"Apa itu Gending Pemikat Sukma, Gayatri?", tanya Panji Tejo Laksono segera.
"Jangan banyak tanya, Taji..
Pakai ini di telinga mu. Cepatlah!", Gayatri mengulurkan setangkai bunga kenanga pada Panji Tejo Laksono. Pangeran muda ini dengan cepat memelintir dua kelompok bunga kenanga dan menyumpal lobang telinga nya. Meski tidak rapat, anehnya bunyi merdu dari gamelan itu seperti tak mampu menyentuh telinga Panji Tejo Laksono.
"Sekarang aku jelaskan, Taji..
Gending Pemikat Sukma itu adalah ilmu mempengaruhi pikiran orang dengan tabuhan gamelan yang di atur sedemikian rupa. Menurut cerita kakek ku, Gending ini bukan berasal dari dunia manusia tapi di dapat seorang resi yang bertapa di Gunung Lawu sebagai syarat untuk melamar putri Raja Wengker kala itu.
Gending Pemikat Sukma sebenarnya sudah lama punah selama ratusan tahun bersama hancur nya Kerajaan Wengker pada masa perkembangan pemerintahan Raja Mpu Sindok dari Medang.
Entah kenapa sekarang gending terkutuk ini bisa muncul lagi di wilayah kerajaan Panjalu", imbuh Gayatri sambil terus menyaksikan acara pertunjukan itu.
"Kau tahu banyak rupanya..
Lalu bagaimana cara mengatasi nya Gayatri?", Panji Tejo Laksono sembari menatap ke arah para penonton yang masih terhanyut dalam alunan gamelan yang membius raga.
"Sebenarnya kemampuan mengendalikan pikiran orang dari Gending Pemikat Sukma hanya terbatas saat gamelan nya berbunyi.
Setelah gamelan berhenti di tabuh, maka kesadaran orang akan pulih dengan sendirinya. Tapi yang menjengkelkan adalah saat dalam pengaruh gending itu, orang akan melakukan apapun yang di minta oleh si penari yang ada diatas panggung.
Ayah ku terpaksa menanggung hutang banyak karena di peras oleh penari waktu berdagang di Kadipaten Karang Anom. Ini adalah penyebab aku harus menikah dengan anak Tumenggung Sindupati, demi menutup hutang ayah ku", Gayatri mendengus dingin sembari mengepalkan tangannya erat-erat.
Panji Tejo Laksono merasa prihatin atas apa yang terjadi di kehidupan Gayatri setelah mendengar uraian panjang lebar tentang Gending Pemikat Sukma. Tentu saja Gayatri menyimpan dendam kesumat pada kelompok kesenian tayub yang telah mencelakai kehidupannya.
Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dengan dandanan bersih nampak tersenyum puas melihat pemandangan yang seperti ia harapkan. Ribuan orang terhanyut dalam alunan gamelan yang di bunyikan oleh para anak buah nya.
Dia adalah Nyi Gutri, pimpinan kelompok kesenian tayub dari Pakuwon Ngrowo yang terkenal. Sebenarnya ia berasal dari Kadipaten Wengker, namun sudah lama menetap di Pakuwon Ngrowo. Meski tidak memiliki kepandaian ilmu beladiri yang mumpuni, perempuan itu memanfaatkan kepintaran dan kecantikan nya hingga memiliki satu kelompok kesenian tayub yang di segani.
Dari kakeknya, Nyi Gutri menerima pelajaran karawitan dan kesenian termasuk naskah Gending Pemikat Sukma yang dia curi dari lemari penyimpanan kakeknya. Itu adalah sebab dia kabur ke Pakuwon Ngrowo. Dari ilmu kesenian yang digelutinya, Nyi Gutri mampu mengumpulkan pundi pundi kekayaan yang banyak. Apalagi setelah menggunakan Gending Pemikat Sukma, pundi kekayaan nya melimpah ruah, nyaris setingkat dengan seorang tumenggung.
Nyi Gutri memiliki dua anak, salah satunya adalah Rara Pujiwati yang merupakan anak haram dari hubungan nya dengan Adipati Karang Anom, Windupati saat Adipati itu terjerat oleh kecantikan nya sebagai penari tledek yang terkenal meski sudah memiliki anak.
Dengan kekayaan nya juga kemampuannya bernegosiasi dengan sejumlah kelompok dan perguruan silat, Nyi Gutri dan kelompoknya selalu aman dari begal dan rampok. Semisal di Tanah Perdikan Lodaya, Nyi Gutri menghubungi seorang pendekar yang cukup disegani di wilayah Tanah Perdikan Lodaya, Ronggo Pekik atau juga yang terkenal dengan sebutan Pendekar Tapak Besi dari Gunung Kepek. Ronggo Pekik sendiri memiliki puluhan anak buah yang setia hingga urusan pengamanan acara seperti ini cukup anak buah nya yang bekerja.
