Yura jogging pagi sendirian di salah satu lapangan. Berkeliling dengan sesekali menyeka keringat di pelipisnya.
Tempat jogging ini menyatu dengan taman, jadi ada juga yang hanya duduk di taman seraya sarapan dan menonton mereka yang sedang berolahraga. Taman juga cukup ramai.
Mata Yura menyipit ketika mengenali sosok pria tua yang juga sedang jogging di depannya.
"Grandpa Javier bukan ya," gumam Yura.
Pria itu diam sejenak untuk mengatur nafasnya dan disaat itu Yura berlari mendekatinya.
"Grandpa ..."
"Yura ..." ucap Javier setelah menoleh.
"Grandpa suka jogging juga?" tanya Yura tersenyum ramah.
"Ah iya, hanya seminggu sekali. Grandpa kan harus tetap jaga kesehatan juga," katanya dengan terkekeh pelan.
"Grandpa sendiri?"
"Grandpa ..." Javier mengedarkan pandangannya lalu menujuk salah satu kursi taman.
"Grandpa sama mereka, Yura." Javier menunjuk Keenan and the geng yang sedang makan bubur.
"Ih kok mereka malah makan." Yura tertawa.
"Ah biasalah, pengacau selalu beda dari yang lain. Ayo kita duduk."
Yura mengangguk mengikuti langkah Javier. Mereka duduk di salah satu kursi taman yang kosong.
Keduanya meneguk air di botol nya masing-masing sebelum berbicara.
"Tidak dengan Winter, Yura?"
Yura menggeleng. "Winter ke luar kota, grandpa."
"Benarkah? kapan?"
"Semalam."
"Dengan Lusi?"
"Iya Grandpa."
Javier mengangguk-ngangguk. "Dia cukup pintar memajukan perusahaan sama seperti Ayahnya."
"Oh iya, bagaimana hubunganmu dengan Winter?"
"Hah? eum ... kami baik-baik saja grandpa."
"Sulit ya?" tanya Javier tersenyum. "Dia memang begitu. Dengan keluarganya sendiri saja tidak dekat, dia hanya dekat dengan Summer."
"Kalau boleh tau, kenapa Summer tidak di sini grandpa."
"Summer itu pergi ke Italy setelah lulus SMP. Dari SMA sampai kuliah dia di Italy, alasannya bosan dengan orang-orang yang selalu salah membedakan dia dan Winter. Jadinya mereka berpisah."
"Oh begitu ... di sana dia kerja juga granpda?"
"Dia memimpin cabang perusahaan yang ada di sana."
"Kau bisa membedakan mereka?" tanya Javier kemudian.
Yura terlihat berpikir membuat Javier tertawa.
"Sulit ya?"
"Hehe iya grandpa. Untungnya Summer tidak ada di sini."
"Dulu gaya rambut mereka saja berbeda, Summer lebih cuek dengan penampilan. Tapi setelah dewasa dia mulai merawat diri dan gaya nya malah semakin mirip dengan Winter. Kalau dia tidak tersenyum, kau akan berpikir kalau dia Winter."
"Tapi, grandpa bisa membedakan mereka?"
"Untuk keluarga pasti bisa, untuk orang baru yang sulit. Tapi kau tenang saja, ada ciri yang mudah membedakan mereka."
"Apa grandpa?"
Javier mendekat ke arah Yura dan berbicara pelan. "Winter punya tahi lalat kecil di telinga nya."
*
Setelah jogging, biasanya Javier akan di jemput oleh Maxime. Maxime tidak mempercayakan Javier satu mobil dengan rombongan Keenan and the geng, karena mereka suka sekali ugal-ugalan di jalan. Tidak ingat umur.
"Yura ..." panggil Maxime setelah keluar dari mobil.
"Dad." Yura tersenyum menghampiri Maxime lalu memeluk mertua nya itu.
"Winter keluar kota ya," ucap Maxime setelah melepas pelukannya.
"Iya Dad. Semalam baru berangkat."
"Ada pembangunan mall di sana, jadi dia harus pergi untuk melihat tempat pembangunannya."
"Iya Dad."
Maxime tersenyum kemudian menghampiri Javier dan membantu pria itu masuk ke mobil.
"Pelan-pelan," ucap Maxime.
"Aduh, aku ini semakin tua ya."
"Iya Dad, beruntung sekali umurmu panjang, kalau tidak, kau sudah bersama Nicholas mungkin."
"Sial*n kau Max!"
Setelah masuk Maxime pun mengajak Yura.
"Mau menginap di mansion Daddy tidak?"
"Ah tidak usah Dad hehe. Aku pulang saja."
