Autumn tak segera menjawab. Gadis itu terdiam untuk sejenak. Sepertinya ia tengah memikirkan alasan yang dirasa masuk akal dan dapat diterima oleh sang ayah. Sesaat diliriknya Arumi yang saat itu hanya tersenyum lembut. Matanya memberikan isyarat agar Autumn segera menjawab pertanyaan dari Edgar.
"Kesan pertamaku kurang begitu baik terhadap Tuan Royce, Ayah," Autumn mengemukakan alasannya meski dengan nada bicara yang sedikit ragu. "Entahlah, aku hanya sedikit merasa ... aneh melihatnya ... dan ...." Autumn tidak melanjutkan kata-katanya. Sejujurnya jika ia tak biasa berbohong pada kedua orang tuanya.
"Itu bukan alasan yang bisa kuterima, Elle. Kau tidak bisa menjadikan sudut pandangmu yang bahkan belum terbukti kebenarannya untuk kau jadikan alasan. Aku mengenal Tuan Royce sudah cukup lama, dan kau baru bertemu dengannya kemarin-kemarin," bantah Edgar.
"Aku tahu itu, Ayah. Akan tetapi, terkadang kesan pertama itu ...."
"Kesan pertama tidak selalu menentukan apa yang sebenarnya. Kau harus belajar untuk jauh lebih mengenal seseorang, sebelum berpikir tentang seperti apa orang itu. Aku tahu, terkadang muncul sebuah perasaan yang lain, saat kita pertama kali melihat seseorang, tapi apa yang kau rasakan tak selamanya benar. Tetaplah memakai logikamu, Elle," Edgar mulai memberikan petuahnya.
"Ayahmu benar, Elle. Menurutku, Tuan Royce tidak seburuk yang kau kira. Ia adalah seorang pengusaha yang sukses. Begitu bukan, Sayang?" Arumi melirik sang suami yang saat itu masih melayangkan tatapannya kepada Autumn.
"Ya, kau benar. Benjamim Royce memiliki beberapa bidang usaha yang salah satunya adalah hotel bintang lima dengan nama The Royal Royce. Ia seorang pebisnis sejati. Di usianya yang masih terbilang muda, ia sudah dapat meraih kesuksesan yang menurutku sangat luar biasa," papar Edgar lagi.
"Ya, dan kekasihnya ada di mana-mana ...." Autumn terdiam tak melanjutkan kata-katanya. "Ah, lupakan," lanjutnya tampak kikuk.
"Apa yang kau ketahui tentang Tuan Royce?" selidik Edgar penuh curiga, dan seketika membuat Autumn terlihat gugup. Gadis itu tak mungkin mengakui kepada sang ayah, bahwa ia telah menghabiskan malam bersama pria itu.
"Tidak ada. Aku hanya membaca profil tentangnya di internet. Itu saja. Di sana tertera jika ia memiliki hubungan asmara dengan banyak wanita. Menurutku itu sesuatu yang ... um ...." Autumn kembali merasa bingung dengan kata-katanya. Gadis itu merutuki dirinya dalam hati. Seharusnya ia tidak terlalu banyak bicara, terlebih tatapan dari Edgar terasa begitu mengintimidasinya. Sorot mata sang ayah terkesan penuh dengan kecurigaan yang membuat Autumn merasa tak enak.
Edgar menatap gadis itu lekat. Entah apa yang sedang dipikirkan pria tersebut tentang putri sulungnya itu. "Jangan mencampuradukan masalah pribadi dengan pekerjaan, Elle. Kau ke sana bukan untuk mengurusi masalah pribadinya," ujar Edgar. "Seperti apa Tuan Royce, biarlah itu menjadi urusannya. Kau hanya perlu menyerap ilmu, bagaimana ia bisa mengembangkan bisnis, sistem kerja, dan hal-hal lain di luar urusan pribadi tentunya, karena itu bukan ranahmu," lagi, Edgar memberikan nasihatnya kepada Autumn.
"Ayah juga pengusaha yang hebat, kenapa aku tidak belajar langsung saja dari ayah," Autumn tetap bersikukuh menolak.
"Kau sudah mengetahui bagaimana cara kerja ayahmu. Kau merasakan sendiri semua peraturan yang kubuat untukmu dan Darren. Aku melakukan hal yang sama kepada semua karyawan. Ya, pasti ada sedikit perbedaan, karena kau dan Darren bukanlah karyawanku. Akan tetapi, tak terlalu jauh dari itu," jawab Edgar.
