Keesokan harinya dengan plester menempel di kening kanan nya, Yura keluar dari mansion. Semalam ia sudah daftar ke salah satu Rumah Sakit di kota nya untuk memeriksa kesehatannya.
Yura dapat antrian pertama, ia pun segera masuk ke taxi. Ada banyak mobil yang siap mengantar Yura di mansion tapi Yura tidak mau ada orang yang mengadu tentang dirinya pergi ke Rumah Sakit.
Sesampainya di Rumah Sakit, bukannya masuk. Gadis itu malah menatap gedung Rumah Sakit dengan pandangan ngeri. Peralatan medis dan obat-obatan adalah hal yang di takuti Yura.
Yura menghela nafas beberapa kali, perlahan ia berjalan dengan langkah ragu. Jari-jemarinya mencengkram kuat tas selendang yang ia kenakan.
Ketika masuk banyak hal yang ia lihat, korban kecelakaan, orang meninggal, tangisan keluarga yang di tinggalkan. Dan hal itu membuat nyali Yura menciut seketika. Tapi Yura tetap berjalan menuju lift.
Yura berdiri di depan lift bersama yang lain, ketika lift terbuka ia pun masuk. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi karena sedari tadi Yura mendengar tangisan anak kecil, juga beberapa orang yang di dorong dengan kursi roda dengan infusan terpasang di tangannya.
Yura tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya jarum masuk ke punggung tangan pria itu saat hendak di infus.
Ketika lift terbuka. Perlahan Yura keluar dari dalam lift, berjalan penuh ragu dan takut. Celengak-celinguk dengan bergidik ngeri, apalagi meliat ruang anak yang dimana anak kecil itu hendak di suntik.
Tangisannya berhasil membuat Yura menutup kedua telinga nya ngeri.
"Tenang Yura ... tenang Yura ... aku ke sini kan hanya memastikan kalau aku tidak sakit saja dan google itu salah." Yura mengelus dada nya menenangkan dengan menghela nafas panjang.
Yura duduk di salah satu kursi panjang. Ia tak henti-hentinya mendengar tangisan anak kecil yang sedang di imunisasi. Hal itu benar-benar membuat Yura takut.
Yura hanya menunduk memainkan kuku-kuku nya dengan jantung berdebar tak karuan. Ia memejamkan mata sesaat, tangan nya terasa dingin karena gugup.
Yura pun mengeluarkan ponsel di saku celananya. Tidak ada pesan masuk dari Winter dan hal itu membuat Yura berdecak kesal. Gadis itu kembali mengantungi ponselnya.
"Ayura Aletta ..." panggil seorang Dokter laki-laki.
Yura pun mendongak dan membulatkan mata ketika namanya di sebut.
"Bagaimana ini," gumamnya dengan mengepalkan kedua tangannya saking takutnya masuk ke ruang Dokter.
"Ayura Aletta ..." panggil Dokter itu kembali.
Yura mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum masuk. "Kau bisa Yura, kau bisa." Yura menyemangati dirinya sendiri.
Lalu kaki yang terasa berat itu terpaksa masuk ke ruang Dokter.
"Permisi ..."
"Silahkan duduk."
Yura pun menarik kursi dan duduk di depan Dokter laki-laki yang bernama Dokter Rival. Di sampingnya ada satu perawat perempuan yang menjadi asisten dokter.
"Ayura Aletta ... apa yang anda rasakan?" tanya Dokter Rival.
"Eumm ... saya pusing terus Dok."
"Gejala lain?"
"Kadang ada mual sedikit dan yang paling sering mimisan."
"Apa anda merasa tubuh anda lemas tiba-tiba, walaupun tidak melakukan aktivitas yang berat?"
Yura mengangguk cepat. "Iya dok."
"Baik, kita akan melakukan tes darah terlebih dahulu. Di cek di labolatorium ya, nanti kalau hasilnya sudah keluar saya akan memberitahu anda."
"Oh iya dok, terimakasih." Yura tersenyum kemudian hendak beranjak dari duduknya.
"Eh mau kemana?" tanya Dokter Rival.
"Katanya kalau hasilnya sudah keluar nanti di kasih tau. Saya mau pulang dulu, Dok."
"Darahnya harus di ambil dulu, bagaimana bisa di tes. Duduk ..."
"Hah?" Yura menautkan kedua alisnya bingung.
Apalagi ketika Dokter itu membuka suntikan yang baru.
"Eh Dokter mau apa?" tanya Yura panik.
"Mba, Dokter nya kan mau ambil darah," ucap Perawat perempuan disamping Dokter.
"Tidak, tidak ... saya tidak mau ..." Yura beranjak dari duduknya mundur beberapa langkah dengan wajah panik.
