"Hanya perhatian?" Benjamin tak mengalihkan pandangan dari paras cantik Autumn. Dia tak peduli, meskipun gadis itu berusaha untuk tak beradu pandang dengannya.
Autumn adalah gadis yang sangat cantik. Dia begitu segar dan sangat menantang. Namun, Benjamin sudah dapat menebak karakter putri sulung Edgar Hillaire tersebut.
Autumn mengesankan seolah dirinya memiliki pertahanan diri yang kuat dan tak tergoyahkan. Membuat Benjamin jadi tergelitik, untuk melihat sejauh mana bisa menaklukan si pemilik mata abu-abu itu.
"Apakah ada seseorang yang mengabaikanmu, Nona Hillaire?" tanya Benjamin penasaran.
Autumn tak segera menjawab. Dia menghadapkan tubuh sepenuhnya ke laut lepas. Gadis itu justru sengaja datang ke pesta, demi melupakan sejenak pikiran tentang Leon.
"Tidak juga. Aku hanya sedang suntuk," jawab Autumn pelan.
"Kau terlihat banyak pikiran," ujar Benjamin. Dia berdiri di sebelah Autumn, sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana. Pria itu menatap objek yang sama dengan si gadis.
"Ternyata, selain sebagai pebisnis kau juga seorang peramal, Tuan Royce. Lalu, apa lagi profesimu selain itu?" canda Autumn, diselingi tawa pelan.
"Tidak ada. Aku hanya duduk santai dan mencoba menyenangkan diri," jawab Benjamin enteng.
"Ya. Aku bisa melihat itu," balas Autumn tanpa menoleh.
"Memangnya apa yang kau lihat? Kau bahkan tak berani menatapku sama sekali," ujar Benjamin.
Autumn seketika terdiam. Dia menggigit bibir bawahnya pelan. Gadis itu tahu bahwa Benjamin bukan pria sembarangan.
Benjamin begitu berpengalaman dengan wanita. Autumn sadar telah melakukan kesalahan karena berurusan dengan pria itu, meskipun tak terjadi apa-apa di antara mereka.
Apakah memang tidak terjadi apa-apa? Autumn mengernyitkan kening, lalu menoleh. "Boleh bertanya sesuatu, Tuan Royce?"
"Tanyakan saja," jawab Benjamin tenang, seraya membalas tatapan Autumn.
Autumn terdiam sejenak. Ada rasa ragu dan malu dalam dirinya untuk bertanya. Namun, dia begitu penasaran.
"Malam itu ... um ... saat kau membawaku ke kediamanmu ...." Autumn kembali terdiam. Dia kebingungan merangkai kata-kata.
"Apa kau hanya membiarkanku tidur di kamarmu? Aku harap kau bukan tipikal pria yang senang mencuri kesempatan, meskipun aku yakin jika diriku bukanlah tipe wanita yang akan menarik perhatianmu." Akhirnya, pertanyaan itu terlontar juga dari bibir Autumn.
Benjamin tertawa pelan, seraya menghadapkan tubuh sepenuhnya pada Autumn. Dia menatap lekat gadis itu. "Menurutmu, kesenangan apa yang kudapat dari gadis yang tertidur lelap karena pengaruh minuman? Aku menginginkan timbal balik, Nona," jawab Benjamin, dengan gaya bicara yang terkesan begitu tenang.
"Oh. Terdengar sangat menakutkan." Autumn menelan ludah dalam-dalam, setelah menanggapi jawaban pria itu. Dia segera memalingkan pandangan ke lain arah.
"Kenapa kau harus takut padaku?" pancing Benjamin.
"Aku melihatmu dengan dua wanita berbeda," ucap Autumn, seraya kembali menoleh. "Ah, sudahlah." Gadis itu membalikkan badan. Dia hendak pergi dari sana.
Akan tetapi, dengan segera Benjamin meraih pergelangan tangan, menahan gerak Autumn. Dia bahkan menariknya sehingga jadi berbalik. Mereka saling berhadapan dengan jarak teramat dekat.
Tiba-tiba, Autumn jadi membeku. Gadis itu bagai terkunci di tempatnya berdiri. Entah mengapa, dia jadi seperti itu. Pertama kali bagi Autumn, mendengar sekaligus merasakan helaan napas berat Benjamin yang menghangat di wajah cantiknya.
Benjamin bergerak cepat tanpa banyak berbasa-basi. Dia menyentuh wajah cantik Autumn, kemudian menelusupkan jemarinya di balik rambut panjang gadis itu. Tatapan yang dilayangkan pria tiga puluh lima tahun itu juga kian mematikan.
