Autumn membelalakan kedua matanya. Ia segera bangkit dan berdiri di depan cermin rias. Mata abu-abunya kian melebar dengan sempurna. "Oh, Tuhan!" ringisnya seraya menutupi tanda merah di leher sebelah kiri dengan menggunakan rambut panjangnya. Gadis itu terdiam membeku. Ia tak tahu apa yang harus dikatakannya kepada sang adik yang pasti mengetahui dengan jelas tanda apa itu. Autumn tak bicara apapun. Ia hanya menggerakan matanya dengan tak beraturan.
"Ya ampun, Elle," Darren berdecak tak percaya. Ia berdiri dan menghampiri sang kakak yang masih mematung di depan cermin rias tadi. "Jadi, karena itu kau tak pulang semalam?" goda pemuda berambut cokelat, dan memiliki warna bola mata yang sama dengan Autumn. Ia terus mengamati sang kakak melalui pantulan cermin di hadapan mereka berdua. "Apa kau mau bercerita padaku? Katakan, siapa pria itu, Elle?" selidik Darren seraya mengulum senyumnya. Senang rasa hatinya saat bisa menggoda sang kakak seperti itu. Terlebih Autumn seperti mati kutu saat itu.
"Bukan urusanmu!" sergah Autumn seraya menjauh dari Darren. Ia membuka lemari pakaiannya dan mulai mengeluarkan koper. Autumn segera mengemas barang-barang yang ia bawa, sebelum Arumi datang dan memberikan ceramah panjang lebar seperti biasanya.
"Ah, biar kutebak," goda Darren lagi dengan senyumnya yang terlihat nakal. "Sepertinya aku tahu siapa pria itu?" pancing pemuda itu lagi.
"Tutup mulutmu atau aku tidak akan mau lagi membantumu melepaskan diri dari gadis-gadis bodoh yang mau saja kau rayu!" ancam Autumn dengan tegas dan terlihat agak jengkel. Sebenarnya, ia juga merasa sangat malu akan hal itu. Autumn terus menyibukan dirinya dengan merapikan semua barang bawaan ke dalam koper. Ia tak mau menanggapi ocehan Darren.
"Setahuku kau tidak mengenal siapa pun di kota ini, kecuali jika kau berkencan dengan pria asing yang kau temui secara tak sengaja pada sebuah pesta. Itu kerap terjadi dan sangat biasa," terka Darren yang berbalas sebuah lemparan bantal dari Autumn. Pemuda itu terkekeh geli. Ia tahu jika kakaknya merasa jengkel. Namun, Darren tak mau berhenti begitu saja menggoda gadis itu.
"Tutup mulutmu dan jangan sembarangan bicara!" sergah Autumn. Akan tetapi, Darren masih saja terkekeh geli.
"Oh, baiklah. Maafkan jika ternyata perkiraanku salah besar. Kalau begitu, artinya kau semalam berkencan dengan Tuan ...." Darren tak sempat melanjutkan kata-katanya, karena Autumn dengan segera mendorong tubuh jangkung sang adik ke arah pintu.
"Sudah kukatakan tutup mulutmu dan keluar dari kamarku!" usir Autumn dengan tegas tapi pelan. Ia tak ingin jika kedua orang tuanya mendengar kegaduhan antara dirinya dan Darren. Namun, tetap saja itu tak berarti. Arumi tiba-tiba muncul di sana dan mendapati Autumn tengah mendorong sang adik untuk keluar dari kamar.
"Ada apa ini?" tanya Arumi seraya mengernyitkan keningnya. Ia menatap Autumn dan Darren yang segera menghentikan aksi kekanak-kanakan mereka berdua. Arumi masih saja tak mengerti dengan sikap kedua buah hatinya, padahal itu sudah merupakan pemandangan yang biasa bagi wanita tersebut.
"Selamat pagi, Bu," sapa Autumn seraya menyunggingkan senyuman manisnya yang sedikit dibuat-buat. Tak lupa ia menutupi lehernya dengan rambut.
"Selamat pagi, Elle. Apa kau tidur cepat semalam? Ibu pergi ke kamarmu, tapi kau sudah mematikan lampu kamar," Arumi menyapa balik. Sesaat kemudian, ia mengalihkan tatapannya kepada Darren. "Kenapa kau selalu mengganggu kakakmu, Darry?" Arumi menegur putra bungsunya yang memang selalu bersikap iseng terhadap Autumn. "Apa kalian sudah berkemas? Kita akan kembali ke Paris siang ini," Arumi menatap kedua buah hatinya secara bergantian.
