****
Di istana Kerajaan Panjalu, Prabu Jitendrakara alias Panji Watugunung sedang duduk di kursi nya sedang menerima pisowanan Siwikarna dan Jaluwesi juga Tumenggung Ludaka di ruang pribadi Raja.
Dua dayang yang bertugas untuk memenuhi semua kebutuhan raja nampak duduk bersimpuh di belakang dengan patuh.
"Jadi mereka dua orang prajurit yang kau tempatkan untuk menemani putra ku selama tiga purnama ini, Tumenggung Ludaka?", Panji Watugunung menatap ke arah dua orang pria bertubuh kekar itu yang nampak menunduk hormat kepada nya.
"Benar sekali Gusti Prabu..
Mereka lah yang hamba tugaskan untuk menjaga Gusti Pangeran Panji Tejo Laksono di tempat pelatihan nya", Tumenggung Ludaka menghormat pada Panji Watugunung usai berbicara.
Hemmmmmmm...
"Lantas dimana putra ku saat ini? Kenapa kalian kembali tanpa dia?", tanya Prabu Jayengrana sambil menatap ke arah Siwikarna dan Jaluwesi.
"Mohon ampun Gusti Prabu..
Kami kemari atas utusan Gusti Pangeran Panji Tejo Laksono untuk mengantar nawala ini pada Gusti Prabu", Siwikarna kemudian mengambil sepucuk surat yang di tulis oleh Panji Tejo Laksono dan menghaturkan nya pada Panji Watugunung dengan kedua tangannya.
Maharaja Panjalu itu segera berdiri dari tempat duduknya dan mengambil surat dari tangan Siwikarna. Di bawah penerangan lampu minyak jarak, Panji Watugunung membaca surat dari putra sulung nya itu dalam hati.
'Sembah bakti hamba pada Kanjeng Romo Prabu Jitendrakara,
Sang penguasa Kerajaan Panjalu yang perkasa,
Meneruskan laku tapa brata pelatihan,
Guru Begawan Ganapati meminta upah ilmu yang di ajarkan,
Berupa tapa ngrame selama 40 hari,
Untuk menempa diri dan jiwa,
Mohon kiranya Kanjeng Romo Prabu mengerti,
Ananda akan kembali ke istana setelah upah di tepati'
Demikianlah bunyi surat yang ditulis oleh Panji Tejo Laksono. Panji Watugunung segera menggenggam erat nawala yang di tulis pada lembar daun lontar itu.
"Putra ku memang mirip dengan ku hehehehe..
Sepengetahuan kalian, kemana arah perginya dia?", kembali Panji Watugunung menatap ke arah Siwikarna dan Jaluwesi.
"Kami berpisah dengan Gusti Pangeran sewaktu di lereng gunung, Gusti Prabu.. Tapi seperti nya beliau menuju ke arah selatan", ujar Jaluwesi sambil menyembah pada Prabu Jayengrana.
Hemmmmmmm
"Berarti tujuan nya adalah ke Kadipaten Seloageng. Ya sudahlah, biarkan dia menempa diri nya di dunia persilatan, toh 40 hari lagi dia akan pulang.
Tumenggung Ludaka,
Bagaimana dengan tugas yang aku berikan kepada mu? Apa sudah ada kemajuan?", kali ini Prabu Jayengrana mengalihkan pandangannya pada Tumenggung Ludaka.
"Utusan yang kita kirim ke Jenggala masih belum kembali Gusti Prabu. Kita hanya bisa menunggu kedatangan nya", ujar Tumenggung Ludaka sambil menghormat.
"Ini tidak boleh di biarkan berlarut-larut. Setelah dua pekan, jika utusan kita belum juga pulang, kau kembali kemari untuk membicarakan masalah ini.
Apa kau mengerti Tumenggung Ludaka?", titah Panji Watugunung segera.
"Sendiko dawuh Gusti Prabu Jayengrana", ujar Tumenggung Ludaka dengan cepat. Usai laporan mereka selesai, Tumenggung Ludaka, Siwikarna dan Jaluwesi segera mohon diri.
Setelah itu, Panji Watugunung segera melangkah menuju ke arah kamar tidur pribadinya yang ada di belakang Balai Paseban Agung Kerajaan Panjalu.
Kedatangan nya di sambut oleh Dewi Anggarawati yang merupakan salah satu dari 3 permaisuri Panji Watugunung. Kebetulan malam itu adalah jatah mereka untuk bersama.
Begitu Dewi Anggarawati menyambut, dua dayang istana itu langsung menghormat dan mengundurkan diri dari hadapan Panji Watugunung dan Dewi Anggarawati.