"Apa yang harus kau pelajari lagi dari ayahmu? Setiap hari aku memberikan pelajaran yang berharga terhadap kau dan Darren, dalam segala bidang meskipun tidak secara langsung. Namun, itu semua merupakan sesuatu yang saling berkaitan. Sangat mustahil jika kau belum dapat menyerap semua itu, Elle. Sudahlah. Sebaiknya segera kau siapkan proposal magangmu, dan kirimkan ke bagian personalia besok," suruh Edgar tanpa basa-basi lagi.
"Besok?" Autumn kembali membelalakan matanya yang indah. "Itu artinya aku harus menyusun proposal hari ini? Astaga, aku bahkan belum beristirahat, Ayah!" protes gadis itu keras. Akan tetapi, Edgar tak menggubrisnya. Pria itu hanya tersenyum kalem seraya berdiri. Ia lalu beranjak menuju meja kerjanya.
"Kalau begitu, kerjakan dari sekarang. Setelah itu kau bisa beristirahat. Satu hal lagi, hindari makan kacang jika kau tak ingin alergimu kambuh lagi," pungkas Edgar seraya membuka laptop. Hal itu sebagai isyarat bahwa pembicaraannya dengan Autumn sudah selesai.
Autumn melirik sang ibu yang mengangguk pelan. Arumi tak ingin jika Autumn terus mendebat sang ayah, meskipun ia tahu bahwa putri sulungnya itu seperti dirinya dulu. Tak ada pilihan lain, Autumn segera beranjak dari duduknya. Ia lalu berpamitan keluar dari sana.
Autumn melangkah dengan cepat menuju kamarnya. Ia menutup pintu kamar itu rapat-rapat dan segera meraih ponsel yang tergeletak begitu saja di atas tempat tidur. Autumn membuka kunci layar dan tampak menghubungi seseorang. Tak berselang lama, panggilannya tersambung.
"Nona Hillaire?" terdengar suara berat seorang pria dari ujung telepon. "Apakah ada yang penting sehingga kau menghubungiku?" suara Benjamin Royce terdengar begitu seksi di telinga Autumn.
Autumn tak segera menjawab. Baru mendengar suara Benjamin saja, tubuhnya sudah merasa bergetar. Bayangan apa yang telah dilakukannya dengan pria itu di atas sofa, kembali hadir dan mengusiknya. Akan tetapi, sekuat tenaga Autumn menepiskan semuanya. "Aku ingin bicara sebentar, Tuan Royce."
"Oh, tentu. Katakan saja," sahut Benjamin terdengar begitu tenang.
"Apakah kau mengetahui rencana gila ayahku?" tanya Autumn. "Ah, ya kau pasti mengetahuinya!" Autumn berbicara dengan jengkel. Sedangkan Benjamin terdengar menggumam pelan.
"Lalu, apa yang menjadi masalahmu, nona?" tanya pria itu.
"Masalahnya adalah karena aku tidak tertarik untuk magang di hotel mewahmu, Tuan Royce!" tegas Autumn. "Tolonglah, katakan pada ayahku jika kau tak bersedia menerimaku!" pinta Autumn dengan setengah memohon.
"Maafkan aku Nona Hillaire. Akan tetapi, aku dan Tuan Hillaire sudah sepakat dalam hal ini. Kau terlambat," tolak Benjamin masih terdengar begitu tenang.
"Tak bisakah kau meralatnya?" Autumn masih berharap.
"Aku tak pernah meralat keputusanku," jawab Benjamin serius.
"Ayolah. Kumohon!" pinta Autumn setengah memaksa.
"Maafkan aku karena ini pasti akan mengecewakanmu," sahut pria itu lagi, membuat Autumn mendengus kesal.
"Kau sungguh menyebalkan!" umpat gadis itu kesal. Ia lalu mengakhiri sambungan telepon tanpa permisi terlebih dahulu. Autumn bahkan melemparkan ponsel itu ke atas kasur. Ia kemudian termenung, sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk di depan komputer dan mulai menyusun proposal magang yang harus dikirimkan besok. Akan tetapi, konsentrasinya kembali buyar, ketika ia mendengar ponselnya berdering. Autumn segera memeriksanya seraya mengernyitkan kening. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang tak dikenal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Sunarty Narty
mudah2n Elle Deket ma cowok lain biar tau rasa Ben gimana rasanya lihat Elle sama laki2 lain
2022-09-23
0
Titik pujiningdyah
wah pasti dari pacarnya ben
2022-05-03
1