"Aku sedang berkemas, Bu. Namun, Darren terus saja mengganggu, karena itu aku mengusirnya dari kamar," Autumn mendelik kepada sang adik. Sedangkan Darren tidak menjawab. Ia hanya mengusap-usap lehernya, sebagai isyarat kepada Autumn bahwa ia memegang rahasia gadis itu. Segera, Autumn memalingkan wajahnya. "Aku akan membantu Darren berkemas," ucapnya seraya menarik tangan pemuda itu menuju kamar lain yang berada di ujung lorong dan meninggalkan Arumi yang lagi-lagi dibuat heran dengan kelakuan mereka. Autumn menyeret tangan Darren hingga tiba di depan kamar pemuda itu.
"Hey, Elle!" protes Darren. Ia baru tahu jika cengkeraman tangan Autumn begitu keras. "Ada masalah apa denganmu?"
"Apa maksudmu tadi bersikap seperti itu di depan ibu?" sergah Autumn.
"Aku tidak melakukan apapun. Aku bahkan membantumu masuk tanpa ketahuan ayah dan ibu," bantah Darren dengan santainya.
"Ah, ya! Lalu apa maksudmu tadi ...." Autumn tak melanjutkan kata-katanya karena ia melihat Edgar yang tengah menuju ke arah mereka. Autumn terdiam dan mengulum bibirnya. Gadis itu tersenyum kepada sang ayah. "Selamat pagi, Ayah," sapanya hangat.
Edgar menatap Darren sesaat, setelah itu ia mengalihkan tatapannya kepada Autumn. "Selamat pagi, Elle. Apa kalian sudah berkemas? Jangan sampai kita terlambat ke bandara," ujarnya.
"Kami sudah selesai berkemas dan siap berangkat kapanpun. Iya, kan?" Autumn melirik puas kepada Darren yang saat itu hanya mengernyitkan keningnya. Sejujurnya jika Darren belum memasukan satu barang pun ke dalam koper. Namun, pada akhirnya pemuda itu mengangguk meski agak ragu. "Iya. Elle benar. Kami sudah siap," ucapnya.
"Bagus. Kita akan ke bandara satu jam lagi," ucap Edgar seraya bermaksud untuk berlalu dari hadapan mereka. Ia mengeluarkan tangan dari dalam saku celananya. Tanpa sengaja Edgar menjatuhkan korek api dari dalam sana, dan tepat berada di dekat kaki Autumn. Edgar pun menghentikan langkahnya, ketika Autumn membungkuk dan mengambilkan korek api itu. Sessaat kemudian, Autumn kembali menegakan tubuhnya dan menyodorkan korek api itu kepada sang ayah. Gadis itu tak menyadari ketika rambutnya tersibak dan menampakan leher dengan tanda merah tadi.
Edgar melihat hal itu dengan sangat jelas. Matanya menatap tajam kepada Autumn. "Lehermu kenapa?" tanyanya membuat Autumn tersentak. Segera ia menyentuh leher jenjangnya. Autumn terdiam untuk sesaat. Sementara Darren memilih untuk pamit dan masuk ke kamar.
"Tak apa, Ayah. Ini hanya iritasi," Autumn mencari alasan. Ia tak biasa berbohong kepada sang ayah.
"Jangan berbohong, Elle! Aku tahu tanda apa itu!" tegas Edgar curiga, membuat Autumn terlihat salah tingkah.
"Sungguh, Ayah. Ini hanya ...."
"Ayahmu ini tidak bodoh, Elle!" tegas Edgar dengan nada bicara yang terdengar jauh lebih tegas, dan mengundang perhatian Arumi yang sedang berada di kamarnya. Wanita itu pun bergegas keluar dan menghampiri mereka berdua.
"Ada apa ini?" tanya Arumi penasaran.
"Tanyakan sendiri pada putrimu, apa yang sudah dilakukannya," jawab Edgar tanpa melepas tatapan dari Autumn. Arumi pun mengalihkan tatapannya kepada gadis itu dan terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Esther Nelwan
aduuuuh elle
2022-08-12
0
Titik pujiningdyah
wahhhhh wahhh wahhh masalah nih
2022-04-30
0