Autumn memejamkan mata. Ia meresapi setiap detik dan setiap helaan napas yang mengiringi penyatuan panasnya bersama Benjamin. Naluri itu datang dengan sendirinya. Tanpa perlu diarahkan, jemari lentik kuning langsat itu bergerak lembut, menelusuri setiap pahatan tegas dan kokoh milik pria yang kini tengah mendekapnya dengan erat. Suara deburan ombak pun ikut mengiringi adegan percintaan itu, berbaur menjadi satu dengan de•sah manja yang sesekali dihiasi lenguhan menggoda, membuat Benjamin semakin ingin menunjukan kuasanya atas diri gadis itu.
Angin malam pinggir pantai yang berembus cukup kencang, seakan tak mampu mendinginkan kedua insan yang tengah dibakar gelora api gairah yang makin membara. Keduanya justru terlihat semakin panas.
Ini adalah hal pertama bagi Autumn, ketika ia dapat merasakan sebuah guncangan yang membuatnya begitu terlena. Gadis itu merespon setiap perlakuan Benjamin dengan sangat manis. Ia menjalarkan sentuhan lembutnya pada permukaan kulit pria itu, dan memberikan rangsangan yang membuat Benjamin seakan tak ingin mengakhiri penyatuan mereka dengan terburu-buru. Benjamin tak peduli meskipun sofa putih mahal yang ia letakan di beranda luar, kini sudah ternoda oleh tetesan darah yang menjadi penanda telah terenggutnya kesucian seorang Autumn.
Begitu pula dengan tetesan keringat yang terus mengucur dan membasahi tubuh Benjamin. Namun, pria itu justru terlihat semakin seksi dan menawan bagi Autumn. Peluh yang membasahi tubuh atletisnya, kini membasahi tubuh mulus Autumn. Gadis itu tersenyum ketika Benjamin bersedia untuk berbagi keringat bersamanya. "Kau menyukainya, Cantik" bisik Benjamin di sela-sela semua cumbuan mesranya untuk Autumn. Sementara gadis itu tak mampu berkata apa-apa. Ia hanya tersenyum dan mengangguk pelan.
Benjamin menyeringai puas. Tak dihiraukannya rasa lelah dan keringat yang terus membasahi tubuhnya. Pria itu terus berpacu dengan rasa nikmat yang tak ingin ia akhiri begitu saja. Begitu pula dengan Autumn. Ia tak tahu jika rasanya seindah itu. Pantas saja, Leon kerap merayu dan mengajaknya untuk bercinta. Namun, justru Benjaminlah yang mendapat kehormatan untuk mendengar desa•han pertamanya.
Malam kian larut. Suasana pun semakin sepi, yang terdengar di sana hanyalah deburan ombak yang sedikit menyamarkan suara berisik, dari dua sejoli yang tengah tenggelam dalam lautan kenikmatan. Entah berapa lama Benjamin membuktikan kehebatannya dalam permainan itu, hingga pada akhirnya ia menarik diri dari dalam kehangatan Autumn dan memuntahkan hasil kerja kerasnya di atas perut gadis tersebut.
Autumn meringis kecil melihat apa yang Benjamin lakukan. Lain halnya dengan pria itu yang justru tersenyum penuh kepuasan. Benjamin lalu meraih ke atas meja, dan mengambil selembar tisu dari dalam kotaknya. Perlahan, ia mengusap perut Autumn hingga benar-benar bersih. Setelah itu, Benjamin kemudian menarik tangan gadis muda yang masih terlihat kelelahan di atas sofa. Ia membantunya untuk bangkit. Tanpa canggung, pria berbadan tegap itu membopong tubuh polos Autumn dan membawanya masuk.
Tak berselang lama, mereka telah berada di dalam kamar. Benjamin membaringkan Autumn di atas tempat tidurnya yang nyaman. Ia lalu menyelimuti gadis itu, sedangkan dirinya berjalan memutari tempat tidur dan naik ke sana. Ia membaringkan tubuhnya di sebelah Autumn, dalam satu selimut yang sama.
Autumn menoleh dan tersenyum. Ia baru tahu jika perlakuan dari seorang pria yang sudah terbilang matang memang terasa sangat berbeda, dan dirinya merasa sangat istimewa. Senyuman indah gadis itu kian terkembang, ketika Benjamin meraih tubuh ramping nan polos ke dalam pelukan hangat lengan kokohnya. Autumn pun membuat dirinya senyaman mungkin.
