Benjamin terdiam. Sorot mata abu-abunya tampak begitu berkilau dan sangat memesona. Satu kali berciuman ternyata tak membuat pria itu puas. Benjamin kembali menikmati bibir Autumn, sambil menggiring mundur hingga ke sofa.
Autumn pun tak menolak. Dia menyukai dan sepertinya sudah jatuh dalam pesona pria tiga puluh lima tahun tersebut. "Aku suka aroma parfumemu, Tuan Royce," ucap Autumn pelan, ketika Benjamin menghentikan ciumannya. Autumn bernapas leluasa untuk beberapa saat, sebelum pria itu kembali melu•mat mesra bibirnya.
"Menginaplah di sini," pinta Benjamin setengah berbisik. "Kau akan merasa jauh lebih nyaman bermalam di tempatku, daripada harus tidur di teras rumahmu," ujarnya penuh godaan.
"Apakah aku benar-benar akan merasa nyaman di sini?" tanya Autumn, seraya menatap lekat wajah rupawan yang hanya berjarak beberapa senti darinya.
"Kau akan segera mengetahuinya," bisik Benjamin, seraya menjalarkan sentuhan bibirnya pada leher Autumn. Membuat gadis itu tak berkutik. Dia membawa Autumn tenggelam dalam hasrat yang sudah tak terbendung.
Autumn tak kuasa menghindar dari semua sentuhan indah penuh kenikmatan, yang mampu membuatnya seketika terbakar hebat. Dia tak peduli lagi dengan akibat yang akan timbul, atas apa yang dilakukan. Satu hal yang pasti, Autumn hanya ingin membebaskan diri, dari pertanyaan tentang seberapa sanggup dalam melakukan hal tersebut.
"Ah, aku tidak bisa!" dengkus Benjamin kesal, seraya menjauhkan wajah dari Autumn, yang tampak sedikit kecewa.
Autumn segera berdiri, kemudian merapikan rambut serta mini dressnya.
"Kau mau ke mana?" tanya Benjamin, seraya ikut berdiri.
"Sebaiknya aku pulang saja," jawab Autumn. Dia membalikkan badan, hendak berlalu dari hadapan Benjamin.
Namun, dengan segera Benjamin meraih pinggang ramping Autumn. "Jangan pergi," bisiknya.
"Kau tidak menginginkanku, Tuan Royce," ucap Autumn kecewa.
Benjamin tak menyahut. Dia justru makin mempererat dekapan. Tanpa banyak bicara, pria itu kembali mencium Autumn penuh gairah. Sentuhan lembut berbeda, dengan yang telah mereka lakukan sebelumnya.
Autumn pasrah menerima rabaan nakal pria itu di seluruh tubuhnya. Cerita dari Maeva ternyata benar adanya. Rasa malu tak lagi ada, ketika tengah berada dalam situasi seperti itu. Terbukti dengan sikap Autumn, yang membiarkan Benjamin melucuti pakaiannya satu per satu.
Gadis cantik berambut cokelat itu menghela napas pelan, ketika mendapati dirinya tanpa sehelai benang pun. Namun, pikiran Autumn mulai tak menentu karena Benjamin kembali menyentuhnya.
Tangan Benjamin begitu nakal menjamah setiap bagian tubuh Autumn. Dia seperti seorang penguasa yang bebas melakukan segala hal.
Sementara Autumn, lagi-lagi tak menolak karena terlalu menyukai semua yang Benjamin lakukan. Sesuatu yang belum pernah dilakukan bersama sang kekasih.
Sesaat kemudian, Autumn merasakan sentuhan hangat ujung lidah Benjamin, yang mulai menjelajahi lekuk sempurna raga indahnya. Sentuhan tadi berakhir di taman beraroma bunga yang sangat khas.
Benjamin mengangkat wajah sesaat. Pria itu menatap Autumn, yang berdiri dengan ekspresi tak dapat diartikan.
Autumn tampak jauh lebih kacau, dibandingkan dengan saat dirinya sehabis menenggak dua gelas minuman beralkohol. Gadis itu tak berdaya, melawan cumbuan demi cumbuan mematikan yang dilakukan Benjamin.
Benjamin tersenyum kecil. Kesempatan emas bagi pria itu, untuk kembali melancarkan serangan dengan jauh lebih dalam. Terlihat sudah betapa berpengalaman pengusaha tampan tersebut dalam melakukannya. Dia mengarahkan Autumn agar duduk di sofa. Tanpa rasa canggung, Benjamin merenggangkan kedua kaki gadis itu, kemudian membenamkan wajah di antara pangkal paha putri sulung Edgar Hillaire tersebut.
