"Aku bingung cara menjelaskannya padamu, Elle. Satu hal yang pasti, Leon tidak bisa kau andalkan. Dia bukan kekasih yang baik," jelas Darren.
"Kau sangat bertele-tele. Membosankan," cibir Autumn, seraya beranjak dari duduk. Dia hendak masuk ke kamar mandi. Namun, niatnya terhenti karena mendengar suara ketukan di pintu kamar.
Autumn menoleh pada sang adik. "Cepat sembunyikan camilannya! Jangan sampai ibu melihat kau makan di tempat tidur!" suruh Autumn setengah berbisik, sebelum melangkah ke dekat pintu dan membukanya.
Wajah cantik Arumi muncul di balik pintu. Wanita itu tersenyum manis pada Autumn. Dia melongok ke dalam kamar. "Darren, sedang apa kau di kamar Elle pada jam seperti ini?" tanyanya heran, mendapati putra bungsunya ada di sana.
"Darren ingin meminjam komputerku, tapi tentu saja tidak kuizinkan," ujar Autumn, seraya menoleh pada sang adik, yang beranjak turun dari tempat tidur, lalu berjalan ke arahnya.
"Aku hanya ingin memberitahu Elle tentang sesuatu. Akan tetapi, kurasa Elle tidak akan tertarik," ucap Darren enteng, diiringi senyum aneh pada Autumn.
"Sebaiknya kalian segera berkemas. Kita akan berangkat sore ini," suruh Arumi, seraya mengarahkan perhatian pada Autumn yang belum sempat berganti pakaian. "Kau tidak ikut sarapan. Jangan katakan jika kau baru pulang pagi ini," ucapnya penuh selidik.
"Aku pulang semalam. Namun, bangun kesiangan dan belum sempat berganti pakaian. Darren lebih dulu masuk kemari dan menggangguku," balas Autumn beralasan.
"Baiklah. Aku akan ke kamar saja," ucap Darren, seraya beranjak keluar dari kamar Autumn dengan diiringi tatapan aneh Arumi.
Namun, wanita cantik itu tidak terlalu ambil pusing. Arumi kembali mengalihkan pandangannya pada Autumn, yang saat itu kembali duduk di kursi sambil memeriksa ponsel.
"Kau sudah berkemas, Elle?" Arumi memperhatikan putri sulungnya. Dia tahu bahwa Autumn tidak berminat ikut ke Marseille. Gadis itu kurang menyukai acara-acara formal, yang menurutnya teramat membosankan.
Autumn sibuk dengan telepon genggamnya. Entah benar-benar tak mendengar ucapan Arumi atau hanya berpura-pura. Dia terus fokus pada ponsel tadi. "Kau tidak mendengarku, Elle?" tegur Arumi.
Autumn segera mengalihkan perhatiannya sekilas dari layar ponsel. Dia menatap malas sang ibu. "Kenapa ayah memaksaku dan Darren untuk ikut ke Marseille, Bu?"
"Itu keputusan ayahmu. Jadi, jika kau ingin protes, katakan itu di depannya. Aku hanya mengingatkanmu agar segera berkemas. Kita akan berada di Marseille selama kurang lebih tiga hari. Jadi, siapkan barang-barang yang perlu kau bawa. Kita akan berangkat pukul tiga sore ini."
Setelah berkata demikian, Arumi berjalan ke dekat pintu. Namun, sebelum keluar dari sana, dia kembali menoleh. "Aku harap kau dan Darren tidak membuat masalah selama di Marseille," pesannya, lalu keluar tanpa menutup pintu kamar.
Autumn mengeluh pelan. Jika sudah seperti itu, dia dan Darren tidak punya pilihan selain ikut apa kata sang ayah, meskipun keduanya lebih senang berada di rumah daripada harus menghadiri acara yang membosankan.
Autumn beranjak dari tempat duduk. Dia mulai membereskan semua perlengkapan yang akan dibawa, ke dalam koper berukuran sedang. Sesekali, gadis itu menoleh pada ponsel yang tak juga berbunyi.
Leon tidak membalas pesannya. Akhir-akhir ini, pria itu memang dirasa sangat menyebalkan. Tak jarang, dia mengabaikan Autumn seperti semalam. Entah apa yang terjadi pada kekasih Autumn tersebut. Padahal, hubungan keduanya sudah terjalin cukup lama.