"Kau kelihatannya banyak pikiran, Kangmas Prabu..
Sedang ada masalah apa?", tanya Dewi Anggarawati sambil tersenyum simpul.
"Putra mu melakukan topo ngrame, Dinda Anggarawati.. 40 hari lagi dia baru pulang ke istana", jawab Panji Watugunung sambil melepaskan sumping sulur pakis nya.
"Kenapa kau khawatir? Bukan kah ada orang yang mengawalnya?", Dewi Anggarawati membantu Panji Watugunung melepaskan sumping sulur pakis di telinga kiri suaminya.
Huhhhhh...
"Kau itu seperti tidak hapal dengan watak Tejo Laksono, Dinda..
Mana mau dia di kawal oleh para prajurit?", ujar Panji Watugunung sambil menghela nafas panjang.
"Duh anak ini kenapa sih keras kepala sekali? Sekali sekali tidak bikin khawatir orang tua itu apa gatal badannya?", omel Dewi Anggarawati sambil mendengus keras.
"Hahahaha...
Persis seperti ibunya Dinda hahahaha.. Sudahlah Dinda, anak burung elang tidak akan bisa menjadi raja langit jika masih dalam sarang nya. Biarkan saja dia menemukan beberapa pengalaman hidup. Nanti akan membuat nya menjadi orang yang bijaksana", ucap Panji Watugunung sambil tertawa lepas.
"Tapi Kangmas...", belum selesai Dewi Anggarawati bicara, jari telunjuk Panji Watugunung segera menutup bibirnya.
"Tidak ada tapi tapian...
Aku juga tidak suka putra ku menjadi anak malas karena ibunya terlalu memanjakan nya. Ayo sekarang kita tidur, sudah waktunya kita untuk itu", senyum nakal Panji Watugunung segera terukir di wajah tampan nya.
"Ah kau ini Kangmas..
Kita itu sudah tua, sudah hampir punya menantu. Jangan seperti anak muda", sahut Dewi Anggarawati sambil tersenyum tipis.
"Eits tua itu pusar ke atas ya..
Kalau pusar ke bawah masih 2 dasawarsa Dinda hehehehe", Panji Watugunung segera menarik tangan Dewi Anggarawati ke atas ranjangnya. Perempuan cantik itu hanya tersenyum simpul saat Maharaja Panjalu itu mulai mencumbu leher nya..
Salah satu dayang yang mendampingi Prabu Jayengrana terlihat mengendap-endap menuju ke arah pintu samping istana Katang-katang. Dua orang prajurit yang bertugas langsung membuka pintu samping istana dan si dayang langsung menutupi wajahnya dengan kain selendang warna hitam hingga wajahnya tak jelas.
Di dekat pasar besar, dia berbelok ke arah sebuah warung makan yang terletak di samping pasar. Suasana malam terasa begitu sepi, hingga membuat orang malas keluar rumah.
Di samping warung makan, sebuah pohon waru tegak berdiri. Di sanalah sang dayang istana berhenti. Sesosok bayangan hitam terlihat berdiri di sana dengan membelakangi sang dayang istana yang bernama Kanti ini.
"Berita apa yang kau bawa hari ini, Kanti?", ujar si bayangan hitam dengan suara berat nya.
"Gusti Pangeran Panji Tejo Laksono akan pulang ke Kadiri 40 hari lagi. Sekarang dia sedang menjalani topo ngrame di Kadipaten Seloageng.
Kisanak,
Aku sudah menjadi mata mata mu selama ini. Bisakah kau lepaskan ayah ku dari penjara?", ujar Kanti penuh harap.
"Aku jamin bisa melepaskan nya, kau tunggu saja 40 hari lagi.
Sekarang kau kembali lah, tugas mu berbahaya. Kalau kau ketahuan, bukan hanya kau tapi seluruh keluarga mu akan di penggal oleh Gusti Prabu Jayengrana", ujar si bayangan hitam itu segera.
Kanti menghela nafas panjang sebelum kembali kearah istana Katang-katang. Setelah Kanti pergi, si bayangan hitam itu segera berkelebat cepat kearah barat.
'Ini kesempatan emas yang tidak boleh dibiarkan begitu saja. Dia pasti gembira mendengar berita ini', batin si bayangan hitam yang terus bergerak menuju ke sebuah rumah besar yang ada di barat kota.
****
Pagi menjelang tiba di wilayah Kadipaten Seloageng. Suara kokok ayam jantan bersahutan menyambut kedatangan sang mentari yang mulai menerangi langit timur dengan semburat jingga nya. Suasana sejuk begitu segar di kawasan timur kota Pakuwon Palah.
