NovelToon NovelToon

Pria Musim Dingin

#01 Di jodohkan

Winter berdiri di atas gedung pencakar langit memandang jalanan di bawah sana. Ini hari pertama ia menjadi seorang pemimpin perusahaan besar setelah pelantikan dua jam lama nya, ia berkenalan dengan banyak rekan bisnis Ayahnya dan juga banyak berbincang soal bisnis mereka di masa depan.

Usianya kini dua puluh lima tahun. Saudara kembarnya masih saja tinggal di Negara X dan enggan kembali ke tempat kelahirannya.

Sepupunya juga sukses di bidangnya masing-masing. Lalita menjadi seorang desainer terkenal dengan Laura yang menjadi model pakaian yang ia rancang. Laura sudah masuk model internasional, ia banyak di gandungi banyak fans dari berbagai Negara.

Begitupula dengan Nathan, dia tumbuh menjadi seorang penyanyi dan aktor terkenal. Dan Nala menjadi seorang novelis kaya melebihi sang Ayah dulu.

Banyak novelnya yang di film kan dengan Nathan sebagai peran utama di film tersebut. Mereka benar-benar saling melengkapi satu sama lain dengan pencapaian masing-masing.

Winter dan Summer sama-sama menjadi seorang pengusaha.

Seorang perempuan masuk ke ruangan berdiri di belakang Winter dengan memegang sebuah map.

"Tuan ..."

Winter menoleh tanpa membalikkan tubuhnya.

"Yayasan akan di bangun hari senin besok. Ada berkas yang harus anda tanda tangani."

"Di meja," ucap Winter.

Perempuan yang bernama Lusi itu mengangguk lalu menyimpan berkas tersebut di meja.

"Tuan Javier meminta bertemu dengan anda pukul tujuh malam di restaurant mawar, Tuan ..."

Winter menganggukan kepalanya, Lusi pun keluar dari ruangan tersebut. Lusi adalah Sekretaris Winter yang ketiga. Sudah dua orang yang memilih berhenti bekerja dengan Winter karena sikap dingin pria itu sulit di pahami.

Dan mantan Sekretarisnya itu laki-laki, ini kali pertama Sekretaris Winter seorang perempuan. Lusi cepat beradaptasi dengan pria itu, ia mudah memahami sikap dingin Winter di banding Sekretaris sebelumnya.

*

Winter keluar dari mobil setelah Lusi membukakan pintu untuknya. Winter masuk ke dalam restaurant menghampiri kakeknya yang sedang menuangkan minuman ke gelas.

"Berhenti minum alcohol, grandpa," ucap Winter seraya mengambil teko kecil di tangan Javier kemudian duduk di depan kakeknya itu.

Javier tersenyum. "Bagaimana rasanya menjadi seorang pemimpin? kau seperti di beri beban berat untuk memajukan perusahaan bukan?"

Winter hanya menjawab dengan senyuman dan anggukan kepala. Kemudian Lusi datang dan berdiri di belakang Winter.

Javier menatap Lusi lalu berdecak seraya menggelengkan kepala. "Ini Sekretaris ketigamu. Apa nanti akan ada yang ke empat?" tanya Javier kemudian kepada Winter.

Winter tersenyum samar kemudian menggelengkan kepala.

"Kita makan dulu, ada hal penting yang ingin grandpa sampaikan ..."

Seorang pelayan datang membawa troli makanan setelah Javier mengangkat tangan nya. Semua makanan itu di sajikan di meja.

Winter mengambil suapan pertama mencoba panzanella makanan khas italy yang di hidangkan. Winter berhenti mengunyah sejenak, menghela nafas kemudian kembali mengunyah makanan tersebut.

Lusi yang melihat itu pun mengangkat tangannya, pelayan kembali datang membuat Javier mengerutkan dahinya.

"Tolong ganti makanan Tuan Winter dengan menu yang lain," ucap Lusi.

Winter pun menyimpan sendoknya. Javier menatap bergantian Winter dan Lusi.

"Tunggu ..." sergah Javier ketika makanan tersebut hendak di ambil.

"Cucuku sedang makan, kenapa kalian mengambilnya!"

"Tuan Winter tidak menyukai makanan tersebut Tuan Javier," ucap Lusi.

