Guwarsa selaku pimpinan kelompok Pasukan Lowo Bengi yang di tugaskan untuk mengawasi pergerakan Istana Pakuwon Widoro terkejut melihat kemunculan Panji Tejo Laksono yang tiba-tiba.
Pengalaman nya selama puluhan tahun menjadi telik sandi jempolan di Pasukan Lowo Bengi pimpinan Tumenggung Ludaka terasa lenyap tak berbekas saat ketahuan menguntit Panji Tejo Laksono.
Pria yang berumur nyaris 4 dasawarsa ini diam seribu bahasa.
"Kau pikir aku tidak tahu kalian mengawasi pergerakan ku di istana Pakuwon Widoro tadi?
Dari awal aku sudah tahu kalau kalian diam diam mengawasi dari pohon besar itu.
Cepat katakan apa tujuan kalian? Jika tidak jangan salahkan aku jika bertindak kejam", hardik Panji Tejo Laksono.
Guwarsa segera berlutut di hadapan Panji Tejo Laksono dan menyembah pada pangeran muda itu.
"Mohon ampun Gusti Pangeran,
Kami hanya mengikuti perintah Gusti Tumenggung Ludaka untuk mengawasi Istana Pakuwon Widoro juga memastikan keselamatan Gusti Pangeran", ujar Guwarsa segera.
"Bukannya aku sombong, tapi aku tidak butuh penjagaan kalian saat ini.
Aku mengirim pesan pada Paman Ludaka, berharap agar pihak istana Kotaraja Kadiri bisa menghukum Akuwu Sastrogalih karena pihak Kadipaten Tanggulangin melindungi nya.
Aku sedang menjalani topo ngrame, tidak bisa menggunakan jati diri ku untuk menghukum Akuwu Sastrogalih. Itu adalah alasan kenapa aku menyurati Paman Ludaka. Masih kurang 20 hari lagi sebelum aku bisa menunjukkan diri ku.
Untung saja kawan ku tidak menyadari kehadiran kalian. Kalau sampai jati diri ku terbongkar sebelum waktunya, dan aku harus mengulang kembali topo ngrame ku karena ulah konyol kalian, maka kalian tahu sendiri apa yang akan ku lakukan terhadap kalian.
Apa kalian mengerti, Pasukan Lowo Bengi?", Panji Tejo Laksono menatap tajam ke arah keempat lelaki berpakaian hitam hitam itu dengan keras.
"Kami mengerti Gusti Pangeran ", jawab Guwarsa sembari mengangguk cepat.
"Tahan para prajurit Pakuwon Widoro yang mungkin sedang memburu ku. Jika bisa menggunakan nama Paman Tumenggung Ludaka, gunakan saja..
Tapi jika tidak, jangan biarkan satupun dari mereka mendekati Wanua Drenges", ujar Panji Tejo Laksono sambil berbalik arah dan berdiri membelakangi para anggota Pasukan Lowo Bengi.
"Siap melaksanakan perintah", keempat orang anggota prajurit Lowo Bengi itu membungkukkan badannya. Usai mendengar kesanggupan mereka, Panji Tejo Laksono menggunakan Ajian Sepi Angin nya, melesat cepat kearah selatan, meninggalkan kelompok Guwarsa.
"Gusti Pangeran sungguh luar biasa, ya Kang Guwarsa?
Begitu berwibawa seperti Gusti Prabu Jayengrana dalam bertindak dan memutuskan sesuatu", ujar seorang yang berdiri di dekat Guwarsa.
"Kau benar..
Dia mewarisi sifat dan sikap Gusti Prabu Jayengrana. Diantara semua putra Gusti Prabu Jayengrana, sepertinya hanya dia yang layak menjadi penerus tahta Kerajaan Panjalu. Semoga kelak dia yang menjadi Raja Panjalu agar kemakmuran negeri ini bisa terus di nikmati.