"Apa kau lelah?" tanya Benjamin seraya mengecup kening Autumn dengan lembut.
"Ya. Sedikit," jawab Autumn pelan.
"Kalau begitu, tidurlah. Besok kau harus bangun pagi," ucap Benjamin lagi. Ia mengusap-usap lengan gadis muda itu.
"Apa kekasihmu akan datang kemari besok pagi?" tanya Autumn dengan polosnya. Sedangkan Benjamin hanya tersenyum simpul. Ia lalu melirik gadis yang berada di dalam dekapannya.
"Wanita itu bukan kekasihku. Kami hanya kebetulan dekat," jelas pria bermata abu-abu tersebut pelan. Ia kemudian mengela napas panjang dan mengempaskannya perlahan. Tampak ada sedikit beban dalam diri Benjamin. Autumn mencoba untuk menerka apa yang tengah pria itu pikirkan. "Kau menyesal?" tanya gadis itu pelan. Ia mendongak dan menatap nanar wajah tampan di dekatnya.
Benjamin melirik gadis yang masih bergelayut manja dalam dekapannya. Ia kembali mengecup kening gadis itu. "Kenapa kau percaya padaku?" tanyanya, membuat Autumn segera melepaskan diri dari dekapan Benjamin seraya memegangi selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.
Autumn menatap pria itu dengan lekat. Sepasang mata abu-abunya menyiratkan tanda tanya yang begitu besar. "Apa maksudmu, Tuan Royce?" tanyanya.
Benjamin menoleh, kemudian tersenyum simpul. "Besok aku akan mengantarkanmu pulang. Sekarang, sebaiknya kita tidur. Ini sudah terlalu malam," jawab Benjamin dengan nada bicara yang terdengar sedikit aneh. Namun, Autumn seakan enggan untuk menanggapi ucapannya. Gadis itu kemudian merebahkan tubuhnya dengan posisi membelakangi Benjamin.
Tak lama kemudian, lampu yang menempel pada dinding kamar di atas tempat tidur, akhirnya dimatikan. Suasana di ruangan itu menjadi temaram. Autumn tak segera memejamkan matanya. Perasaannya tiba-tiba menjadi sangat aneh, terlebih ketika ia merasakan sebuah dekapan hangat dari arah belakang. Benjamin tertidur sambil memeluk erat gadis itu. Hal tersebut membuat perasaan tak karuan yang tengah Autumn rasakan, sirna dengan begitu saja. Autumn pun memejamkan mata.
Keesokan paginya, Autumn telah bersiap untuk pulang. Entah jawaban apa yang akan ia berikan kepada kedua orang tuanya, terlebih ia mendapatkan pesan dari Darren yang mengatakan bahwa mereka akan pulang ke Paris nanti siang. Dengan terburu-buru, Autumn meraih mantel dan tasnya. Ia lalu menghampiri Benjamin yang tengah berdiri di beranda rumah dan menatap laut lepas. Pria itu meletakan tangannya pada pagar pembatas, dengan posisi badan yang sedikit condong ke depan.
"Aku sudah siap, Tuan Royce," ucap Autumn membuat Benjamin segera menoleh padanya. Ia lalu menghampiri Autumn dan berdiri di hadapan gadis itu. Untuk sesaat, Benjamin menatap gadis cantik berambut cokelat tersebut. Sesaat kemudian, ia lalu menyentuh wajah cantik itu dengan lembut seraya mendaratkan ciumannya di bibir Autumn. Lagi, Autumn tak kuasa untuk menolaknya.
Beberapa saat berlalu, Benjamin menghentikan ciumannya. Ia menyentuh bibir Autumn perlahan. "Maafkan aku," ucapnya pelan dengan suara yang terdengar berat dan dalam.
"Kenapa harus meminta maaf?" tanya Autumn heran.
Benjamin melepaskan tangannya dari wajah Autumn. Ia lalu membelakangi gadis itu. "Aku harap, kau melupakan semua yang telah kita lakukan semalam. Anggap saja tak pernah terjadi," sesal Benjamin, membuat Autumn mengernyitkan keningnya karena merasa heran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
duhh enak di ben g enak di elle dong... pakdhe pakdhe benjamin... piye toh
2023-07-25
3
Zahraputri Putri
enak banget ya bilang lupakan😠
2022-12-27
3
Sunarty Narty
enak bgt ngomong ky gitu ben
2022-09-23
2