"Dia dari tadi diam saja, tidak bilang tidak suka!"

"Dia hanya menghargai makanan tersebut." Lusi menjelaskan. Sementara pelayan perempuan itu hanya berdiri di dekat Winter dan Javier dengan sesekali melirik mereka satu persatu, bingung. Harus mengambil makanan itu atau tidak.

"Kau tau darimana?" tanya Javier.

"Cara Tuan Winter mengunyah makanan seperti tidak menikmati makanan tersebut ..."

Javier menatap cucu nya yang memasang ekspresi datar itu.

"Kau tidak suka makanan nya?" tanya Javier kemudian.

Dan jawaban Winter adalah anggukan kepala membuat Javier menghela nafas.

"Kenapa diam saja kalau begitu!"

*

Selesai makan, mereka mengelap mulutnya dengan kain.

"Begini ..." Javier menyimpan kain tersebut di meja lalu menatap mata Winter.

"Ayahmu mau menjodohkanmu dengan putri teman nya ..."

Winter terlihat tenang, walaupun hatinya cukup terkejut dengan perkataan kakeknya.

"Dia tidak mau berbicara langsung denganmu karena takut kau menolak ..."

Winter mengambil segelas wine dan meneguknya sampai habis. Javier dapat menyimpulkan cucu nya itu walaupun tidak berbicara apapun dia pasti menolak perjodohan ini.

"Tapi kalau kau tidak mau grandpa akan berbicara dengan Ay--"

"Aku bersedia."

"Hah?" Javier melebarkan matanya.

*

Yura keluar dari kamarnya dengan memakai piyama berwarna pink. Ia menguap di depan pintu, menggaruk kepalanya dengan mata setengah terbuka karena masih ngantuk.

"AYURAAAA ..." teriak Benjamin, sang Ayah.

"Hmmmm ..." Yura menjawab dengan malas sambil berjalan menuruni anak tangga.

"Astaga anak ini ..." Benjamin menggelengkan kepalanya seraya memercak pinggang. Sementara Ibunya, Bayuni. Ia hanya duduk di meja makan dengan menghela nafas panjang.

"Dad ... aku masih ngantuk," rengek Yura berbicara tepat di anak tangga terakhir.

"Ayo makan ..."

Benjamin menarik tangan putrinya duduk di meja makan.

"Yura, kau ini tidak bisa minum obat. Setidaknya kau harus bisa menjaga kesehatanmu." Bayuni menggerutu sambil menyendok nasi ke piring.

Yura dari dulu tidak bisa minum obat. Obat sekecil apapun tidak bisa di telan gadis itu dengan alasan tidak enak dan pahit. Selain itu, Yura juga sangat takut suntikan. Ia benar-benar benci semua peralatan medis. Kalau sakit, Yura hanya meminum jamu yang dibuat oleh Bi Ijah, asisten rumah tangga nya.

"Kalau telat makan terus-terusan, kau bisa sakit dan harus di suntik, mau?" Benjamin mengancam.

Sontak Ayura menatap Benjamin dengan menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Tidak Dad, jangan suntik aku!" ucapnya dengan memeluk dirinya sendiri dengan wajah ketakutan.

"Makannya, jangan susah di atur. Ayo makan." Bayuni menyimpan piring yang sudah terisi penuh dengan nasi dan beberapa lauk di depan Yura.

Yura sarapan dengan wajah malas dan tidak bergairah, ia bahkan mengunyah makanan dengan mata tertutup.

Bi Ijah datang menyimpan buah-buahan di meja. "Non Yura semalam nonton film sih, begadang terus jadinya sekarang masih ngantuk."

Yura langsung menatap tajam Bi Ijah dengan tatapan mengintimidasi karena telah membocorkan dirinya begadang semalam.

"Ohhh ... bagus ya, berapa kali Dad harus bilang berhenti nonton film sampai larut malam! kalau masih seperti itu Dad akan menyita laptop, tv dan ponselmu di malam hari Yura!" ucapan Benjamin sedikit meninggi.

Ayura berdecak kemudian mendengus. "Dad ..." Ayura menatap Ayahnya. "Semalam itu aku harus nonton film idolaku ..."

"Siapa idolamu?" tanya Bayuni.

