The Gray Autumn
Malam kian larut. Seorang gadis berambut cokelat berdiri sedikit gontai. Autumn Dorielle Hillaire, putri sulung dari pasangan Edgar Hillaire dan Arumi. Usianya telah menginjak dua puluh dua tahun. Dia baru merayakan kelulusan dari sebuah universitas ternama Kota Paris.
Apa yang pernah Edgar katakan dulu, benar adanya. Autumn kini menjelma menjadi gadis yang sangat menarik, juga energik. Elle, itulah panggilan gadis bermata abu-abu tersebut. Mata yang begitu indah dan sangat bening. Bercahaya sehingga dapat menarik perhatian siapa pun yang menatapnya.
"Kau yakin tidak akan pulang bersama kami, Elle?" Seorang gadis berambut pirang, menyembulkan kepala dari dalam mobil. Dia adalah Maeva, sahabat dekat Autumn.
"Tidak, Ev. Leon akan menjemputku. Kau tidak usah khawatir," jawab Autumn, sambil memijat kening perlahan. Kepala gadis itu terasa pusing karena pengaruh minuman yang dinikmati tadi, saat berpesta dengan teman-temannya di dalam klub. Autumn seperti sang ibu. Dia bukan tipe orang yang kuat minum banyak. Segelas, dua gelas saja telah cukup membuatnya terlihat kacau.
"Ya, sudah. Kalau begitu aku pulang sekarang, sebelum Abel berubah pikiran dan menyuruhku turun," ucap Maeva setengah berbisik.
"Aku mendengarmu, Ev," ujar Abel, yang sudah siap di belakang kemudi.
Maeva segera menutup mulut, seraya menoleh pada pemuda berwajah manis tersebut. Setelah itu, dia kembali mengalihkan perhatian pada Autumn. Maeva melambaikan tangan, sebelum akhirnya mobil sedan milik Abel berlalu dan menjauh.
Sepeninggal mereka, Autumn melihat arloji di pergelangan tangan kiri. Sudah lewat pukul sebelas malam. Dia masih berada di luar. Tepatnya di halaman salah satu night club berkelas Kota Paris.
“Kacau!” keluh Autumn jengkel. Dia tidak tahu harus bagaimana. Kekasih yang ditunggu tak juga datang menjemput. Autumn menggerutu pelan.
Makin lama, Autumn makin tak nyaman berlama-lama di sana. Dia tidak terbiasa dengan kehidupan malam. Akhirnya, gadis cantik tersebut memutuskan memilih pulang menggunakan taksi. Namun, sebelum itu dia mencoba menghubungi sang kekasih terlebih dulu.
Autumn merogoh ke dalam sling bag dengan tali yang tersampir di pundak sebelah kiri. Dia memeriksa telepon genggam, lalu menggerutu kesal. “Sialan! Kenapa kau justru mati?” Autumn memaki alat komunikasi canggih itu karena kehabisan baterai. Akhirnya, ponsel tersebut dimasukkan kembali ke dalam tas.
Gadis cantik itu menyapu pandangan sekeliling area parkir klub. Autumn baru menyadari dirinya tengah menjadi pusat perhatian, dari tiga pria yang terus memandang dengan tatapan nakal.
Ragu, Autumn menoleh. Membalas tatapan ketiga pria tadi. Gadis itu merasa takut. Namun, dia mencoba tetap terlihat tenang. Tanpa berpikir panjang, si pemilik mata abu-abu tersebut segera menghampiri sebuah SUV hitam. Dekat kendaraan itu, ada seorang pria yang akan masuk. “Permisi. Bolehkah aku menumpang mobilmu? Pria-pria di sana sejak tadi mengawasiku." Autumn setengah berbisik pada si pemilik mobil.
Pria dengan jaket kulit itu menoleh. Mata abu-abunya menatap lekat Autumn, seperti tengah menganalisis dengan cermat. Sesaat kemudian, dia mengalihkan pandangan pada beberapa pria yang Autumn sebutkan, sebelum kembali mengarahkan perhatian pada gadis di hadapannya.
“Tentu,” jawabnya, dengan suara berat. Dia membukakan pintu untuk Autumn, yang bergegas masuk dan duduk tenang dalam mobil.
Entah kegilaan macam apa yang tengah Autumn lakukan. Dia tak tahu apa yang akan terjadi setelah SUV itu melaju gagah, meninggalkan area night club tempatnya berpesta beberapa saat yang lalu.