Nyi Gutri mengedarkan pandangannya ke sekeliling penonton yang memadati alun-alun Kota Lodaya. Semua nampak bergoyang mengikuti irama gamelan yang bertalu-talu. Mata perempuan paruh baya itu langsung terhenti pada dua orang yang memakai tudung kain hitam. Mereka berdua terlihat tidak terpengaruh sama sekali oleh alunan Gending Pemikat Sukma.
'Dua orang ini kenapa tidak terpengaruh oleh Gending Pemikat Sukma, jangan jangan mereka punya rencana untuk menghancurkan rencana yang aku susun.
Brengsek, ini tidak boleh dibiarkan', batin Nyi Gutri.
Nyi Gutri memberikan isyarat kepada sang penabuh gendang agar menaikkan tempo gending. Melihat isyarat tangan Nyi Gutri, sang penabuh gendang semakin mempercepat tempo gending
Suara tabuhan gendang semakin cepat membuat irama Gending Pemikat Sukma pun semakin menggila. Para penonton pun semakin terlarut dalam goyangan para penari yang terus menghipnotis para penikmat hiburan. Kepeng emas dan perak mengalir dari kantong para pejabat istana Lodaya juga para tamu agung yang menghadiri undangan Pangeran Arya Tanggung. Semuanya seolah bersaing satu sama lainnya untuk terlihat paling banyak memberikan saweran bagi para penari. Rara Pujiwati yang berkeliling mengumpulkan saweran hingga bolak balik menuangkan ratusan kepeng emas dan perak ke dalam panci yang disiapkan khusus oleh kelompok kesenian ini.
Nyi Gutri kembali menoleh ke arah dua orang bertudung kain hitam yang masih berdiri tenang di tengah ribuan orang yang larut dalam irama Gending Pemikat Sukma.
Melihat itu, Nyi Gutri segera memberi isyarat kepada dua anak buah Ronggo Pekik yang berdiri di dekatnya untuk mendekat. Setelah mereka mendekat, Nyi Gutri segera membisikkan sesuatu di telinga mereka. Dua orang berbadan gempal itu langsung mengangguk mengerti dan segera bergerak sesuai arahan Nyi Gutri.
Gayatri yang melihat kedatangan dua orang berbadan gempal menuju ke arah mereka dengan cepat menyikut Panji Tejo Laksono.
"Ada apa Gayatri?", Panji Tejo Laksono segera menoleh ke arah Gayatri.
"Dua orang begundal itu ke arah kita. Rupanya ada yang menyadari bahwa kita tidak terpengaruh oleh Gending Pemikat Sukma ini.
Taji, hancurkan gamelan itu agar keributan orang orang yang sadar akan membuat kita pergi dari sini dengan mudah", ujar Gayatri yang segera membuat Panji Tejo Laksono mengangguk mengerti.
Tangan kanan Panji Tejo Laksono seketika berubah warna menjadi merah menyala seperti api. Dengan cepat ia melepaskan Ajian Tapak Dewa Api dari jarak 20 depa kearah tiang penyangga panggung kesenian.
Whhhuuuggghhhh...
Blllaaaaaarrr!!!!
Tiang penyangga panggung kesenian langsung meledak dan tempat itu menjadi oleng hingga membuat kacau tatanan gamelan yang langsung berhenti seketika. Suasana langsung berubah menjadi gempar saat orang orang yang terbius oleh Gending Pemikat Sukma tersadar.
Dengan memanfaatkan kegemparan itu, Panji Tejo Laksono dan Gayatri langsung meninggalkan tempat itu dari sela sela penonton yang hadir.
Rara Pujiwati dan seorang wanita penari lainnya dengan cepat menggendong panci kuningan kearah Nyi Gutri. Tiga orang wanita cantik itu segera kabur dengan kawalan beberapa anak buah Ronggo Pekik yang bersiaga dari awal.
Suasana kacau balau saat orang orang tersadar dimanfaatkan dengan baik oleh Nyi Gutri untuk melarikan diri. Tiga perempuan cantik dan 4 orang anak buah Ronggo Pekik langsung menuju ke arah selatan kota Lodaya, tepatnya kearah gunung Kepek tempat kediaman Si Pendekar Tapak Besi berada.
Sementara itu dua orang yang di tugaskan oleh Nyi Gutri untuk menangkap Panji Tejo Laksono dan Gayatri akhirnya hanya mengikuti langkah Panji Tejo Laksono dan Gayatri hingga mereka tahu bahwa dua orang buruan mereka menginap di Penginapan Kembang Jambu.