Pagi itu, Panji Tejo Laksono membeli dua ekor kuda sebagai sarana perjalanan nya dari seorang pedagang kuda yang tak jauh dari rumah Ki Wongso dan Nyi Sumi.
Setelah berpamitan kepada Ki Wongso dan Nyi Sumi, Panji Tejo Laksono memberikan 10 kepeng perak kepada Nyi Sumi. Meski awalnya menolak, namun Nyi Sumi akhirnya tidak kuasa menolak kebaikan hati Panji Tejo Laksono setelah pangeran muda ini berkata bahwa dia memberikan uang itu sebagai tanda sayang nya kepada mereka.
Kejadian pembantaian para pencuri sadis yang meresahkan masyarakat di timur kota Pakuwon Palah itu langsung menjadi buah bibir di kalangan masyarakat. Mereka bertanya-tanya siapakah yang bisa melenyapkan para perusuh itu padahal para prajurit Pakuwon Palah saja kesulitan untuk menangani mereka.
"Kang, aku dengar dari Ki Lurah katanya yang menghabisi para bromocorah itu adalah satu orang loh.
Itu kata Ki Lurah setelah mendengar dari Juru Prajurit yang menangani masalah ini", ujar seorang warga yang terlihat bergerombol di depan salah satu rumah warga.
"Benar Yo..
Katanya itu cuma bisa di lakukan oleh seorang pendekar yang menguasai ilmu pedang tinggi.
Mereka semua terbunuh oleh sayatan pedang yang serupa.
Hebatnya lagi, dia tidak mengambil satu pun barang hasil rampokan mereka", jawab seorang lelaki sepuh sambil mengelus jenggotnya.
"Ya semoga saja dengan matinya mereka, ketentraman Kota Palah akan terus terjaga ya kang.. ", sahut seorang lainnya.
Panji Tejo Laksono dan Gayatri terus memacu kudanya kearah timur. Melewati beberapa perkampungan kecil, mereka sampai di wilayah Pakuwon Bedander pada tengah hari. Sambil mengisi perut di sebuah rumah makan, Panji Tejo Laksono memperhatikan kehidupan sehari-hari masyarakat kota kecil ini.
Ada sepasang mata yang terus memperhatikan gerak-gerik Panji Tejo Laksono. Setelah yakin dengan perkiraan nya, pemilik sepasang mata ini segera bergegas menuju ke arah seorang lelaki bertubuh gempal sambil membisikkan sesuatu. Si lelaki bertubuh gempal mengangguk, dan segera berlari cepat kearah sebuah hutan bambu yang ada di selatan Kota Pakuwon Bedander.
Beberapa orang berpakaian abu-abu dengan ikat kepala hitam tengah duduk di sebuah bangunan dari kayu yang ada di tengah hutan bambu saat lelaki itu tiba disana.
"Lurah e Lurah e..
Dimana lurah e?", ujar si lelaki bertubuh gempal itu dengan keras.
"Ada apa Ndol? Kenapa kau teriak teriak seperti orang gila begitu?", tanya salah seorang dari kelompok lelaki yang duduk di teras bangunan kayu itu.
"Ada yang penting, Kang Wugu..
Itu si lelaki yang di omongkan Lurah e tadi pagi, terlihat di kota Pakuwon Bedander", jawab si lelaki bertubuh gempal yang di panggil Bendol.
Tak berapa lama kemudian seorang lelaki paruh baya berjenggot lebat dengan sorot mata tajam keluar dari dalam bangunan kayu itu sambil mendengus keras.
"Ada apa ini ribut ribut ha? Mengganggu orang tidur saja", hardik si lelaki paruh baya bertubuh kekar itu sambil mendelik tajam ke arah Bendol.
"Anu ampuni aku Lurah e..
Itu si Moyo baru kasih kabar kalau si lelaki yang di perintahkan Lurah e untuk mengabari kalau melihatnya, ada di rumah makan Nyi Umang", lapor si Bendol setelah melihat lelaki paruh baya itu muncul.
"Lelaki? Lelaki apa?", lelaki bertubuh kekar berotot itu mendelik ke arah Bendol.
"Aduh Lurah e ini bagaimana to..
Itu loh Lurah e, yang lurah e terima perintah tadi pagi", Bendol mengingatkan. Si lelaki paruh baya bertubuh kekar itu langsung menepuk jidatnya sendiri.
"Kampret, lupa aku!
Kau dimana melihat nya tadi?", si lelaki paruh baya bertubuh kekar itu langsung ingat.
