Autumn tertegun sejenak. Ia membiarkan ponselnya terus berdering dan memilih untuk tidak menjawab panggilan itu. Ia membawa ponselnya dan meletakan benda tersebut di atas meja, tepat di sebelahnya. Autumn pun melanjutkan pekerjaan yang terjeda, yaitu menyusun proposal magang. Akan tetapi, tak berselang lama ponselnya kembali berdering.
Kembali dilihatnya layar ponsel dan nomor itu muncul lagi. Namun, Autumn masih tak berani untuk menjawab. Ia mengabaikan panggilan tersebut dan kembali pada komputernya. Gadis itu berusaha untuk fokus, meskipun ia tak menyukai keputusan sang ayah. Akan tetapi, Autumn akan melakukan setiap hal dengan benar tanpa asal-asalan. Setidaknya itulah yang selalu Edgar ajarkan kepadanya dan juga Darren.
Hampir satu jam berlalu, Autumn sudah menyelesaikan pekerjaannya. Ia tinggal mengirimkan proposal itu besok pagi. Namun, pikirannya kini kembali teralihkan pada suara dering ponsel yang kembali berbunyi. Dengan sebuah keluhan pelan, gadis berambut panjang tersebut akhirnya memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut. Rasa penasaran telah membuat dirinya menyerah.
"Elle ...." terdengar sapaan dari suara seorang pria yang sangat Autumn kenal.
"Leon?" gadis itu mengernyitkan keningnya. Ia tak percaya jika pria yang selama ini menghilang tanpa kabar, kini tiba-tiba menghubunginya lagi.
"Ya, ini aku. Apa kabar, Sayang?" tanya pria yang memang adalah Leonardo Orville, kekasih Autumn. "Maaf, aku baru menghubungimu lagi," ucapnya dengan nada penuh sesal. Sementara Autumn tak segera menjawab. Ia masih merasa bingung dan juga kesal dengan sikap pria itu.
"Nomor siapa ini?" tanya Autumn dengan agak ketus. Ia tak menanggapi permintaan maaf dari sang kekasih.
"Ini adalah nomorku yang baru. Kau boleh menyimpannya dan menghapus nomor lamaku, karena aku juga sudah membuang nomor itu," jelas Leon terdengar agak risih. Hal tersebut menimbulkan sebuah tanda tanya yang besar bagi Autumn.
"Apa kau sedang dalam masalah? Aku harap tidak ada hubungannya dengan gadis lain, kecuali jika kau ingin mengakhiri hubungan kita. Benar-benar mengakhirinya!" tanya Autumn yang berakhir dengan sebuah ancaman tegas kepada pria di seberang sana. Sedangkan Leon menanggapi ancamam dari Autumn dengan sebuah tawa renyah. Ia seperti tak merasa takut atas ancaman tersebut.
"Tentu saja tidak, Sayang," bantah Leon. "Aku sedang berada di Meksiko, dan mungkin akan pulang tak lama lagi setelah urusanku selesai. Apa kau baik-baik saja di sana?"
"Pertanyaan bodoh apa itu, Leon?" sergah Autumn yang tiba-tiba merasa jengkel dengan pertanyaan dari sang kelasih. "Bagaimana kau bisa bertanya apakah aku baik-baik saja, sementara kau menghilang tanpa kabar sama sekali! Kau pikir itu lucu dan tak membuatku pusing? Menyebalkan!" Autumn mengeluarkan unek-uneknya yang tertahan sejak kemarin.
"Maafkan aku, Sayang. Aku harus pergi mendadak ke Meksiko dan tak sempat mengabarimu," kilah Leon. Ia berusaha untuk membela dirinya.
"Ya, teruslah mencari pembenaran atas semua yang telah kau lakukan, karena memang hal itulah yang menjadi bakatmu selama ini!" Autumn terus menggerutu.
"Ayolah, Sayang. Kenapa kau menjadi pemarah seperti ini?"
"Pertanyaan yang tidak perlu kau tanyakan padaku!" jawab Autumn ketus. Ia segera menutup sambungan teleponnya dan kembali melemparkan ponsel itu ke atas kasur seraya mendengus kesal. Entah mengapa dalam beberapa hari ini ia merasa begitu kacau. Hari-harinya terasa sangat aneh dan membingungkan.
......................