Pangeran Arya Tanggung menerima laporan dari para prajurit Tanah Perdikan Lodaya bahwa Nyi Gutri, pimpinan kelompok kesenian tayub dari Pakuwon Ngrowo ini menghilang bersama dua orang penari utama mereka, Rara Pujiwati dan Ken Sari. Meski geram dengan itu, Pangeran Arya Tanggung meminta maaf kepada para tamu agung undangan nya untuk beristirahat di tempat yang telah di sediakan bagi mereka dan menutup acara hiburan itu lebih awal dengan rasa malu. Sebagai penutup rasa malunya, Pangeran Arya Tanggung memerintahkan kepada Patih Sumantri untuk menyelidiki penyebab hancur nya panggung kesenian mereka.
7 orang terus bergerak menembus kegelapan malam menyusuri jalan setapak yang membelah hutan jati di selatan Kota Lodaya. Dengan membawa obor yang terbuat dari daun kelapa kering, mereka bertujuh berjalan tergesa-gesa ke arah tengah hutan jati.
Setelah cukup lama kemudian, mereka sampai di kaki Gunung Kepek yang merupakan tempat tinggal Pendekar Tapak Besi alias Ronggo Pekik. Sebuah rumah berdinding kayu jati yang cukup luas dengan pagar yang lumayan tinggi.
Dua orang penjaga gerbang pagar langsung membukakan pintu dan mereka bertujuh segera masuk ke dalam rumah.
Kedatangan mereka langsung di sambut oleh seorang lelaki paruh baya berbadan kekar dengan otot yang menonjol. Kumisnya tebal hingga membuat semua orang yang melihatnya akan bergidik ketakutan. Dia adalah Ronggo Pekik alias Pendekar Tapak Besi yang terkenal di wilayah Tanah Perdikan Lodaya. Walaupun dia mengaku sebagai golongan putih, tapi seringkali tindakan nya menyeleweng dari aturan kependekaran.
Melihat kedatangan Nyi Gutri dan kedua penarinya yang cantik dan bahenol, Ronggo Pekik menyeringai lebar. Cahaya suram lampu minyak jarak titik bisa menyembunyikan kelicikan di wajah pria paruh baya itu.
"Selamat datang di gubug ku, Nyi Gutri. Kenapa tiba tiba kau kemari? Apa pertunjukan mu ada masalah?", Ronggo Pekik langsung menduga nya.
"Benar ucapan mu, Pendekar Tapak Besi.
Ada dua orang yang mengacau sebelum aku meraup kepeng kepeng para pembesar itu. Dua orang mu sudah mengejar mereka", jawab Nyi Gutri sambil menatap ke arah Ronggo Pekik.
"Hehehehe kalau begitu tinggal tunggu kabar dari mereka saja..
Malam ini kau menginap di tempat ku ini. Kau tentu paham bahwa saat ini para prajurit Istana Lodaya sedang mencari kalian bukan?", senyum licik terukir di wajah Ronggo Pekik yang membuat Nyi Gutri sedikit tidak nyaman melihat nya.
"Tentu saja aku menginap di tempat mu, Pendekar Tapak Besi..
Kau adalah orang yang menepati janji", Nyi Gutri mencoba tersenyum tipis.
"Tapi itu di luar perjanjian kerjasama kita Nyi Gutri, dan itu tidak cuma-cuma. Saat ini hanya aku yang berani memberikan perlindungan kepada mu dari pemerintah Tanah Perdikan Lodaya", Ronggo Pekik tersenyum penuh arti.
"Lalu bagaimana cara nya aku membayar perlindungan ini pada mu, Pendekar Tapak Besi? Kau tidak menginginkan kepeng yang di kumpulkan para penari ku bukan?", Nyi Gutri menatap ke arah Ronggo Pekik dengan sejuta pertanyaan.
"Oh tentu saja tidak, aku bukan orang yang kemaruk dengan harta Nyi Gutri.
Sekarang kau ikut lah dengan ku, dua orang penari mu biar beristirahat di kamar depan ini", Ronggo Pekik berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke dalam. Nyi Gutri segera mengikuti langkah Ronggo Pekik. Semenjak itu Ken Sari dan Rara Pujiwati beristirahat.
Nyi Gutri terus melangkah mengikuti Ronggo Pekik hingga ke sebuah ruangan terpisah dari rumah nya. Begitu sampai di dalam, Ronggo Pekik segera menyambar tubuh Nyi Gutri dan membopongnya ke atas ranjang.
"A-apa mau mu Pendekar Tapak Besi?", Nyi Gutri sedikit kaget melihat kelakuan Ronggo Pekik.
"Tentu saja meminta upah perlindungan ku pada mu, Nyi Gutri..
Kau harus melayani ku", ujar Ronggo Pekik sambil meloloskan pakaian nya satu persatu. Nyi Gutri menghela nafas panjang sebelum tersenyum simpul.
"Kenapa tidak?
Akan ku buat kau terkapar di atas tubuh ku Ronggo Pekik", Nyi Gutri langsung menarik stagen yang melilit di pinggang nya.