Sekitar pukul dua siang, Autumn telah bersiap. Dia menyeret koper keluar dari kamar, lalu menunggu di ruang tamu.
Sesaat kemudian, Darren datang dengan membawa ransel yang cukup besar. Ransel yang biasa digunakan untuk mendaki gunung bersama kawan-kawannya. Darren memiliki hobi yang sama dengan Edgar. Pemuda itu memang duplikat sempurna dari sang ayah.
"Aku yakin, Leon pasti belum membalas pesanmu. Iya, kan?" bisik Darren, seraya duduk di sebelah Autumn.
Autumn mendelik dengan wajah teramat kesal. Dia tak berminat menanggapi ucapan sang adik. Terlebih karena Arumi dan Edgar telah muncul di sana. Autumn segera berdiri. Begitu juga dengan Darren.
Edgar Hillaire. Pria itu masih terlihat tampan, meskipun usianya sudah tidak muda lagi. Kewibawaannya terpancar begitu jelas, dari bahasa tubuh yang ditunjukkan di hadapan kedua buah hatinya. Edgar juga masih memiliki tatapan luar biasa, yang mampu meluluhkan siapa pun. Tak terkecuali Autumn yang keras kepala seperti sang ibu.
"Syukurlah karena kalian berdua akhirnya bersedia ikut. Ini acara yang sangat penting. Akan ada banyak kolega dan pengusaha-pengusaha sukses yang hadir dalam acara itu. Jadi, selain harus menjaga sikap, kalian juga pastinya akan banyak mendapat pengetahuan menarik seputar dunia bisnis," jelas Edgar, pria yang kini sudah berusia setengah abad lebih, seraya melirik Arumi yang tersenyum manis padanya.
"Kita berangkat sekarang, Sayang?" tanya Arumi, seraya menggandeng lengan sang suami.
"Ya. Jangan sampai kita terlambat ke bandara. Aku takut kita terjebak macet," jawab Edgar. Dia memerintahkan sopir untuk membawakan barang-barang mereka. Memasukan ke bagasi. Setelah semua siap, mereka berangkat menuju bandara.
Untunglah karena siang itu jalanan tidak terlalu padat, sehingga mereka bisa tiba di bandara tepat waktu. Tanpa menunggu lama, pesawat yang akan mereka tumpangi telah siap lepas landas. Mereka terbang menuju Marseille.
Selama dalam perjalanan, Autumn yang duduk dengan Darren, memilih tak banyak bicara. Dia bahkan tidak sempat berpamitan pada Leon, berhubung pria itu tak juga membalas pesan serta menjawab panggilannya.
Sementara itu, Darren lebih memilih tidur dari awal duduk di pesawat. Padahal, perjalanan dari Paris menuju Marseille tidak memakan waktu lama.
Beberapa saat kemudian, pesawat yang Keluarga Hillaire tumpangi telah tiba di Kota Marseille. Mereka dijemput oleh sopir dari perusahaan Edgar. Sopir itu langsung membawa sang majikan dan keluarganya, ke rumah yang Edgar beli beberapa tahun lalu. Dia sengaja membeli rumah tersebut karena mereka kerap datang ke Kota Marseille. Jadi, tak perlu lagi menginap di kediaman paman Arumi.
Rumah itu memang tak semegah kediaman mereka di Paris. Namun, tentu saja tak kalah nyaman. Alasannya karena bangunan tadi menghadap langsung ke laut.
Sebenarnya, Autumn menyukai tempat itu. Di sana, dia merasa jauh lebih tenang. Suasana yang tidak seramai Paris, membuat gadis cantik tersebut dapat merasakan sesuatu yang berbeda.
Autumn berdiri sambil menatap laut lepas, dari teras rumah. Putri sulung pasangan Edgar dan Arumi tersebut memejamkan mata, saat menikmati embusan angin yang menerpa wajahnya. "Di mana kau Leon?" gumam Autumn, kemudian menoleh ke bagian lain teras. Dia mendengar Edgar bicara dengan seseorang di telepon.
"Kami sudah tiba di Marseille, Tuan Royce."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Sunarty Narty
ROYCE itu nama belakang ben
2022-09-23
1
Yuyun Yuningsih Yuni
Royco??? penyedap dong
2022-05-13
1