Perasaan Autumn makin tak karuan. Dia hanya mampu memejamkan mata. Menunggu apa yang akan Benjamin lakukan padanya. Autumn tak dapat memikirkan hal lain lagi. Aroma tubuh Benjamin, telah membuatnya begitu terhipnotis. Rasa hati ingin menghindar, tapi dia justru malah makin terbuai.
"Andai saja kau bukan putri Tuan Hillaire," ucap Benjamin. Pria itu menarik tangan dari tengkuk Autumn, kemudian memberi jarak dengan gadis itu.
Sikap Benjamin tadi membuat Autumn heran. Gadis berambut cokelat tersebut menatap aneh. "Kenapa?" tanyanya pelan. Seluruh rasa percaya diri, tiba-tiba menguap entah ke mana.
"Aku sangat menghormati ayahmu. Aku tak ingin merusak hubungan baik yang telah kami jalin. Tuan Hillaire adalah partner bisnis yang luar biasa," jawab Benjamin, mencoba menjelaskan. Dia lalu membalikkan badan, sambil meraih pergelangan tangan Autumn. "Mari kuantar pulang."
Autumn yang masih dilanda rasa heran, mengikuti langkah tegap Benjamin yang terus menuntunnya meninggalkan pantai. Gadis cantik itu berpikir keras. Benjamin bisa berganti-ganti wanita sesuai keinginannya. Namun, pria itu seolah tidak tertarik untuk sekadar memberikan satu ciuman bagi dirinya. Autumn berpikir bahwa dirinya bukan tipe wanita yang Benjamin inginkan.
"Apakah wanita itu kekasihmu juga?" tanya Autumn, seraya terus mengikuti langkah tegap Benjamin.
"Wanita yang mana?" Benjamin balik bertanya, tanpa menghentikan langkah.
"Wanita yang berciuman denganmu saat peresmian resort ayahku," jawab Autumn. Membuat Benjamin seketika tertegun, lalu menoleh. Namun, dia tak memberikan jawaban atas pertanyaan tadi.
"Aku yakin itu bukan wanita yang bertengkar denganku beberapa hari lalu. Mereka memang memang wanita yang berbeda, kan?" selidik Autumn.
"Kenapa kau begitu tertarik untuk mengetahuinya?" Benjamin mengernyitkan kening.
"Kau sangat menakutkan!" Autumn melepaskan genggaman pria itu dari pergelangan tangannya. Dia melangkah cepat meninggalkan Benjamin yang hanya terpaku.
Sesaat kemudian, Benjamin tersadar. Pria bertubuh tinggi tegap itu segera menyusul Autumn, lalu kembali meraih pergelangan tangan gadis itu.
"Apa maksudmu, Nona Hillaire?" tanya Benjamin lagi dengan sorot tak mengerti.
Autumn tak menanggapi pertanyaan Benjamin. Dia sibuk melepaskan genggaman pria itu dari pergelangannya.
"Jangan ganggu aku, Tuan Royce! Aku ingin pulang sekarang juga," tolak Autumn, seraya kembali melangkah cepat. Dia meninggalkan pria itu dengan langkah terburu-buru.
Tak tinggal diam, Benjamin kembali mengejarnya. "Tunggu, Nona!" panggil Benjamin. "Ini sudah malam. Biar kuantar kau pulang." Benjamin terus mengikuti langkah gadis itu, hingga keluar dari tempat pesta berlangsung.
Akan tetapi, Autumn tak menggubrisnya. Dia justru mempercepat langkah. Autumn menyebrang dengan terburu-buru, hingga tak melihat ada sebuah mobil yang tengah melaju ke arahnya.
Sigap, Benjamin segera meraih tangan gadis itu dan menariknya ke pinggir.
Autumn masuk ke pelukan Benjamin. Gadis itu kembali mencium aroma parfume yang membuatnya terbuai.
"Kau sangat gegabah!" tegur Benjamin tegas. Dia ingin memarahi gadis itu karena bertindak sangat ceroboh. "Bagaimana jika kau tertabrak? Apa yang harus kukatakan pada ayahmu?" Benjamin mendengkus kesal.
"Kau tak perlu mengatakan apa pun pada ayahku karena dia tak tahu aku datang kemari," balas Autumn ketus. Gadis itu melepaskan diri dari dekapan Benjamin, lalu merapikan penampilan.
"Jangan mengikutiku! Aku bisa pulang sendiri!" cegah Autumn, saat Benjamin hendak melangkah maju.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Adeec
kapan up nya 2x sehari, selalu nungguin upatemu Autumn....
2022-04-26
1
Titik pujiningdyah
aiiih aiiih, benjamin godain aku aj dong😂
2022-04-25
1