Dia adalah Besari, pimpinan gerombolan Serigala Abu-abu, salah satu kelompok perampok sadis yang tak segan segan untuk menghabisi nyawa orang yang di rampok nya. Tadi pagi dia menerima perintah dari seseorang di Kota Kadipaten Seloageng untuk membina seorang pria muda tampan yang berusia sekitar 2 dasawarsa. Ciri ciri nya dia memiliki hidung mancung, kulit putih, alis mata tebal dan sebuah tahi lalat kecil di atas bibir kanan nya. Asal bisa membunuh dan menyerahkan kepalanya, ada hadiah sebesar 100 kepeng emas. Hadiah yang besar itu tentu saja membuat siapapun tergiur untuk mendapatkan nya.
"Bukan aku yang melihatnya, tapi si Moyo yang melihat nya. Dia sedang mengikuti lelaki itu yang katanya bersama dengan seorang lelaki yang wajahnya mirip seorang gadis", terang Bendol sambil menatap ke arah Besari.
"Terus pantau pergerakan nya. Laporkan setiap ada kesempatan. Kalau dia ke selatan, kita cegat dia di Alas Kembang Arum", perintah Besari dengan cepat.
"Mengerti Lurah e ", jawab Bendol yang langsung bergegas kembali ke arah Kota Pakuwon Bedander. Setelah kepergian Bendol, Besari membawa ke 8 anak buah nya untuk bergerak menuju ke arah Alas Kembang Arum yang menjadi jalan utama menuju ke arah Wanua Ranja yang menghubungkan wilayah Kadipaten Seloageng dan Tanah Perdikan Lodaya.
Usai makan siang, Panji Tejo Laksono segera melompat ke atas kuda nya diikuti oleh Gayatri. Gadis itu rupanya ingin mengikuti langkah Panji Tejo Laksono kemanapun dia pergi asal tidak pulang ke rumah Juragan Wirakrama di kota Kadipaten Seloageng.
"Kita mau kemana, Taji?", tanya Gayatri setelah mereka naik ke atas kuda mereka masing-masing.
"Untuk saat ini aku ingin ke Tanah Perdikan Lodaya, Gayatri..
Melihat wilayah lain, akan membuka wawasan ku tentang kehidupan ", jawab Panji Tejo Laksono sambil menepuk bahu kudanya. Kuda itu langsung berjalan menuju ke arah selatan. Anjani mengikuti di belakangnya.
Moyo langsung memberi isyarat kepada Bendol untuk melapor pada Besari. Lelaki bertubuh gempal itu langsung melesat cepat memotong jalan menuju tepi hutan Kembang Arum dimana Besari dan anggota Gerombolan Serigala Abu-abu menunggu berita.
Panji Tejo Laksono terus menjalankan kuda nya dengan cepat menyusuri jalan raya yang menuju ke arah Wanua Ranja bersama Gayatri.
Saat memasuki kawasan hutan Kembang Arum, tiba-tiba sebuah pohon ambruk melintang di tengah jalan.
Bruuuuaaaakkkkhhh!!
Panji Tejo Laksono langsung menarik tali kekang kudanya dan kuda itu langsung meringkik keras sebelum berhenti. Tiba-tiba saja...
Whuuutt whuuthhh..
Dua buah besi jangkar bertali melesat cepat di kedua sisi tubuh Panji Tejo Laksono. Berikut nya dua jangkar bertali juga melesat cepat di dua sisi berbeda. Delapan orang dengan cekatan saling menarik hingga mengikat tubuh Panji Tejo Laksono yang masih diatas kuda.
Hahahaha..
"Ternyata mudah sekali untuk menangkap mu, bocah tengik!", ujar Besari yang muncul dari balik semak belukar yang tumbuh di tepi hutan Kembang Arum. Di tangan kanannya tergenggam sebuah cakar besi sepanjang sejengkal kaki.
"Siapa kalian? Kenapa kalian menangkap ku?", tanya Panji Tejo Laksono sambil berusaha melepaskan diri.
"Kami adalah Gerombolan Serigala Abu-abu yang di sewa untuk membunuh mu, bocah tengik!", jawab Besari sambil menyeringai lebar.
"Sekarang bersiaplah untuk mati!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Masih bersama kopi tubruk gula Jawa, selamat begadang kawan kawan 😁😁✌️✌️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 354 Episodes
Comments
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagiiieee 👌👌👌
2024-03-26
0
Mahayabank
/Good//Good//Good//Moon//Moon/
2024-03-26
0
Mahayabank
Bersiap lah untuk mati /Ok//Ok/
2024-03-26
0