"Haruskah kita membahas tentang rahasia, Tuan Royce?" tanya Autumn dengan nada bicara yang membuat Benjamin mengernyitkan kening. Dia seperti tengah mencerna maksud dari pertanyaan gadis bermata abu-abu tersebut.
"Maksudmu, Nona Hillaire?" Benjamin balik bertanya. Tatapan serta raut wajah pria itu teramat tenang.
Meskipun terkesan sangat menyebalkan, tetapi Benjamin Royce memiliki pesona luar biasa. Dia berhasil membuat Autumn menelan ludah dalam-dalam.
"Um ... aku ...." Autumn kebingungan. Semua rangkaian kata yang sempat terlintas dalam benaknya, tiba-tiba sirna seketika. Menguap begitu saja tanpa tersisa sedikit pun.
Autumn segera membalikan badan, lalu kembali menatap lautan lepas. Dia tak ingin makin terjebak dalam pesona pria tiga puluh lima tahun tersebut, yang hanya akan membuat otaknya jadi tumpul.
"Kenapa Anda ada di sini, Tuan Royce? Bukankah seharusnya ada di dalam bersama ayahku dan pria-pria berjas lain?" Autumn mencoba menepiskan rasa kikuk dalam dirinya, yang makin menggelitik dan membuat gadis bermata abu-abu itu tak nyaman.
Benjamin tersenyum diiringi gumaman pelan. Pria berambut cokelat tembaga itu mengikuti arah tatapan Autumn. Sorot matanya tampak aneh. Namun, bagi gadis muda seperti Autumn, tatapan itu terlihat sangat menawan dan teramat seksi.
Ah, tidak! Ada apa dengan Autumn? Kenapa tiba-tiba berpikir demikian?
Autumn menggeleng kencang. Tak seharusnya pikiran itu muncul. Terlebih, dia sudah dapat menebak pria seperti apa seorang Benjamin Royce.
"Apa kau akan tinggal lama di Marseille? Aku dengar, kakekmu berasal dari sini." Benjamin kembali membuka percakapan, seraya mengalihkan perhatian pada gadis cantik di sebelahnya.
"Ya. Kakekku berasal dari sini. Dia bahkan meninggal dan dimakamkan di kota ini. Nenekku juga," sahut Autumn, berusha tetap menguasai diri.
"Itu artinya, kau memiliki ikatan kuat dengan kota ini," blas Benjamin, masih dengan sikap serta cara bicara yang teramat tenang.
Autumn tertawa pelan. "Entahlah. Aku tidak pernah memiliki ikatan kuat dengan apa pun atau siapa pun," balas gadis itu enteng. Ingatannya tertuju pada Leon, yang hingga detik ini tak juga menghubunginya. Pria itu menghilang tanpa kabar sama sekali.
"Ikatan yang kuat, hanya akan membuat kita merasa terkekang bahkan tercekik. Kedengarannya sangat menakutkan. Iya, kan?" Benjamin menanggapi. Entah apa maksud dari ucapan pria tampan tersebut.
Autumn mencoba untuk mencerna maksud ucapan tadi. Akan tetapi, dia tak ingin menerka-nerka sesuatu yang tak jelas.
"Entahlah. Aku tidak mengerti apa yang Anda maksud. Sebaiknya aku kembali. Jangan sampai ibu melihat kita di sini." Autumn membalikkan badan, bermaksud meninggalkan Benjamin. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti ketika mendengar Benjamin mengatakan sesuatu.
"Besok malam ada pesta meriah di pantai dekat tempat tinggalku. Jika mau, kau boleh datang ke sana. Aku akan memberikanmu akses masuk. Kau pasti akan menyukainya."
Autumn tertegun sejenak, lalu menoleh. Namun, dia tak mengatakan apa pun.
Sementara Benjamin menatap dengan sorot tak dapat diartikan. "Kau pasti akan menemukan sesuatu yang baru di sana, Nona Hillaire," ucapnya lagi, seraya berjalan menghampiri Autumn. Membuatnya salah tingkah.
Benjamin tiba-tiba meraih tangan Autumb, kemudian mengeluarkan bolpoin dari saku jas. Dia menuliskan sesuatu di bagian dalan lengan gadis itu. Benjamin memegangi pergelangannya cukup kencang, berhubung Autumn bergerak karena geli.
"Seandainya kau berminat untuk datang," ucap Benjamin, setelah selesai menulis sesuatu di pergelangan bagian dalam Autumn. Pria bertubuh tegap itu melepaskan genggaman tangannya.
