Autumn baru turun dari taksi, yang membawanya pulang ke Kediaman Hillaire. Dia bergegas masuk ke halaman. Meskipun ragu, tapi Autumn tetap berusaha terlihat tenang. Gadis itu meniti undakan anak tangga menuju teras, dengan sangat hati-hati.
Setibanya di dalam rumah megah itu, Autumn mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan, yang tampak lengang.
Ini adalah akhir pekan. Sesuai rencana, Edgar akan mengajak mereka sekeluarga pergi ke Marseille, dalam rangka menghadiri pesta peresmian resort yang baru dibuka di sana. Edgar sengaja membangun resort mewah di kota pelabuhan tersebut, atas permintaan Arumi. Sang istri tercinta.
"Aman," ucap Autumn pelan, seraya mengelus dada karena merasa lega. Dia agak mengendap-endap. Namun, baru selangkah menjauh dari pintu, tiba-tiba tepukan pelan mendarat di pundaknya. “Oh my God!” seru gadis itu terkejut setengah mati.
"Anak sialan!" maki Autumn kasar, tapi pelan. Dia tak berani membuat keributan, berhubung dirinya sadar akan konsekuensi yang pasti diterima.
“Kau! Kebiasaan!” sentak gadis itu kesal, pada pemuda berparas tampan, yang merupakan duplikat dari Edgar di masa muda. Pemuda berambut agak gondrong, dengan senyum menawan. Pemuda itu bernama Darren, putra bungsu pasangan Edgar dan Arumi. Artinya, dia adalah adik kandung Autumn.
Darren kini berusia dua puluh tahun. Dia tumbuh menjadi pemuda menawan dan tentu saja mewarisi pesona sang ayah di masa muda. Pemuda itu juga selalu bermasalah dengan para gadis. Darren kebingungan menentukan pilihan karena terlalu banyak cinta yang datang padanya.
Senyum menawan Darren terlihat jelas, saat menanggapi kekesalan sang kakak. Dia menyandarkan tubuh pada dinding dekat pintu, seraya memasukan kedua tangan ke saku celana jeans. “Kau tidak pulang semalaman. Aku tahu itu,” ucapnya setengah berbisik. Sikap Darren teramat tenang, meskipun telah membuat Autumn jadi gelisah.
“Apa ayah menanyakanku?” tanya Autumn dengan setengah berbisik pula.
Darren segera menegakkan tubuh, lalu mendekat pada sang kakak. Dia berdiri tepat di hadapan gadis itu. Matanya yang juga berwarna abu-abu, tampak berkilau dan menyiratkan sesuatu yang sudah dipahami betul oleh Autumn.
“Apa maumu, Tuan sok keren?” tanya Autumn malas, sembari melipat kedua tangan di dada.
Mendengar tawaran menarik dari sang kakak, seketika Darren tertawa pelan. Dia merasa senang karena Autumn sudah memahami maksudnya. “Seperti biasa, Elle. Aku butuh bantuanmu,” jawab pemuda itu enteng, tetapi berhasil membuat Autumn mengembuskan napas pelan penuh keluhan.
Autumn sudah tahu apa yang akan sang adik minta darinya. Sebuah bantuan yang bagi sebagian orang terdengar cukup gila. “Gadis mana lagi yang harus kusingkirkan dari hidupmu?” tanya Autumn jengkel.
Darren tersenyum lebar. “Ayo. Kita bicara di kamarmu saja,” ajaknya seraya menarik tangan, lalu menuntun menuju kamar sang kakak.
“Hey! Kenapa harus di kamarku?” protes Autumn tak suka.
“Karena aku tahu kau menyembunyikan banyak camilan di sana,” sahut Darren enteng.
Kekesalan Autumn kian bertambah. Akan tetapi, dia tetap menuruti sang adik.
Sesaat kemudian, mereka sudah berada di kamar Autumn yang sangat nyaman. Kamar dengan interior khas seorang gadis. Nuansa pastel mendominasi sebagian besar barang yang ada di sana.
Darren segera naik ke tempat tidur sang kakak. Tingkahnya membuat Autumn langsung melotot tajam. "Turun dari tempat tidurku, Darren!" sergah gadis itu tegas. Dia tidak suka melihat apa yang Darren lakukan.
Namun, Darren tak peduli. Dia bahkan tetap terlihat tenang. Pemuda itu mengisyaratkan agar Autumn mendekat.
