Autumn tersentak. Matanya terbelalak sempurna, saat menoleh ke pintu di mana muncul seorang wanita berambut sebahu berwarna pirang. Wanita dengan penampilan yang begitu sensual dan terlihat sangat padat, pada beberapa bagian tubuhnya.
Wanita itu pun sama terkejut dengan Autumn. Sepasang matanya yang berwarna biru, melotot tajam kepada gadis itu. Dia melangkah cepat menghampiri Autumn. "Siapa kau?" tanyanya, dengan nada cukup tinggi dan terdengar agak kasar. Kemarahan terpancar jelas dari raut wajahnya, yang menggambarkan kecantikan sempurna khas wanita Perancis. "Di mana Benjamin?" tanya wanita itu lagi, masih dengan nada yang sama.
"A-aku ...." Autumn tak sempat melanjutkan kata-katanya karena pria bernama Benjamin itu muncul.
Benjamin memakai handuk yang dililitkan di perut, dan hanya menutupi bagian bawah tubuhnya. Dia tertegun sejenak, mendapati dua wanita dalam kamarnya. Akan tetapi, sesaat kemudian pria itu kembali menunjukkan sikap tenang, seraya melangkah ke hadapan mereka.
"Esmee? Kapan kau datang?" tanya Benjamin dengan suara berat, seraya menatap wanita yang tiada lain adalah kekasihnya, Esmee Candela.
"Aku baru datang dan langsung dibuat terkejut. Ini sangat luar biasa, Ben!" jawabnya, dengan nada protes. Kemarahan terpancar jelas dari sorot matanya.
"Aku akan berpakaian dulu. Sementara itu, silakan keluar dari kamarku," titah Benjamin tenang, seakan tak terjadi keributan apa pun.
Tanpa banyak bicara, Autumn meraih sling bag, lalu beranjak keluar dari kamar itu. Dia ingin segera pulang ke rumah.
Sementara Esmee masih berdiri di tempatnya. Itu membuat Benjamin kembali menoleh. "Perintah tadi berlaku untuk kalian berdua." Setelah berkata demikian, dia berlalu ke walk in closet untuk berpakaian.
Jengkel, Esmee terpaksa keluar kamar. Wanita cantik itu berjalan sambil terus menggerutu tak karuan.
Lain halnya dengan Autumn. Dia berdiri memandangi sebuah lukisan, yang berhasil menarik perhatiannya. Dalam lukisan itu tergambar seorang wanita paruh baya, yang terlihat sangat anggun.
Setelah puas memandangi lukisan tadi, Autumn juga melihat-lihat hal lain yang membuatnya penasaran. Gadis itu sempat heran karena masih berada di sana. Padahal, dia bisa langsung pergi tanpa harus menunggu apa pun.
Sesaat kemudian, Autumn berpikir. Dia tak ingin menjadi pelanduk yang mati dalam pertarungan dua ekor gajah. "Ah, tidak. Sebentar lagi pasti akan akan perdebatan seru," pikirnya.
Autumn segera melangkah ke pintu. Dia bermaksud pergi dari sana. Namun, niat gadis itu terhenti, ketika mendengar seseorang memanggilnya. Autumn langsung menoleh.
Esmee berjalan mendekat. Raut wajah dan sorot matanya masih diliputi amarah. Wanita berambut pirang itu seperti ingin menerkam Autumn tanpa ampun. "Katakan! Apa yang sudah kau lakukan di dalam kamar Ben semalam?" Nada pertanyaan Esmee terdengar begitu mengintimidasi.
Namun, Autumn tetap terlihat tenang. Gadis itu tak memperlihatkan raut tegang sedikit pun. "Aku tidak melakukan apa pun dengan tuan itu. Ah, maksudku ... aku tidak ingat apa-apa. Jadi, sebaiknya kau tanyakan sendiri padanya. Aku harap kekasihmu adalah pria yang baik," jawab Autumn enteng.
Sikap serta ucapan Autumn tadi, membuat Esmee makin murka. Secepat kilat, dia mencekal kasar lengan kiri Autumn. Kuku-kukunya yang panjang dan runcing, menggores serta menusuk kulit gadis itu. Membuat Autumn meringis kecil.
"Jangan macam-macam denganku! Kau pikir aku akan membiarkan Ben tidur dengan sembarang wanita?" sergahnya.
Tak terima diperlakukan demikian, Autumn tak tinggal diam. Dia menarik tangan Esmee yang tengah mencekal lengan kirinya, menggunakan tangan kanan. Autumn memelintir tangan wanita berambut pirang itu sekuat tenaga, sehingga membuat Esmee meringis bahkan memekik cukup nyaring.