Sudahlah, sekarang saatnya kita bersiap untuk menjalankan tugas sebagai prajurit Panjalu. Tahan semua orang Istana Pakuwon Widoro yang ingin masuk ke wilayah Wanua Drenges", perintah Guwarsa segera.
Ketiga pengikut nya segera mengangguk mengerti dan mulai mempersiapkan diri di tepi hutan kecil di Utara Wanua Drenges, bersiap untuk menghadang laju para prajurit Pakuwon Widoro.
Hari semakin terang. Matahari pagi perlahan muncul di ufuk timur.
Puluhan prajurit Pakuwon Widoro yang dipimpin oleh Bekel Gentiri. Mereka berkuda cepat kearah Wanua Drenges. Saat memasuki hutan kecil, tiba tiba..
Shhhrriinggg shriingg!!
Empat anak panah melesat cepat kearah pasukan prajurit Pakuwon Widoro. Bekel Gentiri yang memimpin pasukan langsung merunduk menghindari anak panah yang meluncur ke arah nya. Dia selamat dari maut namun tidak anak buah nya.
Jleeppph jleeppph!!
Aaarrrghh aaauuuuggggghhhhh!!
Empat orang prajurit Pakuwon Widoro langsung terjungkal dengan anak panah menancap di tubuh mereka. Saat kepanikan terjadi, kembali 4 anak panah melesat ke arah mereka.
Bekel Gentiri langsung mencabut pedang di pinggangnya dan membabat anak panah yang mengincar nyawa.
Thrrraaannnnggggg trrakkk!
Satu anak panah berhasil di tangkis namun tiga lainnya berhasil menjatuhkan dua prajurit Pakuwon Widoro dan seekor kuda tunggangan prajurit. Mereka menjadi kacau-balau sembari waspada terhadap serangan gelap ini.
Melihat 6 anak buah nya tumbang, Bekel Gentiri berteriak lantang.
"Pengecut!
Beraninya menyerang diam diam. Cepat keluar kalau kalian pendekar!", teriak Bekel Gentiri sambil mengedarkan pandangannya ke arah sekitarnya.
Shrrriinnnggg shhhrriinggg!!
Kembali empat anak panah meluncur cepat kearah para prajurit Pakuwon Widoro. Namun kali ini mereka segera menahan serangan anak panah itu dengan tameng besi nya.
Thrrraaannnnggggg!!
"Kalian tidak diijinkan untuk melewati tempat ini. Kalau kalian tidak mau dengar, bersiaplah untuk mati!"
Terdengar suara berat dari balik pepohonan rimbun hutan kecil itu. Bekel Gentiri mendengus keras mendengar suara ancaman itu.
"Dasar keparat!
Kami prajurit Pakuwon Widoro. Siapa berani menghalangi tugas kami, hukuman mati menantinya", teriak Bekel Gentiri dengan keras.
"Kau baru menjadi prajurit Pakuwon saja sudah sombong!", terdengar suara berat lagi, dan....
Jleeggg jleeggg jleeggg!!
Empat sosok berpakaian hitam-hitam dengan menggenakan topeng kayu bercat biru mendarat di hadapan Bekel Gentiri dan para prajurit Pakuwon Widoro usai melesat dari balik rimbun pepohonan.
"Apa maksud kalian menghalangi jalan kami? Apa kalian sudah bosan hidup berani menantang para prajurit Pakuwon Widoro ha?", hardik Bekel Gentiri sambil melompat turun dari kudanya. Para prajurit Pakuwon Widoro yang tersisa sekitar 20 orang ikut melompat turun dari kuda mereka masing-masing.
"Aku tidak perlu repot-repot menjelaskan kenapa aku menghalangi jalan kalian.
Pulanglah ke Pakuwon Widoro, jangan teruskan perintah Akuwu Sastrogalih. Kalian tidak cukup kuat untuk meneruskan usaha kalian", ujar Guwarsa sembari tersenyum kearah Bekel Gentiri dan para prajurit Pakuwon Widoro.