"Nathan ..." Mata Ayura langsung berbinar senang seakan Nathan ada di depannya. "Ahhh ... dia sangat tampan dan badannya sangat bagus, Mom ... sepertinya tidak ada yang bisa mengalahkan ketampanan Nathan ku ..."

Bayuni menghembuskan nafas seraya mengusap keningnya melihat ekspresi putrinya yang selalu berlebihan dan lebay ketika menceritakan soal aktor tampan itu.

"Yura berhenti mengidolakan lelaki itu karena sebentar lagi kau akan menikah dengan pria pengusaha." pekik Benjamin.

"APAAA?!!"

#Bersambung

#02 Menolak

"Tidak-tidak, ini tidak bisa terjadi. Aku tidak mau, aku tidak mau. Arggghh Bella kenapa tidak angkat telpon ku!"

Yura sibuk mondar-mandir di kamar dengan menggaruk kepalanya frustasi mendengar perjodohan dari orang tua nya. Sesekali ia mengigit jari-jemarinya karena Bella sahabat dekatnya tak kunjung mengangkat telpon darinya.

"Yura!!" Benjamin membuka pintu kamar Yura membuat gadis itu terhentak kaget.

"Dad ..." Yura menurunkan ponsel dari telinganya kemudian wajahnya berubah menjadi muram.

"Dad ..." Yura berlari kecil memeluk Benjamin dengan manja.

"Daddy, aku tidak mau keluar dari rumah ini," rengek Yura mendongak menatap Benjamin dengan mata berkaca-kaca.

Benjamin menghela nafas kemudian mendorong tubuh Yura pelan. Ia memegang kedua pundak putrinya itu.

"Yura ... Dad ingin yang terbaik untukmu, putra Tuan Maxime itu sangat baik dan ramah. Dad pernah bertemu dengan dia beberapa kali, dia sangat cocok denganmu, kau tidak akan bosan jika menikah dengan dia, Yura ..."

"Bosan apa sih Dad ah!" Yura menghempaskan tangan Benjamin dari kedua pundaknya lalu gadis itu berjalan kesal ke arah balkon kamar.

Benjamin berdecak kemudian menyusul putrinya itu. Mereka berdiri di dekat pagar balkon memandangi jalanan pagi.

"Lihat, lihat mereka. Apa kau tidak mau lari pagi berdua dengan suamimu ..." Benjamin menunjuk pasangan kekasih yang sedang jogging di pagi hari.

"Atau itu ..." Benjamin menunjuk pria dan wanita sedang makan bubur bersama. "Makan berdua dengan suamimu. Apa kau tidak mau Yura?"

"Astajim Dad ..."

pletak.

Benjamin langsung menyentil kening Yura. Gadis itu merintis kesakitan mengusap keningnya yang terasa berdenyut.

"Astajim-astajim ... bahasamu itu mengikuti siapa?!"

"Nathan ..." sahut Yura sangat pelan dengan memajukan bibirnya.

Benjamin menghela nafas. "Lihat, gara-gara aktor film itu kau terpengaruh hal-hal buruk, Yura!"

"Jangan berkata seperti itu, Dad. Nathanku itu baik!"

"Kau harus cepat menikah agar melupakan aktor film mu itu Yura," ucap Benjamin lalu melengos meninggalkan balkon. Tapi ucapan Yura menghentikan langkahnya.

"Aku harus cepat menikah agar bisnis mu semakin lancar kan, Dad."

Benjamin membalikkan badannya.

"Ini pernikahan bisnis kan ..."

"Yura--"

"Dad menukarku dengan perusahaan!!"

"Maxime teman Dad saat kuliah dulu, Yura!! menikah dengan putra dari teman Dad bagaimana bisa di katakan pernikahan bisnis!!"

Yura menghela nafas kasar, jari-jemarinya menyelusup ke dalam rambut, menekan-nekan kepalanya yang terasa sakit akibat pembahasan soal perjodohan ini.

"Dia pria baik dan ramah, percaya Yura ..."

Benjamin pun pergi meninggalkan kamar Yura. Baru saja menutup pintu kamar Yura ia mendapati panggilan masuk dari Maxime.

Ponsel Yura pun bergetar, ia melihat nama Bella di layar. Sontak Yura melebarkan matanya, akhirnya sahabat nya itu menelpon. Yura segera mengangkat panggilan tersebut.