Autumn terdiam sejenak, seraya memandangi deretan angka yang tertera di lengan bagian dalam. Tak mau ambil pusing, dia berlalu begitu saja dengan diiringi tatapan dari seorang Benjamin Royce.
Autumn terus melangkah masuk. Dia kembali berbaur dengan orang-orang berpenampilan rapi lain.
Tak lama kemudian, Autumn melihat Benjamin pun hadir di sana. Pria itu mengambil segelas minuman yang ditawarkan pelayan, kemudian berbincang dengan beberapa pria berjas lain.
Entah mengapa, Autumn merasa senang saat memperhatikan pria itu. Benjamin sungguh memesona. Wajar saja jika dia memiliki banyak wanita dalam hidupnya. Namun, itu merupakan sesuatu yang sangat menakutkan bagi Autumn yang terbilang masih lugu.
Gadis berambut panjang itu kemudian melihat lengan bagian dalam. Dia memandangi deretan angka di sana. Ini merupakan godaan berat bagi Autumn, di kala ingin setia terhadap sang kekasih.
"Ini bukan apa-apa, Elle," gumam Autumn pada diri sendiri. "Pria itu tak mengharapkan apa-apa darimu."
"Kau sedang apa, Elle?"
Pertanyaan Darren berhasil membuyarkan lamunan Autumn. Gadis itu segera menoleh sambil melotot tajam. "Kau selalu mengejutkanku!" gerutunya kesal, seraya memalingkan wajah.
Tatapan Autumn, lagi-lagi tertuju pada paras rupawan Benjamin Royce, yang tengah asyik berbincang dengan para tamu lain. Pria itu tersenyum dan sesekali meneguk minumannya.
Sementara Darren yang berdiri di sebelah sang kakak, merasa heran dengan sikap gadis itu. Dia mendekatkan wajah ke pundak Autumn, mengikuti arah tatapan gadis bermata indah tersebut. "Hey! Jangan katakan kau tengah memandangi Tuan Royce," celetuknya, sehingga membuat Autumn mendelik tajam.
"Akuilah, Elle. Pria itu sangat tampan, meskipun terlalu tua untukmu," goda Darren, diiringi tawa pelan.
Autumn tidak menjawab. Dia menanggapi celotehan sang adik dengan menyikut perut pemuda itu. Membuat Darren meringis pelan.
"Kau sungguh keterlaluan, Elle." Darren meringis, sambil memegangi perut.
"Kau sungguh menyebalkan!" balas Autumn jengkel. Dia memutuskan meninggalkan sang adik, yang masih meringis. Namun, sesekali dia tersenyum kecil.
Hingga menjelang sore, pesta peresmian itu berakhir. Hampir semua tamu undangan telah meninggalkan tempat itu. Di sana hanya ada Edgar serta beberapa pengurus penting lain, termasuk Benjamin yang merupakan salah satu pemilik saham di sana. Mereka masih berbincang santai, sambil sesekali diselingi gelak tawa.
Autumn berdiri sambil memeriksa ponsel. Dia ingin segera pulang dan berganti pakaian. Autumn juga sudah tak tahan memakai pump shoes tujuh senti hingga seharian. Itu sungguh menyiksa baginya. "Apa kita akan di sini sampai malam, Bu?" tanya Autumn, yang ingin segera pulang.
"Tentu saja tidak. Kita akan pulang sebentar lagi, sampai ayahmu selesai berbincang dengan para koleganya," sahut Arumi tenang. Wanita cantik itu masih terlihat sangat nyaman, meskipun tak ada hal penting yang dia lakukan di sana.
"Padahal, mereka sudah berbincang sepanjang acara. Apa lagi yang sedang dibahas? Membosankan!" keluh Autumn. Dia sudah benar-benar jenuh. "Bolehkah aku pulang lebih dulu?" tanyanya lagi, setengah memelas.
Arumi tidak menjawab. Dia hanya tersenyum manis.
Autumn sepertinya sudah dapat menebak jawaban yang akan diberikan sang ibu. Dia tak berharap banyak. Gadis itu memilih duduk, kemudian melepas sepatu sambil bernapas lega.
Tanpa Autumn sadari, Benjamin mencuri pandang sejak tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
lovely
ganteng tapi tukang cium sana sini murahan c Benyamin 🥵
2022-09-16
0
Titik pujiningdyah
akupun terpesona sama si benjamin
2022-04-23
1