Keesokan harinya, Autumn sudah bersiap untuk mengantarkan proposal magang yang sudah ia siapkan sejak kemarin. Gadis itu terlihat berbeda dari biasanya. Autumn mengikat sebagian rambutnya, dan membiarkan sebagian lagi tergerai dengan rapi menutupi punggung. Pagi itu, Autumn tampil cantik dengan midi dress formal berwarna hitam berlengan panjang. Tak lupa, ia membawa tas selempang kecil kesayangannya.
Setelah berpamitan kepada Edgar dan Arumi, Atutumn segera berangkat menuju kantor milik Benjamin. Gedung perkantoran itu terletak tidak jauh dari hotel mewah yang berdiri kokoh dan terlihat sangat arogan. Hotel itu menunjukan jati diri siapa Benjamin Royce sesungguhnya.
Autumn mengela napas dalam-dalam sebelum ia melanjutkan langkahnya untuk memasuki gedung perkantoran The Royal Royce. Setelah masuk, Autumn segera menuju ke meja resepsionis dan menanyakan ruang personalia. Petugas resepsionis itu memberi arahan kepada Autumn hingga gadis itu benar-benar paham. Setelah dari sana, Autumn kembali melangkahkan kakinya menuju ruang personalia.
Setibanya di tempat yang dimaksud, Autumn segera masuk. Di dalam ruangan itu, ia disambut baik oleh seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahun atau mungkin lebih. Satu hal yang pasti, wanita itu berusia di atas dirinya. Melihat sikapnya yang ramah, Autumn merasa sedikit tenang. Ia berusaha untuk tidak terlalu tegang saat melakukan interview.
Autumn adalah gadis yang cerdas. Ia lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Gadis itu lulus dengan predikat cumlaude. Suatu prestasi yang tidak semua orang bisa meraihnya. Hal itu pulalah yang membuat Edgar begitu percaya diri untuk menunjukan potensi putri sulungnya kepada Benjamin.
Beberapa saat telah berlalu. Autumn sudah menyelesaikan semua proses interview. Ia dipersilakan untuk keluar dari ruangan tersebut. Gadis itu melangkahkan kaki menyusuri lorong yang membawanya kembali ke lobi. Namun, seketika langkah gadis itu tertahan. Sepasang mata abu-abunya yang indah menangkap seraut wajah rupawan yang baru saja memasuki gedung tersebut. Pria dengan kemeja putih dan blazer abu-abu. Rambut cokelat tembaganya pun tersisir dengan rapi. Ia terlihat begitu sempurna.
Benjamin melangkah dengan begitu gagah. Seutas senyuman muncul di sudut bibirnya. Tatapan pria itu tertuju kepada Autumn yang masih berdiri terpaku dan tak tahu harus berbuat apa. Gadis itu tetlihat salah tingkah. Autumn menyadari jika pesona pria tiga puluh lima tahun tersebut begitu besar. Ia seperti pusaran air laut yang mampu menarik apapun di sekitarnya.
"Ya, Tuhan. Ia mendekat," gumam Autumn dalam hatinya. Akan tetapi, jangankan untuk melangkah pergi, gadis itu bahkan tak mampu mengalihkan tatapannya dari paras tampan yang kini telah berdiri tepat di hadapannya.
"Apa kabar, Nona Hillaire," sapa Benjamin dengan sikapnya yang sangat kalem. Aroma parfume yang menyeruak dari tubuhnya, seketika tercium dan membuat Autumn kembali teringat pada kejadian malam itu di kota Marseille.
"Aku baik-baik saja sebelum bertemu denganmu, Tuan Royce," jawab Autumn dengan seenaknya. Gadis itu tak peduli meskipun dirinya mengetahui bahwa ia kini tengah berhadapan dengan pemilik dari gedung megah tersebut.
"Begitukah caramu berbicara dengan seorang atasan, Nona Hillaire?" Benjamin tersenyum simpul menanggapi ucapan ketus Autumn.
"Aku belum tentu berada di sini untuk lebih lama lagi," jawab Autumn dengan entengnya. "Lebih tepatnya, aku tidak berharap. Permisi, Tuan Bos," lanjut gadis itu seraya berlalu dari hadapan Benjamin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Amilia Indriyanti
sekarang cumloude gak istimewa gampang di raih 😄😜
2024-04-19
1
Titik pujiningdyah
wkwkwkwkwkwkkwk, si utum ketus bngt kek othornya
2022-05-05
1