"Bel--"

"YURAAAAAA ..." potong Bella dengan berteriak histeris.

"Bella aku butuh ban-"

"Yura, Yura. Stop, jangan membahas yang lain dulu, ada hal penting yang harus kita bahas."

Yura berdecak malas. "Apa?"

"Nathan ... Nathan, Yura. ADA MEET & GREET NATHAN MALAM INI AYURAAAA ... AAAA AKU SENANG SEKALI!!"

"A-apa? tunggu Bella tunggu, tidak ada berita apapun soal itu!"

"Beritanya baru muncul satu jam yang lalu di instagramnya Yura, dia bilang meet&greet ini terbuka untuk umum dan gratis. Tapi fans nya di batasi, setelah jam tujuh malam gedungnya akan di tutup. Jadi kita harus datang dari sore hari Yura!!"

"Serius ... kau serius kan Bella? Nathan-ku, aku bisa bertemu dengan Nathan-ku Bella?"

"Lebih dari itu, Yura ... katanya dia juga mengajak Laura dan juga Nala."

Yura melebarkan matanya dengan menutup mulutnya dengan tangan saking shock mendengar kabar tersebut.

"Laura model itu dan Nala penulis novel terbaik itu, Bella ..."

"IYA YURA!!"

"AAAAAAA ... AKHIRNYA!!" Yura berjingkrak-jingkrak senang di balkon, menjerit bersama Bella di telpon.

Benjamin yang sedang berbicara dengan Maxime di depan kamar Yura mendengus kasar mendengar jeritan putrinya tersebut.

"Sebentar, disini sedikit berisik," ucap Benjamin kepada Maxime lalu berjalan mencari tempat untuk berbicara dengan Maxime.

"Astaga Nathan-ku ..." Yura terduduk di lantai dengan menyenderkan punggungnya di pagar balkon, ia menempelkan ponselnya di dada dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Dia benar-benar idola terbaik, meet&greet gratis dengan membawa Laura dan Nala. Aaaaaa senangnya ..." Yura menghentakkan kakinya beberapa kali saking senangnya.

*

Bayuni menghampiri Benjamin yang terlihat gelisah di sofa. Benjamin terlihat menengadah menatap atap rumahnya dengan memijit keningnya.

"Ada apa?" tanya Bayuni duduk di samping Benjamin.

Benjamin menoleh kemudian menarik dirinya dari sandaran kursi dan menatap istrinya intens. "Pernikahan Yura dan Summer gagal ..."

"Apa?" mata Bayuni membulat sempurna. "Kenapa?"

"Summer menolak perjodohan ini. Tapi--" Benjamin menggantung kalimatnya.

"Tapi apa?" tanya Bayuni.

"Winter, putra pertamanya menginginkan pernikahan ini ..."

"A-apa maksudmu, bagaimana bisa Yura menikah dengan Winter, bukan Summer."

"Aku juga bingung sayang." Benjamin memegang tangan istrinya. "Padahal aku menyukai Summer dan aku sudah mengatakan kepada Yura kalau suaminya itu baik dan ramah. Bukankah Summer sangat ramah saat kita bertemu, bukan. Tapi Winter, saat pelantikan saja dia terlihat banyak diam dan tidak suka bercanda."

"Winter tidak cocok dengan Yura. Bagaimana bisa Yura yang seperti cacing kepanasan itu menikah dengan pria es batu sayang," ucap Bayuni.

"Itu dia, aku juga bingung. Bisa-bisa Yura bosan dengan suaminya sendiri dan meminta cerai nanti ... tapi aku juga tidak bisa mengagalkan pernikahan ini secara Maxime itu temanku."

"Apa Yura tau nama calon suaminya?" tanya Bayuni yang di jawab gelenggan kepala dari Benjamin.

Bayuni menghembuskan nafas. "Syukurlah kalau dia tidak tau."

*

Winter duduk di kursi kebesarannya, menatap laptop di depannya. Melihat instagram Nathan yang mengadakan Meet&Great dadakan untuk para fans nya dan gratis. Terlihat ada foto Laura dan Nala juga di sana, yang artinya mereka juga ikut meramaikan acara tersebut.