"Yasudah, ayo masuk. Biar Dad antar pulang."
Dan ketika Yura hendak masuk tiba-tiba ada dua mobil dengan kecepatan tinggi melaju di dekat mereka. Satu orang keluar dari jendela mobil itu.
"Haii Yura ..." teriak Aiden melambaikan tangan.
Maxime menggelengkan kepalanya. "Acuhkan mereka, orang gila."
Yura hanya terkekeh pelan melihat kepergian mobil itu.
*
Sesampainya di depan gerbang mansion Winter, Yura keluar dari mobil.
"Terimakasih Daddy ..." ucap Yura dengan membungkukan badan.
"Daddy pulang dulu ya."
"Iya Dad."
Terlihat Javier melambaikan tangan kepada Yura di dalam mobil. Yura pun ikut melambaikan tangan.
Mobil melaju pergi dan Yura pun masuk ke mansion nya. Ia pergi ke dapur, meminum jamu lalu naik ke kamarnya.
Di kamar ia merebahkan dirinya di sofa. Mengecek ponselnya dan kemudian menekuk wajahnya ketika tahu Winter bahkan tidak menghubunginya sama sekali. Menanyakan kabarnya saja tidak ada.
Apa aku coba kirim pesan duluan ya.
Yura pun membuka pesan di ponselnya. Ia mencoba mengetik menanyakan kabar Winter, tapi belum tiga detik pesan itu kembali di hapus.
Tidak-tidak, jangan tanya kabar.
Yura kembali mengetik menanyakan, bagaimana pekerjaan Winter di sana. Tapi lagi-lagi bukan di kirim, pesan itu malah kembali di hapus.
"Arrrggghhh bingung sekali punya suami seperti dia!" kesal Yura menggaruk kepalanya frustasi.
Tapi kemudian Yura di buat kaget ketika ada panggilan video call dari Winter. Yura segera menarik tubuhnya untuk duduk, ia membenarkan rambutnya terlebih dahulu.
"Tunggu-tunggu ... rambutku berantakan ..."
Setelah merasa cukup rapi, Yura menghela nafas panjang kemudian mengangkat panggilan video call tersebut.
"Hai," ucap Yura tersenyum dengan melambaikan tangan.
"Mau ini?" tanya Winter memperlihatkan gantungan lumba-lumba di tangannya. Gantungan lumba-lumba itu terbuat dari berlian asli.
Yura menyipitkan matanya. "Itu untuk apa?"
"Gelang mutiaramu."
"Tapi kan sudah putus," ucap Yura.
"Nanti di perbaiki."
"Terus lumba-lumbanya?"
"Gantungan di gelang mu," sahut Winter.
Yura tersenyum. "Oh oke, mau deh."
Winter mengangguk kemudian mematikan panggilan video call nya membuat senyum di wajah Yura memudar seketika.
"Aarrggghhh ... apa-apaan dia ini, bicara tanpa basa-basi, langsung menawariku gantungan untuk gelang. Cih!"
Yura meledek cara bicara Winter dengan wajah menyemenye. "Mau ini, intik gilingmi, ninti di pirbiiki, cih menyebalkan! memangnya dia itu jualan, menawariku gantungan mirip seperti penjual menawari ke pembeli!!"
Yura mendengus kasar kemudian kembali merebahkan dirinya di sofa menatap langit-langit kamarnya.
"Haruskah aku meminta Bi Ijah membuat jamu anti dingin untuk Winter," gumamnya.
Setelah itu Yura ketiduran di sofa. Sebelum akhirnya ia kembali terbangun karena merasa sangat pusing, tubuhnya demam dan juga mengigil. Badannya juga terasa sangat lemah.
Yura terus bergerak di atas sofa nya sampai akhirnya ia terjatuh ke bawah.
"Akhhh!!" Ia memekik kesakitan ketika keningnya terbentur lantai.
Yura berusaha untuk naik kembali ke sofa dengan memegang keningnya. Ia kemudian melihat telapak tangannya, ada darah yang sudah pasti dari keningnya itu.
Bukan hanya itu, tiba-tiba ia merasa hidungnya mengeluarkan cairan. Perlahan ia menggosok hidungnya dan lagi, Yura mimisan. Yura mendengus kasar.
"Sepertinya aku harus benar-benar ke dokter," gumamnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
ponakan Bang Tigor
weh perhatian juga winter ini
2022-09-05
1
ulus imla
sakit nya parah ya thor
2022-07-27
0
lid
semoga cepet swmbuh yura..........suka banget kalo baca jamal dan keenan and the geng🤣🤣🤣
2022-06-30
0