"Kau adik paling menyebalkan! Rasanya Aku ingin jadi anak tunggal saja, " gerutu Autumn, seraya menghampiri sang adik, lalu duduk bersandar pada kepala tempat tidur. Autumn juga terpaksa memberikan camilan yang sengaja disembunyikan.
"Hati-hati! Jangan sampai kau mengotori tempat tidurku," tegur Autumn, ketika Darren mulai menyantap camilan yang baru dibuka.
“Pagi ini sangat menyebalkan,” gerutu Autumn lagi dengan wajah masam, saat teringat pada kejadian tadi ketika berada di kediaman Benjamin.
“Kenapa? Apa kau bertengkar lagi dengan Leon?” tanya Darren, sambil mengunyah camilan. “Haruskah kubantu memukul pria itu?” Darren melirik sang kakak.
“Tidak usah. Aku bisa melakukannya sendiri,” tolak Autumn. Tangannya merogoh ke dalam bungkus camilan itu. “Sudahlah. Aku malas membahas hal itu. Kau tahu kan, kita semua harus ikut ayah ke Marseille,” ujar Autumn sambil mengunyah.
“Ya. Tadinya aku akan berpura-pura sakit dengan mengatakan jika kakiku cedera, saat pertandingan sepak bola. Namun, ....” Darren tak melanjutkan kata-katanya.
“Kau sudah terlalu sering memakai alasan itu,” ujar Autumn. “Jangankan ayah dan ibu. Aku saja sudah dapat menebaknya, bahkan sebelum kau mengatakan itu,” lanjut Autumn lagi hingga membuat Darren tergelak.
“Sebenarnya, aku ada jadwal kencan hari Minggu besok. Namun, ternyata ayah mewajibkan kita ikut ke Marseille. Aku terpaksa harus membatalkannya. Padahal, ini adalah kencan pertamaku,” sesal Darren.
Sementara Autumn hanya mencibir, mendengar ocehan sang adik.Terkadang, dia merasa begitu jengkel atas kelakuan Darren, yang tak jarang sangat keterlaluan. Pemuda itu tak pernah bersikap serius pada gadis manapun.
“Kau ini pemuda brengsek, Darren. Anehnya, gadis-gadis itu juga sangat bodoh karena tidak bisa mencium betapa nakalnya dirimu. Ya, Tuhan! Andai ibu tahu kelakuanmu selama ini," dengkus Autumn kesal.
Darren kembali tergelak mendengar ucapan sang kakak. Dia tidak tersinggung ataupun marah. Pemuda itu tetap terlihat tenang.
Darren terdiam sejenak. Begitu juga dengan Autumn. Gadis itu larut dalam pikiran tak menentu.
Rentang usia yang terbilang dekat, membuat hubungan antara Autumn dan Darren begitu akrab. Mereka lebih terlihat seperti sahabat, yang kerap berbagi cerita karena kebetulan Darren adalah sosok yang begitu terbuka. Dia biasa berbagi banyak hal dengan sang kakak, yang hanya dua tahun lebih tua darinya.
Beberapa saat kemudian, Autumn baru ingat jika ponselnya mati. Dia segera beranjak dari tempat tidur, lalu mengambil alat pengisi saya baterai. Setelah menunggu beberapa saat, Autumn menyalakan telepon genggamnya.
Tak berselang lama, masuklah beberapa pesan yang dikirimkan oleh sang kekasih, Leon. Pria itu menanyakan keberadaan Autum. Di sana, tertera waktu saat pesan itu dikirimkan. Autumn mengeluh pelan.
"Leon sialan!" gerutu Autumn pelan. Gadis itu berdecak kesal.
“Apa kau yakin ingin tetap melanjutkan hubungan dengan Leon, Elle?” tanya Darren, yang mendengar kekesalan sang kakak tentang Leon.
“Memangnya kenapa?” Autumn balik bertanya, dengan sikap tak acuh. Dia menoleh sekilas, sebelum kembali fokus pada layar ponsel.
“Leon bukan pria yang cocok untukmu,” jawab Darren. Membuat Autumn seketika mengernyitkan kening. "Harus kukatakan bahwa kau terlalu baik untuknya," ujar pemuda itu lagi.
"Katakan, Darren. Apa yang kau ketahui tentang Leon?" selidik Autumn penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
leon apa lion?😂😂😂😂
2022-04-19
1