Lusi masuk ke ruangan dan membungkukan badan di depan meja Winter.

"Tuan ... ada hal yang mau saya sampaikan."

Winter mengalihkan pandangannya dari laptop menatap Lusi.

"Perjodohan itu seharusnya untuk Tuan Summer. Tapi Tuan Summer menolak ..."

Winter menarik ujung bibirnya tersenyum, menggeleng kecil lalu menutup laptop di depan nya.

"Jika anda mau kita bisa mengatur jadwal untuk bertemu dengan Tuan Summer agar perjodohan ini tidak akan terjadi, Tuan ..."

"Percuma!" sahut Winter singkat lalu beranjak dari duduknya keluar dari ruangan.

Lusi hanya menatap kepergian Winter dengan gelenggan kepala.

Winter keluar dari lift pergi ke loby untuk bertemu dengan Lalita.

"Hai ..." Lalita hendak memeluk Winter tapi Winter lebih dulu menolak dengan memberi isyarat menggunakan tangan nya, menyuruh Lalita kembali duduk.

Lalita terlihat cemberut dan kembali duduk di sofa.

"Sepertinya hanya orang spesial saja yang boleh memelukmu, huh!"

"Bagaimana?" tanya Winter kemudian.

"Ah iya, tunggu ..." Lalita mengambil buku besar di tasnya dan menyimpan nya di meja.

"Ini beberapa gaun pengantin yang aku rancang sendiri, kau boleh memilih untuk pengantinmu ..."

Lalita menggeser buku besar tersebut ke depan Winter.

Bersambung

#03 Pertama kali bertemu.

Bella menarik tangan Yura di trotoar jalan, mereka berlari tergesa-gesa dengan peluh di wajahnya.

"Pelan-pelan ..." ucap Yura dengan nafas terengah-engah.

"Ayo, kau mau kita terlambat!" sahut Bella.

Yura baru saja berhasil kabur dari rumah untuk datang ke acara Meet & Greet Nathan. Benjamin pasti sangat marah kalau tahu Yura kabur untuk bertemu dengan idola nya itu.

"Kita harus cari taxi Bella," ucap Yura terus berlari di trotoar jalan.

"Tidak ada Taxi lewat, Ayura!!"

Sementara itu Winter sedang memandang foto gadis di ponselnya. Foto itu di kirim dari sang Ayah, Maxime.

Foto Ayura, yang tersenyum di depan camera. Di foto itu Ayura terlihat berada di pantai dengan matahari yang baru saja tenggelam setengah.

Lusi yang duduk di balik kemudi mengerem mobilnya mendadak ketika dua gadis tiba-tiba menghadang mobilnya.

"Tuan, Nyonya ... tolong kami ..."

"Tuan Nyonya bantu kami ..."

"Tuan, Nyonya ... boleh kami menumpang ..."

Teriak gadis itu mengedor-gedor kap mobil di depan. Winter mendongak perlahan dan meneliti wajah salah satu gadis di luar mobilnya. Sementara Lusi keluar dari mobil.

Winter kembali menatap foto Ayura di ponselnya. Dan seratus persen, mirip dengan gadis yang ada di luar mobil.

"Nona, apa kalian ingin mati?" tanya Lusi kepada Yura dan Bella.

Yura dan Bella saling menoleh. Bella pun menyikut lengan Yura, karena Yura lah yang mengeluarkan ide menghentikan mobil yang berlalu di jalanan.

Yura berdehem sesaat. "Nyonya ... sebelumnya kami minta maaf. Tapi, boleh kami menumpang sebentar saja ... saya mohon ..." Yura merapatkan kedua tangan nya memohon dengan merengek.

Lusi menghela nafas dan Bella ikut-ikutan merapatkan kedua tangan nya memohon. "Ya, Nyonya ... tolong kami, kami harus pergi ke gedung melati."

"Gedung melati?" Lusi menaikkan satu alisnya. Ia tahu, di gedung melati ada acara meet & greet Nathan dengan fans nya.

Lusi masuk kembali ke mobil membuat Yura dan Bella menghembuskan nafas kecewa karena berpikir Lusi tidak mau membantu padahal Lusi sedang meminta izin kepada Winter.

"Masuk."