Autumn terus berpikir. Sesekali, gadis itu melirik pria yang tengah fokus pada jalanan malam Kota Paris yang masih ramai. Ditatapnya lekat pria tampan tersebut.
Pria itu bukan anak muda sebaya Autumn. Dia juga terlihat sedikit misterius.
Seketika, Autumn tersadar. Akan lebih baik jika dirinya segera turun dari mobil. “Aku turun di sini saja, Tuan, ” ucapnya tiba-tiba. Membuat si pria segera menoleh, kemudian menepikan mobil yang dikemudikan.
“Kau yakin ingin turun di sini, Nona?” tanya pria dengan rambut cokelat tembaga itu, meyakinkan Autumn. Nada bicaranya begitu datar.
“Ya. Aku akan mencari taksi saja,” jawab Autumn, seraya melepas sabuk pengaman. Dia meringis pelan, saat merasa pusing disertai pandangan yang mulai berkunang-kunang.
“Baiklah." Pria itu juga melepas sabuk pengaman. Dia turun lebih dulu, sebelum membukakan pintu untuk Autumn. “Akan kucarikan kau taksi,” ucapnya, seraya melihat ke jalan raya dengan kendaraan ramai berlalu-lalang.
Autumn tidak menanggapi. Dia hanya diam memperhatikan lekat si pria dewasa.
Pria itu sudah berusia cukup matang dibanding Autumn. Akan tetapi, si pemilik rambut cokelat tembaga tersebut masih terlihat sangat menarik.
“Kenapa Anda harus repot-repot, Tuan? Pulang saja. Mungkin istrimu sedang menunggu di rumah,” ujar Autumn. Gadis bermata abu-abu itu memijat kening perlahan.
Pria itu menoleh. Sorot matanya yang menawan, beradu dengan tatapan sayu Autumn yang mulai merasakan pusing jauh lebih hebat. Makin lama pandangan gadis itu makin kabur, hingga akhirnya gelap seketika.
......................
Waktu sudah menunjukan pukul sembilan pagi, ketika Autumn terbangun dari mimpi. Perlahan, dia mengucek kedua mata sambil duduk bersandar pada kepala tempat tidur.
Setelah benar-benar sadar, Autumn terkejut karena tidak berada di kamarnya. Gadis itu terbelalak, seraya mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Ya. Itu memang bukan kamarnya. Lalu, di mana dia berada saat ini?
Pertanyaan dalam benak Autumn seketika terjawab, saat seorang pria masuk ke kamar itu. Pria yang baru selesai berolaraga, kening dan beberapa bagian tubuhnya berkeringat. Autumn memperhatikan lekat, sambil mengingat-ingat. Samar, terbayang adegan semalam sepulang dari klub malam.
"Kau sudah bangun rupanya," ucap si pria, seraya menatap Autumn sesaat. Tersungging senyuman kecil di sudut bibirnya. "Aku akan mandi dulu. Jika kau lapar, pergilah ke ruang makan. Minta pelayan untuk menyiapkan sarapan," suruh pria itu, seolah-olah telah mengenal lama Autumn.
Akan tetapi, Autumn tidak segera menanggapi. Dia masih sedikit bingung. "Aku harus segera pulang," ucap gadis berambut cokelat tersebut.
Pria berambut cokelat tembaga itu tertegun, sebelum membuka pintu berwarna putih yang berada tidak jauh dari tempat tidur. Dia menoleh beberapa saat. "Tentu saja kau harus pulang. Jangan sampai kekasihku melihatmu ada di sini," ucapnya datar, lalu membuka pintu dan menghilang di baliknya.
Mendengar ucapan si pria, Autumn bergegas menyibakan selimut yang menutupi tubuh, lalu turun dari tempat tidur. Dia merapikan rambut dan pakaian yang kusut. Namun, belum selesai melakukan itu, tiba-tiba pintu kamar terbuka.
"Selamat pagi, Sayang!" Terdengar sapaan lembut seorang wanita.
🍒
🍒
🍒
Hai, semua. Sudah tahu kan siapa Autumn? Bagi yang belum tahu, ada baiknya intip "Kabut Di Hati Arumi". Yuk, lanjutkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-07-02
2
Wica Carolina
berharap elle anaknya moemoe & mimi.....apalah daya sm author dijadiinnya sm edgar 🤗🤗
2022-12-17
1
Sunarty Narty
waduh blm jg plg malah udah kepergok duluan
2022-09-23
1