Meskipun begitu, Autumn tak melepaskan wanita itu. Cengkraman tangannya justru makin kencang. Dia baru menghentikan aksinya, ketika mendengar suara pria yang menegur cukup tegas.
"Hentikan, Nona-nona! Jangan membuat keributan di rumahku," cegah pria itu, penuh wibawa. Dia berjalan menghampiri kedua wanita yang sedang berseteru tadi.
Perlahan, Autumn melonggarkan cengkramannya, lalu melepaskan pergelangan tangan Esmee dengan kasar.
Esmee kembali meringis kesakitan, sambil memegangi pergelangan tangannya. "Dasar gadis liar!" umpat wanita itu kesal.
"Kau yang memulainya, Tante!" balas Autumn kesal, seraya menunjuk ke arah Esmee.
Tak terima dengan sebutan Tante (Bibi), Esmee hendak kembali menyerang Autumn.
Namun, dengan segera pria yang tak lain adalah Benjamin mencegahnya. "Cukup! Sudah kukatakan agar tidak membuat keributan di rumahku. Jika kalian masih ingin melanjutkan perkelahian ini, silakan lanjutkan di luar," tegasnya, seraya menatap tajam Autumn dan Esmee secara bergantian.
"Kau keterlaluan, Ben!" protes Esmee tak suka. "Sejak kapan kau tertarik dengan gadis ingusan seperti ini?"
Benjamin tidak menjawab. Mata abu-abu pria itu, menatap tajam pada sang kekasih. Setelah itu, dia mengalihkan perhatian kepada Autumn. "Jika kau ingin pulang maka silakan. Kau tahu di mana pintu keluar rumah ini. Sekarang sudah siang. Kau tidak akan kesulitan mendapatkan taksi," ucapnya, masih dengan nada bicara cukup tegas.
Autumn menatap Benjamin sesaat. Setelah itu, dia mengalihkan pandangan kepada Esmee, yang masih memasang wajah penuh kemarahan. Tanpa banyak bicara, Autumn membalikan badan. Dia berjalan menuju pintu. Melangkah keluar, meninggalkan rumah musim panas itu dengan perasaan tak karuan.
Entah apa yang harus Autumn jelaskan kepada sang ayah, saat tiba di rumah nanti. Autumn terus melangkah, hingga akhirnya keluar dan menghilang di balik pintu gerbang rumah dengan nuansa warna putih tadi.
Sementara itu, Esmee masih terlihat kesal. Dia duduk sambil terus memegangi pergelangan yang terasa sakit. Tak berselang lama, wanita berambut pirang itu terisak pelan.
Namun, Benjamin hanya menatapnya tanpa berkata apa pun. Dia seakan tak peduli, pada apa yang Esmee rasakan.
"Aku kemari untuk memperbaiki hubungan kita. Namun, justru mendapat perlakuan seperti ini," gerutu Esmee kesal.
"Apa maksudmu?" tanya Benjamin datar, seraya menoleh sekilas pada sang kekasih.
"Kau keterlaluan! Bagaimana bisa berkencan dengan gadis kecil dan liar seperti itu. Apakah dia sepadan denganku?" protes Esmee lagi, tak Terima.
"Siapa yang berkencan dengannya?" Benjamin menghampiri Esmee, lalu duduk di dekatnya. "Kau tahu? Makin ke sini, sikapmu makin menyebalkan. Kau menjadi sangat kekanak-kanakan."
Esmee sontak melayangkan tatapan protes kepada pria di sebelahnya. Dia tak terima atas ucapan pria itu. "Kekanak-kanakan?" ulangnya. "Kenapa kau menyebutku seperti itu?" Esmee kembali melayangkan protes keras.
"Memang seperti itulah kenyataannya," balas Benjamin pelan, tapi tetap terkesan tegas. "Aku lelah dan bosan dengan semua kecemburuanmu. Kurasa, tidak ada yang perlu diperbaiki lagi dari hubungan kita," pungkasnya datar.
Esmee diam terpaku mendengar ucapan pria tampan itu. Dia mengerti akan maksud Benjamin. "Tidak, Sayang," pintanya, setengah memelas. "Tolong jangan berkata seperti itu. Aku mencintaimu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Maria Alfrida Wale
oh Jamie Dornan....yummy...
2022-06-01
2
Titik pujiningdyah
oalah kang Ben, itu Ceu ismi jangan diputusin😂
2022-04-19
0