"Keparat!
Kau berani menghina kami. Prajurit Pakuwon Widoro, tangkap empat orang ini. Kalau melawan, habisi saja!".
Mendengar perintah Bekel Gentiri, para prajurit Pakuwon Widoro langsung menerjang maju ke arah Kelompok Pasukan Lowo Bengi pimpinan Guwarsa.
Pertarungan sengit segera terjadi di tepi hutan kecil itu dengan sengit.
Bekel Gentiri segera melesat ke arah Guwarsa sembari mengayunkan pedangnya.
Whuuthhh!!
Guwarsa dengan lincah menghindari sabetan pedang Bekel Gentiri. Melihat serangan nya mentah, Bekel Gentiri mengayunkan pedangnya kearah leher lawan. Guwarsa kembali menghindar sembari menghantamkan tangan nya ke arah rusuk Bekel Gentiri bertubi-tubi.
Bhuuukkkhhh dhiesshhhhhhh...
Aaauuuuggggghhhhh!!!
Bekel prajurit Pakuwon Widoro itu jatuh terjengkang. Dua orang prajurit langsung mengayunkan senjata mereka ke arah Guwarsa.
Whuuthhh whhhuuuggghhhh!!
Dengan salto mundur yang cepat, Guwarsa menghindari sabetan pedang beruntun dari lawannya. Dengan cepat ia melenting tinggi ke udara, dan meluncur turun ke dua prajurit yang menyerang nya.
Dua prajurit itu segera menahan serangan Guwarsa dengan tamengnya. Saat mereka berhasil menahan serangan, dengan cepat mereka membacokkan pedang ke arah kaki Guwarsa yang menginjak tameng.
Whuuthhh!!
Guwarsa melenting mundur menghindari serangan dua prajurit Pakuwon Widoro sembari menghantam tapak tangan nya ke arah prajurit Pakuwon Widoro itu. Dua larik sinar merah menghantam tameng mereka.
Blllaaammmmmmmm!!!
Dua orang prajurit itu terpelanting ke belakang meski tameng besi melindungi tubuh mereka berdua. Mereka tewas dengan luka dalam yang serius.
Bekel Gentiri, meski dada nya masih sakit terkena hantaman Guwarsa tadi, menggenggam erat gagang pedang nya sambil bersiap untuk menyerang. Namun dari arah Utara terdengar suara langkah ratusan ekor kuda mendekati tempat itu.
"Hentikan pertarungan!!"
Suara keras nan berwibawa membuat Guwarsa dan kawan-kawan nya juga para prajurit Pakuwon Widoro menoleh ke arah sumber suara. Seorang lelaki berusia 4 setengah dasawarsa bertubuh tegap dengan kumis tebal nampak mendekati tempat itu di temani oleh seorang lelaki bertubuh tambun dengan perut buncit dan kumis tipis. Pakaian mereka yang mewah dengan banyak perhiasan emas menandakan bahwa mereka bukan orang biasa. Seorang lelaki lain yang lebih sepuh dengan tubuh kekar berotot namun jenggot dan kumis nya telah memutih mengiringi langkah mereka.
Guwarsa dan ketiga kawan nya langsung menyembah pada lelaki bertubuh tegap itu dengan cepat.
"Sembah bakti hamba Gusti Tumenggung Ludaka, Gusti Demung Gumbreg", ujar Guwarsa dengan penuh hormat. Mendengar dua nama besar itu disebut, Bekel Gentiri dan para prajurit Pakuwon Widoro terkejut bukan main.
Bagaimana tidak, semua orang di wilayah Kerajaan Panjalu mengetahui bahwa selama Prabu Jayengrana menegakkan keadilan dan hukum saat memerangi Kerajaan Jenggala dan para pemberontak yang merongrong kewibawaan Pemerintah Kerajaan Panjalu, Panji Watugunung alias Prabu Jayengrana selalu di temani oleh beberapa orang abdi setia nya. Dua diantaranya adalah Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg. Mereka sangat terkenal di kalangan para prajurit dan pembesar di wilayah wilayah Kadipaten di seluruh Kerajaan Panjalu. Beberapa bahkan menjadikan mereka berdua sebagai panutan bagi para prajurit hingga para perwira muda.