Autumn memejamkan mata seraya menggigit bibir, ketika merasakan sapuan pertama dari lidah nakal pria yang baru ditemui beberapa hari lalu. Namun, siapa sangka dirinya justru membiarkan pria itu menikmati segala hal yang tak pernah diberikan pada pria lain.
Benjamin melakukan itu dengan penuh perasaan. Tak dipedulikannya erangan-erangan pelan Autumn. Makin dia menggelinjangkan tubuh, maka kian beringas Benjamin dalam memperlakukan gadis cantik tersebut.
"Hentikan! Aku sudah tak tahan," cegah Autumn di sela de•sah napas yang mulai terengah. Dia menarik pelan rambut Benjamin. Menjauhkan wajah pria itu dari dirinya.
"Apa kau ingin melanjutkannya, Nona?" tawar Benjamin, terdengar seperti tantangan bagi Autumn.
Namun, gadis itu tak segera menjawab. Dia tak tahu harus bagaimana. Autumn tak dapat menahan gairah yang sudah terlanjur menguasai diri. Melumpuhkan seluruh akal sehat.
Melihat ekspresi yang ditunjukkan Autumn, Benjamin hanya menyunggingkan senyum kecil. Dia seperti tahu apa yang gadis itu inginkan, meskipun tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia dapat melihat jelas sorot mata penuh makna, yang dipenuhi hasrat tak terbendung.
Benjamin bangkit, lalu melepas T-Shirt yang dikenakannya. Pengusaha tampan itu memamerkan bentuk tubuh ideal, yang menjadi daya tarik bagi kaum hawa.
Ya. Pesona seorang Benjamin Royce benar-benar luar biasa. Membuat Autumn memperhatikan pria itu dengan saksama, dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Benjamin memiliki fisik yang lebih dari sempurna. Lengannya begitu kokoh dan seperti nyaman untuk dijadikan sebagai tempat bersandar. Dia memiliki dada bidang dengan perut rata khas pria dewasa, yang biasa melakukan olah tubuh.
Benjamin yang sudah dalam keadaan polos, mendekat pada Autumn. Sekali lagi, dia melu•mat mesra bibir gadis itu. Sentuhan penuh gairah membara, yang seperti sudah tak dapat dibendung lagi.
Pengusaha tampan itu merebahkan tubuh Autumn di sofa. "Kapan terakhir kau melakukan ini, Nona?" bisiknya.
Autumn menggeleng dengan tatapan sayu. Hatinya berdebar kencang, ketika merasakan ada sesuatu yang mulai mengetuk pintu taman bunganya dan meminta masuk. Gadis itu meringis kecil, saat harus menahan perih.
Namun, Benjamin tak peduli. Dia tetap memaksa menerobos jalur yang ternyata belum pernah terjamah siapa pun. "Kau masih perawan?" bisiknya tak percaya.
"Ya," sahut Autumn agak parau. Tatapan gadis itu terus tertuju pada wajah rupawan, yang berada di atas tubuhnya.
"Ah! Sakit!" pekik Autumn tertahan, ketika kembali merasakan Benjamin yang tengah berusaha memasuki dirinya.
Dengan segera Benjamin kembali mencium lembut Autumn. "Tak apa. Rasa sakitnya tidak akan lama," ucap pria itu mencoba menebangkan. "Peluk saja aku," bisiknya.
Autumn menurut. Dia melingkarkan erat tangannya di leher Benjamin, seraya kembali memekik pelan. Mata abu-abu gadis itu terbelalak, ketika merasakan sesuatu yang sudah berhasil menjebol pintu taman bunganya dan menerobos masuk, lalu terdiam di dalam sana beberapa saat.
Tak ada gerakan lagi, Yang terdengar hanyalah helaan napas berat Benjamin. Sementara itu, napas Autumn pun mulai tersengal-sengal karena menahan rasa perih yang sempat menderanya.
Benjamin mengangkat wajah, lalu menatap lekat gadis cantik itu. Dia kembali melu•mat bibir Autumn. "Mari bermain," ucapnya, mulai membawa Autumn melakukan tarian di bawah langit malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Sunarty Narty
omg
2022-09-23
1
Esther Nelwan
aduuuh
2022-08-12
0
Titik pujiningdyah
kebiasaan! nanggung!!! aiih mana harus nunggu besok lagi
2022-04-27
0