Mata Yura dan Bella sontak berbinar senang, ia langsung berlari tergesa-gesa masuk ke dalam mobil. Mereka duduk di belakang.

Di belakang Yura dan Bella terus berusaha mengintip seorang pria yang tengah duduk di samping Lusi.

Selama di perjalanan mereka benar-benar hening, membuat suasana begitu canggung. Yura dan Bella juga ikut diam karena tidak enak jika harus mengobrol di mobil orang yang mereka tumpangi.

Saking canggungnya suasana mereka, Yura sampai harus menutup hidungnya yang sedari tadi ingin bersin.

"Kau ini sedang apa," bisik Bella melihat Yura terus menutup lobang hidungnya.

"Hidungku gatal," sahut Yura sambil terus menggosok hidungnya.

"Eh Yura, kau tidak penasaran dengan pria di depan. Dari tadi kenapa diam saja, bahkan dia tidak bergerak sama sekali," bisik Bella.

"Ah aku tidak perduli, hidungku gatal sekali." Yura terus menggosok hidungnya.

Haaciiww.

Lusi menatap Yura di spion depan sementara Bella memukul lengan Yura karena merasa tidak sopan bersin sembarangan.

"Hehe ... maaf nyonya, saya tidak kuat mau bersin tadi," ucap Yura sungkan, menatap Lusi di spion depan.

Setelah merasa hidungnya lega. Ia pun mulai penasaran dengan pria yang duduk di depan itu karena dari tadi tidak bergerak sama sekali.

"Bel, benar juga. Pria itu aneh, kenapa tidak bergerak ya. Ah, aku ada ide Bel," ucap Yura ketika melihat ada kotak tissue di depan dashboard.

"Jangan aneh-aneh Yura!"

"Diam!" Yura menepis tangan Bella.

"Nyonya, boleh minta tissue," ucap Yura.

Tangan Lusi hendak mengambil kotak tissue di atas dashboard.

"Tidak perlu, Nyonya. Aku ambil sendiri saja, fokus menyetir saja."

Yura pun maju ke depan dengan membungkukan badannya untuk meraih kotak tissue itu, tangannya memang berusaha mengambil kotak tissue tapi matanya malah menoleh ke samping kiri, tempat duduk Winter.

Dan Winter pun balik menatap Yura dengan tatapan dinginnya membuat Yura menelan Saliva nya susah payah.

Astajim tampan sekali ...

Ciittt ...

Mobil mengerem mendadak membuat kepala Yura hampir terbentur dashboard. Untung saja, Winter lebih dulu mengulurkan tangannya melindungi kepala Yura.

"Kucing," ucap Lusi lalu keluar dari mobil untuk memindahkan anak kucing yang ada di tengah jalan.

Yura membuka matanya perlahan dan melihat wajah Winter tepat berada di depan wajahnya dengan tangan Winter yang memegang kepala Yura yang hampir terbentur tadi.

Bella yang duduk di belakangnya terlihat shock, shock karena mobil mendadak berhenti dan shock melihat wajah Yura dan pria itu sangat dekat.

"Duduk," ucap Winter.

Yura dapat merasakan hembusan nafas pria itu. Dan aroma parfum yang di pakai Winter, aroma mint yang menenangkan. Dan Winter sendiri dapat mencium aroma mawar dari parfum yang di pakai Yura.

"Duduk," ulang Winter dengan tangan masih memegang kepala Yura.

"A-ah, iya. Maaf," ucap Yura lalu kembali duduk di belakang dengan merapihkan rambutnya.

"Memalukan!" kata Bella menyikut lengan Yura.

*

Sesampainya di depan gedung mereka pun keluar dari mobil setelah mengucapkan terimakasih berulang kali kepada Winter dan Lusi.

Yura sampai membungkukan badannya beberapa kali di luar.

"Terimakasih, terimakasih ya ... terimakasih ..."

Bella menarik tangan Yura. "Ayo, sudah jam enam!"

Mereka berlari masuk ke gedung, Winter hanya menatap kepergian Yura dengan ekor matanya.

Lusi sendiri tidak tahu wajah perempuan yang akan di jodohkan dengan Winter.

Ponsel Winter bergetar, sebuah pesan masuk dari Maxime, sang Ayah.