Bekel Gentiri merasa bahwa dia melakukan kesalahan besar karena berani menentang Guwarsa dan kawan-kawan. Apalagi Senopati Ranadipa, punggawa paling di segani di wilayah Kadipaten Tanggulangin, nampak ketakutan di belakang Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg. Kedatangan mereka benar benar tepat waktu.
Hemmmmmmm..
"Apa kalian sudah menjalankan tugas yang aku berikan pada kalian?", tanya Tumenggung Ludaka dengan santainya.
"Hamba sudah berusaha keras Gusti Tumenggung, namun para prajurit Pakuwon Widoro ini bersikeras untuk menerobos masuk jadi terpaksa kami menggunakan kekerasan", Guwarsa melapor ke Tumenggung Ludaka.
"Ranadipa,
Begini cara mu mendidik anak buah mu?
Kau tahu bahwa menghalangi tugas para prajurit khusus Kerajaan Panjalu bisa dianggap sebagai tindakan pemberontakan.
Apa ini yang kau inginkan??", teriak Demung Gumbreg segera.
"Mohon ampun Gusti Demung..
Hamba sudah melakukan tugas hamba dengan baik. Kalau pun ada yang memerintahkan mereka, itu pasti adalah atasan langsung mereka", jawab Senopati Ranadipa dengan penuh ketakutan.
"Jadi jadi kalian adalah prajurit khusus Kerajaan Panjalu?
Jagat Dewa Batara,
Apa yang sudah ku lakukan?", lemas dengkul Bekel Gentiri. Pria bertubuh kekar itu langsung berlutut dihadapan Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg. Para prajurit Pakuwon Widoro yang lain langsung mengikuti langkah sang pimpinan. Berbagai pikiran berkecamuk di kepala mereka masing-masing tentang hukuman yang diberikan oleh Tumenggung Ludaka.
"Aku tahu kalian hanya menjalankan perintah. Sekarang kalian semua ikut aku ke istana Pakuwon Widoro.
Waktu nya untuk menegakkan keadilan di tempat ini", perintah Tumenggung Ludaka dengan lantang.
Para prajurit Pakuwon Widoro segera mengikuti langkah Guwarsa dan kawan-kawan serta para prajurit Panjalu di bawah pimpinan Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg. Mereka segera bergegas menuju ke arah Istana Pakuwon Widoro.
Akuwu Sastrogalih sama sekali tidak menduga bahwa hari itu menjadi hari terakhir nya sebagai seorang penguasa. Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg memutuskan menyeret nya ke dalam penjara sebelum di hukum gantung setelah menunjukkan bukti-bukti tindakan sewenang-wenang nya. Meski dia berusaha berkelit dari semua tuduhan, tapi kesaksian Manisri yang merupakan korban terakhir nya membuat nya tak berkutik.
"Senopati Ranadipa,
Tolonglah aku. Aku tidak mau mati. Aku mohon, aku adalah saudara sepupu Adipati Tanggulangin", ujar Akuwu Sastrogalih dengan penuh harap.
"Maaf Sastrogalih,
Gusti Adipati Prangbakat pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong mu karena Tumenggung Ludaka memegang lencana emas bergambar Candrakapala yang merupakan tanda perintah Gusti Prabu Jitendrakara.
Maafkan aku", ucap Senopati Ranadipa sembari menundukkan kepalanya.
"Tidak!
Aku tidak mau mati. Aku tidak mau mati!", Akuwu Sastrogalih segera melesat cepat bermaksud untuk melarikan diri dari hadapan Tumenggung Ludaka. Dengan cepat ia menghantamkan kedua telapak tangan nya ke arah prajurit yang menghalangi jalan nya.
