tidak mau. Jangan sampai ada wajah lain yang mengisi relung hatinya.

"Dasar Aspri modus!" gerutu Re.

Alena malah terkekeh dan semakin menarik tengkuk Re hingga dua batang hidung mereka bersentuhan.

"Padahal lo kuat Re, buat lepasin diri dari tangan gue. Bilang aja keenakan," kekehnya yang dibalas dengan dengusan dan tarikan kasar kepala Re hingga tangan kiri Alena pun terjatuh.

Mang Yus cuman bisa cekikikan lewat spion.

"Enak aja," sungut Re kesal.

Alena menunjukkan kertas tisu yang dibawanya sudah basah dibanjiri keringat. "Tadi gue sekalian ngelap keringet di belakang leher lo. Elonya aja yang kegeeran," ucap Alena berasa menang dilanjut membuang tisu pada tempat sampah kecil di tengah mobil.

"Cih," balasnya. "Gue haus."

Dimulailah sikap menyebalkan dari artis umur jagung ini yang sudah biasa bagi seorang Alena. Namun, ia juga tak mau Re malah keenakan nyuruh-nyuruh orang, walaupun secara teknis memang Re bayar orang buat disuruh-suruh. Tapi, jika ia masih bisa menitah dengan nada yang lembut mengapa harus menyentak? Alena tidak suka cara Re memberikan perintah seakan orang lain hanya orang kecil yang bisa Re tendang begitu saja saat sudah tak diperlukan lagi.

"Punya tangan, kan, ambil sendiri," ketusnya.

"Tapi gue nggak punya tenaga buat ngambil. Tinggal ngambilin aja susah banget, sih, Aspri!" sewotnya dilanjut menyandarkan kepala pada kaca mobil.

Alena selalu gagal berdebat dengan Re. Ia pun putar tubuh dan menaikkan lututnya ke atas kursi untuk mengambil minuman botol dalam box sterofom berisi ice yang ada di bagasi. Setelah itu ia lemparkan minuman botol berisotonik hingga terjatuh tepat di atas paha Re.

Re mendesis kesal namun tetap meminum minuman itu hingga habis setengah botol.

"Nama gue bukan Aspri! Gue punya nama," sahut Alena tiba-tiba setelah kembali duduk dengan benar.

"Gue nggak butuh nama lo," balas Re cepat yang tanpa dia tahu berhasil menyayat hati kecil Alena.

"Asisten Pribadi–Aspri. Udah pantes banget buat elo," imbuhnya.

Alena merengut sebal. "Apa lo ... bener-bener nggak inget sama gue?" tanyanya sedih. "Gara aja inget." Ia bergumam.

Mendengar samar nama Gara disebut sudah mampu kembali meremas jantungnya hingga rasa sakit begitu terasa di dada. Ia tak peduli mengapa Aspri ini bisa kenal dengan Gara. Mungkin, mereka pernah satu sekolah saat SMP. Itu tidak penting bagi Re. Otaknya sudah penuh dengan masalah, ia tak mau repot-repot memikirkan hal yang bukan urusannya.

"Inget? Kenapa lo harus diinget? Apa lo pernah jadi Aspri gue sebelumnya?" tanyanya tanpa mau membalas tatapan gadis itu. Jalanan lebih menenangkan hatinya untuk dilihat.

Alena ikut membuang wajahnya ke samping jendela. Perasaannya berubah campur aduk. Kenapa lo harus diinget? Pertanyaan ini sungguh menusuk hatinya bertubi-tubi bahkan mampu untuk mengumpulkan cairan bening di pelupuk mata.

Karena aku adalah bagian dari masa kecilmu yang tak pernah bisa melupakan kamu barang sedetik pun. Karena aku kangen kamu. Karena aku ... sayang sama kamu.

Andaikan Alena punya keberanian untuk menyatakan ini tanpa mau mengambil risiko besar kemungkinan yang lewat dalam pikirannya yaitu bahwa Re akan melempar Alena dari mobil karena akan dianggap sudah gila. Seorang Asisten menyukai Bos-nya? Re pasti akan langsung mengusir Alena dan tak mau melihat wajahnya lagi melihat sikap Re selama ini padanya.

Ia kira, Re juga memiliki kerinduan yang sama besarnya dengan yang ia miliki. Sepuluh tahun adalah waktu yang menyiksa batin bagi Alena. Ia merindukan sosok ini dan ia menanggung beban pikirannya sendirian. Ia merasa benar-benar bodoh menghabiskan waktu untuk memikirkan orang yang bahkan sama sekali tak bisa mengingatnya.

Setetes buliran air meluncur ke sebelah pipinya. Re, tolong ingat aku.

Terpopuler

Comments

Zean Dirgantara

Zean Dirgantara

😂😂😂😂bjir ngakak

2020-06-23

1

fadilah

fadilah

lanjuttt

2020-06-20

0

Gloria VP

Gloria VP

padahal re juga inget...😁😁😁

2020-06-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!