Pernikahan kalian lusa nanti, kau sudah mengirim gaun pengantin ke rumah Benjamin kan, Winter?

Winter kemudian membalas.

Sudah Dad.

*

Selama di dalam gedung, sebelum kedatangan Nathan mereka sibuk berfoto dan membuat video untuk para fans yang gagal masuk ke gedung karena terlambat.

Mereka seolah bangga karena berhasil masuk ke gedung dan akan bertemu dengan idola mereka.

Dan kemudian Nathan masuk dengan beberapa penjaga di kanan kirinya.

"NATHAN ..."

"AAAAA NATHAN ..."

"NATHAN SUAMIKU ..."

Mereka berteriak histeris melihat kedatangan Nathan, Nathan sendiri tersenyum dan melambaikan tangan menyapa para fans nya.

Mereka harus berusaha keras membawa Nathan ke atas panggung karena fans nya terus berusaha memegang tubuh Nathan sampai membuat suasana sedikit ricuh tadi.

Setelah berhasil, Nathan pun langsung mengambil mic dari panitia.

"Selamat malam semuanya ..."

"MALAM ..."

"MALAM SAYANG ..."

"WOAAAHHH NATHAN ..."

"NATHAN MAU FOTO ..."

"Oke-oke. Duduk-duduk, jangan ribut, oke."

Mereka semua pun kembali duduk di kursinya. Yura memeluk lengan Bella mencoba menahan diri agar tidak histeris berlebihan melihat idolanya itu.

"Suasana sedikit tegang tadi, ah kalian membuatku ketakutan. Ada yang mencakar dada ku tadi ..." Nathan menekuk wajahnya sambil menunjuk dada nya membuat fans nya tertawa karena gemas dengan wajah Nathan.

"Jangan di ulangi lagi ya ..." ucap Nathan dengan lembut membuat para fans malah kembali berteriak histeris.

"Oh iya, ada yang ingin menyapa kalian juga ..."

"Laura ..." panggil Nathan.

Laura pun masuk dari pintu lain membuat fans melebarkan matanya. Laura yang sexy dan cantik itu tersenyum menyapa fans.

"AAAAAAA LAURAAAAAA ..."

"LAURAAA ..."

Nathan membantu Laura naik ke atas panggung. Laura berdiri di samping kanan Nathan dengan terus tersenyum dan sesekali melambaikan tangan ke arah fans.

"Ada lagi nih, Nala ..." panggil Nathan.

"AAAAA NALAAAA ..."

"NALAAAA ..."

"NALAA TOLONG TANDA TANGANI NOVEL KU!!"

Nala berjalan naik ke panggung di bantu Nathan dan ia berdiri di samping kiri Nathan.

"Astagaa mereka seperti tiga berlian yang bersinar terang Bella ..." Yura menjerit memeluk erat Bella membuat Bella bergerak berusaha melepas pelukan Yura karena kesulitan bernafas.

"Yura ih!"

"Sssttt ..." Nathan meminta mereka diam. Seketika suasana pun hening.

"Oke, begini ... ada hadiah yang mau kami kasih ke kalian semua ..."

Para fans pun bertanya-tanya hadiah apa yang akan di berikan Nathan.

"Biar Laura yang menjelaskan saja ya ..." Nathan memberikan mic nya kepada Laura.

"Jadi sepupu laki-laki kami ada yang mau menikah lusa nanti, kami akan ada di sana untuk meramaikan acara pernikahan dia. Dan kami bermaksud untuk mengajak beberapa fans untuk ikut meramaikan acara tersebut. Ada sekitar, eumm berapa undangan ya?" Laura menoleh ke arah Nathan dan Nala.

"Kita kasih seratus undangan bagaimana?" ucap Nala.

"Ya, seratus undangan untuk kalian yang beruntung, bisa datang ke pesta pernikahan langsung bersama kami ..."

"AAAA AKU MAUUU ..."

"AKU MAU UNDANGANNYA!!"

"AKU DONG AKU ..."

"Yura Yura ... aku mau kebagian undangan nya," ucap Bella.

"Ih aku juga mau Bella. Pokoknya kita harus dapat undangan itu!!" ucap Yura.

"Astaga beruntung sekali perempuan yang berjodoh dengan sepupu artis itu," pekik Bella.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!