Blllaaammmmmmmm blammmmm!!
Puluhan prajurit terpental dan sebagian lagi melompat menghindari hantaman tangan Akuwu Sastrogalih. Kejadian itu begitu cepat hingga Tumenggung Ludaka dan Demung Gumbreg tak sempat mengejar nya dari dalam Istana Pakuwon Widoro.
Namun saat Akuwu Sastrogalih sampai di halaman istana, sebuah bayangan berkelebat cepat kearah nya dan menghantamkan tangan kanannya ke arah Akuwu Sastrogalih yang mencoba untuk kabur.
Whhhhuuuuggghhh!!!
Sinar merah menyala seperti api menerabas cepat kearah Akuwu Sastrogalih. Melihat sinar merah menyala itu, dengan gesit Akuwu Sastrogalih menghindari nya.
Blllaaammmmmmmm!
Bersamaan dengan itu para prajurit langsung mengepung tempat itu. Seorang lelaki berpakaian serba hitam mengenakan penutup wajah berdiri tegak menghadang laju pergerakan Akuwu Sastrogalih.
"Minggir kau keparat!
Aku mau pergi dari tempat ini", teriak Akuwu Sastrogalih dengan cepat.
"Dasar durjana!
Kau harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan mu. Sudah cukup kau menebar keangkaramurkaan di wilayah Pakuwon ini", ujar sang sosok berpakaian hitam-hitam itu segera.
"Bosan hidup kau rupanya. Akan ku kirim kau ke neraka!", teriak Akuwu Sastrogalih sembari menghantamkan tapak tangan nya.
Whuuthhh whhhuuuggghhhh!
Dua larik sinar biru kehitaman melesat ke arah sosok berpakaian hitam-hitam yang tidak lain adalah Panji Tejo Laksono. Pangeran muda ini segera mencabut pedangnya dan menyalurkan tenaga dalam nya untuk mengeluarkan jurus pamungkas dari Ilmu Pedang Tanpa Bayangan. Dengan cepat sang pangeran muda menebaskan pedangnya sebanyak dua kali.
"Pedang Pembasmi Iblis..
Chhiyyyyyyyyyyyyyaaaaaaaatt!!"
Dua hawa panas menyengat setipis pedang melesat cepat memapak serangan Akuwu Sastrogalih.
Whhhhuuuuggghhh..
Blllaaammmmmmmm!!
Ledakan dahsyat terdengar saat dua ilmu kanuragan tingkat tinggi itu beradu. Kalah tingkat tenaga dalam, Akuwu Sastrogalih terseret mundur beberapa langkah sambil muntah darah. Luka dalam nya tadi malam yang belum sembuh benar, membuat nya benar benar dalam masalah besar. Panji Tejo Laksono langsung melompat tinggi ke udara dan meluncur cepat kearah Akuwu Sastrogalih yang masih merasakan sesak nafas.
Satu tebasan pedang membuat Akuwu Sastrogalih berkelit ke samping kanan namun tapak tangan kiri Panji Tejo Laksono dengan cepat menghantam dada kiri nya.
Dhhhuuuaaaaarrrrrrrrr!
Akuwu Sastrogalih terpental ke belakang dan menyusruk tanah dengan keras. Dengan dada kiri hangus terbakar akibat Ajian Tapak Dewa Api, pria paruh baya itu tewas mengenaskan.
Melihat itu, para prajurit hendak menangkap sosok hitam yang baru saja melawan Sastrogalih, namun suara berat Tumenggung Ludaka langsung menghentikan langkah para prajurit.
"Apa kalian ingin mati?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 354 Episodes
Comments
Mahayabank
Yaudah lanjuuuut lagiiieee 👌👌👌
2024-04-03
0
Mahayabank
Mau melawan mc..../Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-04-03
0
Mr. jooosss
lanjuuut terus
2023-04-22
0