"Ini tidak sakit kok," ucap Dokter Rival.
Yura menunjuk wajah Dokter Rival membuat Perawat perempuan itu melebarkan matanya karena baru kali ini ada pasien seperti ini.
"Eh, Dok. Jangan suka bohong ya, bilang saja kalau sakit. Kalau tidak sakit mana mungkin anak kecil bisa menangis, anak kecil tidak bohong ya Dok!"
"Sakitnya hanya sedikit," ucap Donkter Rival yang di jawab gelenggan dari Yura.
"Tidak, bohong. Aku tau Dokter bohong, aku tidak jadi di periksa, aku baik-baik saja."
Yura pun segera keluar dari ruangan itu, Dokter Rival dan perawat tersebut berteriak memanggil Yura tapi di acuhkan oleh gadis itu.
Yura terus berlari dengan kaki gemetar dan sesekali menoleh ke belakang hanya untuk memastikan kalau dokter itu tidak mengejarnya.
Ia buru-buru menekan tombol lift dan ketika lift terbuka ia pun dengan cepat masuk.
Yura menghela nafas lega ketika di dalam lift.
"Hampir saja jarum itu masuk ke tangan ku," gumam Yura mengelus dada nya.
Lift terbuka, ia pun berjalan keluar dari Rumah Sakit. Di trotoar jalan pikirannya kalut, ia harus memeriksa dirinya sendiri tapi di sisi lain Yura ketakutan.
Alhasil gadis itu hanya berjalan di trotoar jalan dengan sesekali menendang krikil kecil yang menghalangi jalannya.
Ada kaleng minuman, ia menendang kaleng tersebut sampai.
Plak.
Yura terkejut ketika tak sengaja kaleng minuman kosong itu melayang ke kepala seseorang.
Yura pun berjalan mendekati pria itu lalu memejamkan mata dengan menjewer kedua telinga. Seperti biasa ia berbicara sangat cepat.
"Maafkan aku ... maafkan aku ... aku tidak sengaja, aku tidak sengaja. Jangan hukum aku ... jangan hukum aku ..."
Pria itu membalik meneliti wajah gadis di depannya. Caranya meminta maaf sama dengan teman kecilnya dulu.
"Maafkan aku ... maafkan aku ... jangan hukum aku ... jangan hukum aku ..."
"Hahaha ... Letta mukamu lucu."
Yura membuka matanya perlahan. "Winter ..."
"Aku Summer ..."
"Hah? Summer?" Yura menautkan kedua alisnya. "Bukannya di Italy?"
Summer menggeleng pelan. "Baru sampai dari bandara, tapi Julian sedang berobat di Rumah Sakit itu ..." Summer menunjuk Rumah Sakit yang sama dengan Yura tadi.
"Asistenmu kenapa?" tanya Yura.
"Ketabrak motor tadi," sahut Summer dengan terkekeh pelan.
"Oh iya, aku minta maaf ya. Tadi aku tidak sengaja."
"Tidak apa-apa Yura. Eh Winter kemana?"
"Dia sedang ke luar kota."
Summer mengangguk-ngangguk. "Dia memang sibuk."
"Aku mau mengunjungi keluargaku, kau mau ikut?"
"Boleh deh," sahut Yura.
"Ayo, kita tunggu di mobil saja," ajak Summer dengan tersenyum ramah.
Yura pun masuk dan duduk di belakang sementara Summer duduk di balik kemudi karena Julian tidak mungkin bisa menyetir.
"Kau tau, Julian ketabrak karena menyelamatkan kucing tengah jalan tadi," ucap Summer.
"Benarkah? astaga ... tapi kenapa kau tidak ikut masuk ke Rumah Sakit?" tanya Yura.
"Ah paling cuman kakinya saja yang patah sedikit Yura," sahut Summer dengan terkekeh.
"Aku akan mengantarnya nanti saja ..."
"Kalau dia sakit parah?"
"Bukan, kalau dia mati," sahut Summer membuat keduanya tertawa.
"Oh iya, kau sendiri darimana Yura?" tanya Summer.
"Ah aku hanya jalan-jalan hehe."
"Aneh, jalan-jalanmu di dekat Rumah Sakit."
#Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
ponakan Bang Tigor
heh asisten terluka kok malah tertawa. awas kau summel
2022-09-05
1
ulus imla
Yura jarum buat ambil darah kecil loh😊
coba jarum buat cuci darah gede bgt kaya sedotan Aqua..2xseminggu saya ditusuk jarum itu😁😁😁tapii saya merindukan jarum itu 😁😁😍
2022-07-27
0
ulus imla
Thor cerita Yura kecil m summer dimana?
2022-07-27
0