Selanjutnya mereka bercinta dengan penuh nafsu membara. Dua orang yang sudah tidak muda lagi itu tenggelam dalam kenikmatan sesaat yang membuat nafas mereka ngos-ngosan bercampur lengguh keenakan.
Malam semakin larut. Cuaca dingin begitu menusuk tulang di kawasan Gunung Kepek yang berada di selatan Kota Lodaya.
Ronggo Pekik terkapar di samping Nyi Gutri. Senyum puas terpancar dari bibir Ronggo Pekik atas pelayanan dari Nyi Gutri. Tapi itu tidak berlangsung lama karena terdengar ketukan di pintu kamar Ronggo Pekik yang membuat lelaki paruh baya itu segera mendengus keras.
Thok thookkk thok!!
"Bangsat!
Siapa yang berani mengganggu ku malam malam begini? Cari mati ya?", hardik Ronggo Pekik dari atas ranjang tidur nya.
"Saya Joyo, Lurah e..
Saya baru saja mengikuti orang bertudung kain hitam di acara pertunjukan tadi bersama Wiro. Mereka berdua menginap di Penginapan Kembang Jambu, Lurah e..
Dan seorang diantara nya adalah lelaki yang mempunyai harga buronan tinggi yang saya laporkan tadi siang Lurah e", jawab Joyo, anak buah kesayangan Ronggo Pekik dari luar pintu kamar.
Mendengar jawaban itu, Ronggo Pekik menyeringai lebar.
"Kalau begitu, kumpulkan beberapa kawan mu. Setelah itu bersiap untuk pergi ke Penginapan Kembang Jambu. Tunggu di halaman ", perintah Ronggo Pekik dengan cepat.
"Siap Lurah e", ujar Joyo sambil berlalu menuju ke arah depan.
Ronggo Pekik segera menoleh ke arah Nyi Gutri yang menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Kau tunggu saja disini, jangan kemana mana. Aku belum puas bermain dengan mu", ujar Ronggo Pekik sambil mengenakan celana nya. Nyi Gutri hanya mencebikkan bibir nya kearah Ronggo Pekik.
Usai berpakaian, Ronggo Pekik segera bergegas keluar dari rumah nya. Di halaman rumah, 4 orang pengikutnya sudah bersiap untuk berangkat. Malam itu, bulan separuh menerangi jalan Ronggo Pekik dan para pengikutnya yang bergerak cepat menuju ke Penginapan Kembang Jambu yang ada di timur alun alun Kota Lodaya.
Panji Tejo Laksono tengah bersemedi saat merasakan hawa pembunuh yang bergerak cepat diatas atap bangunan penginapan menuju ke arah nya. Segera dia menyambar pedang nya dan segera menuju ke arah kamar tidur Gayatri.
Thok thookkk thok...
Terdengar suara langkah kaki menuju pintu dan sebentar kemudian pintu kamar terbuka.
"Ada apa Taji? Ini masih malam hooooaaaahhhmmmmm", Gayatri menguap lebar karena masih mengantuk.
"Sssssttttttttt, jangan keras keras!
Ada lima orang yang sedang bergerak di atas. Sepertinya mereka punya rencana tidak baik", bisik Panji Tejo Laksono yang langsung membuat Gayatri menutup mulutnya dengan kedua tangan. Perempuan cantik yang menyamar sebagai laki laki itu langsung mengenakan pakaian penyamaran nya dan meraih pedang nya.
Suasana malam yang dingin langsung berubah menjadi menegangkan.
Langkah kaki mereka semakin terdengar mendekati kamar tidur Gayatri. Panji Tejo Laksono diam diam meraih pisau pengupas kulit buah mangga yang ada di meja kecil sebelah ranjang tidur Gayatri.
Perlahan satu tutup atap bangunan dari daun alang-alang kering tersingkap perlahan. Panji Tejo Laksono langsung melemparkan pisau kecil ke arah sang pengintip.
Crreepppphhh..
Aaaarrrgggggghhhhh!!!
Anak buah Ronggo Pekik langsung menjerit keras saat pisau yang dilemparkan Panji Tejo Laksono menancap di mata nya. Kegaduhan itu langsung membuat Ronggo Pekik mendelik tajam ke arah kamar tidur Gayatri.
"Tikus kecil!
Keluar kau dari sarang mu!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat pagi selamat beraktivitas..
Jangan lupa untuk tetap menjaga kesehatan tubuh, juga selalu dukung BNL 2 😁😁😁
Salam ,🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 354 Episodes
Comments
Mahayabank
Mantaaap...Lanjuuuut lagiiee 👌👌👌
2024-03-29
1
Mahayabank
/Good//Good//Good//Ok//Ok/
2024-03-29
1
rajes salam lubis
lanjutkan
2023-09-12
1