Winter turun ke bawah, Yura sudah menyambut di meja makan dengan tersenyum. Ketika Winter hendak menarik kursi untuk duduk ia melihat makanan di atas meja yang kurang mengunggah selera.
Winter menatap Yura yang masih tersenyum sampai akhirnya Winter duduk dan menyendok nasi goreng ke piring nya.
"Apa ini?"
"Tempe," sahut Yura.
"Oh." Winter mengambil satu tempe ke piring nya.
Dengan ragu-ragu Winter memasukan tempe ke mulutnya, mengunyahnya perlahan. Ia memang sudah tahu rasanya akan seperti ini, gosong.
Winter menghela nafas sesaat kemudian kembali mengunyah.
"Bagaimana, bagaimana? enak kan?" tanya Yura antusias dengan hasil masakannya sendiri.
Winter mengangguk pelan kemudian beralih ke nasi goreng, Yura masih tetap tersenyum menunggu reaksi Winter dengan nasi goreng buatannya.
Dan ketika Winter mengunyah nasi goreng itu, rasanya sangat asin sekali. Pria itu tahan dengan makanan gosong tapi tidak dengan makanan asin, Winter langsung menyambar gelas di dekatnya dan minum air putih sebanyak mungkin.
Dan seketika senyum di wajah Yura memudar melihat reaksi Winter.
"Selamat pagi Tuan ..."
Winter dan Yura menoleh ke arah Lusi yang baru saja datang. Lusi mendekati mereka dan berdiri di dekat meja makan, ia menatap makanan di atas meja. Makanan yang kurang layak di makan.
"Saya akan memasak Tuan ..."
Lusi pun pergi ke dapur memasak sesuatu di sana. Yura menekuk wajahnya sementara Winter diam dengan memegang gelas kosong.
Yura mendengus kasar ketika mencium aroma masakan Lusi yang mengunggah selera.
Winter pasti lebih menyukai masakan dia.
Dengan kesal Yura beranjak dari duduknya menaiki anak tangga. Winter menatap kepergian Yura dengan dahi mengkerut.
Terdengar suara bantingan pintu, Winter dan Lusi mendongak ke lantai atas, menatap pintu kamar yang sudah tertutup rapat. Kemudian pria itu menghela nafas kasar seraya menggelengkan kepalanya.
*
Lusi menyimpan beberapa hasil masakannya di meja. Winter bukan mencoba masakan Lusi, ia justru mendongak menatap pintu kamarnya, apa Yura tidak mau makan juga.
"Panggil dia," titah Winter.
Lusi mengangguk dan berjalan menuju kamar Winter. Ia mengetuk pintu kamar tersebut tapi tidak ada jawaban sama sekali dari Yura.
"Nona, mari sarapan ..."
Tok tok tok
"Nona, Tuan Winter sudah menunggu di bawah."
Yura sedang duduk di sofa sambil memeluk lututnya sendiri, ia menoleh sesaat ke pintu lalu kembali acuh dengan menekuk wajahnya.
Makan saja makanan dia, kenapa dia malah mengajakku. Menyebalkan.
Lusi kembali turun dan mengatakan kepada Winter kalau Yura tidak mau keluar kamar.
Winter berdecak. "Yasudah."
Winter pun mengambil bibimbap, makanan khas korea yang di masak Lusi.
"Duduk dan makan," ucap Winter kepada Lusi.
Lusi mengangguk dan duduk di depan Winter. Mereka sarapan bersama dengan Yura yang diam-diam membuka pintu kamar, ia berjalan perlahan, mengendap-ngendap ke arah tangga.
Ketika di tangga, ia mengintip ke bawah. Tepat ke arah meja makan.
Apa-apaan, kenapa dia malah makan bersama seperti itu. Dasar musim dingin jahat. Makananku tidak suka, tapi kalau dia yang masak, bisa makan selahap itu.
Dengan rasa kesal menjalar di tubuhnya, Yura pun kembali masuk ke kamar dengan membanting pintu. Membuat Winter dan Lusi berhenti mengunyah sesaat lalu mendongak ke atas.
*
Pagi ini hujan turun cukup deras, sesekali petir saling menyambar, membuat kegiatan di pagi hari semakin malas di lakukan.
Winter bahkan tidak pergi ke kantor, ia duduk bersama Lusi membahas pembangunan mall yang akan di lakukan minggu depan. Sementara Yura masih saja diam di kamar.
"Kita harus menyingkirkan beberapa toko kecil di sana, Tuan. Kalau tidak, pembangunan tidak bisa di lakukan."
"Sudah mendatangi pemilik toko?"
"Belum Tuan, kami sudah membuat janji temu besok. Kita akan memberikan uang yang banyak untuk membeli toko itu dan merobohkannya ..."
Winter mengangguk. Obrolan terus berlangsung, mereka terus membahas soal pekerjaan. Soal yayasan yang mulai berkembang dan sudah di ketahui banyak orang.
"Ada beberapa yang datang untuk meminjam uang ke yayasan. Mereka bilang untuk modal usaha."
"Dahulukan orang sakit yang datang untuk biaya pengobatan."
"Baik, Tuan."
"Bantu mereka agar bisa sembuh."
"Baik, Tuan."
Ponsel Winter bergetar panjang di meja. Tapi karena terlalu fokus membahas perkembangan Yayasan, Winter tidak tahu jika ada panggilan masuk dari Benjamin.
Selama sepuluh menit Benjamin terus berusaha menghubungi Winter dengan raut wajah khawatir.
"Tidak di angkat juga?" tanya Bayuni.
"Belum."
"Astaga ... Winter kemana, Yura pasti sedang ketakutan sekarang." Bayuni terlihat gelisah.
"Kalau begitu saya pamit dulu, Tuan."
"Hujan."
"Tidak apa-apa, Tuan."
Winter mengangguk dan Lusi pun pergi dari mansion. Oris memayungi Lusi sampai masuk ke dalam mobilnya.
Setelah kepergian Lusi, Winter kembali menatap pintu kamar yang masih tertutup. Hujan masih belum berhenti, petir masih terdengar saling menyambar.
Sekali lagi, ponselnya kembali bergetar panjang. Winter pun mengambil ponselnya dan segera mengangkat panggilan dari Benjamin.
Benjamin berbicara dengan nada khawatir yang begitu besar. Nada bicara nya terdengar meninggi karena kesal Winter baru mengangkat telpon darinya.
"Hallo."
"Winter, dimana Yura?"
"Di kamar."
"Kau dimana?"
"Di bawah."
"Tolong cek Yura sekarang juga, dia takut hujan dan petir."
Winter segera berlari menuju kamarnya, ponselnya tertinggal begitu saja di sofa, Benjamin terus berteriak memanggil-manggil Winter.
Winter membuka pintu kamar dengan kasar. Mengedarkan pandangannya dengan nafas memburu dan mendapati Yura duduk di pojok ruangan dengan menutup kedua telinganya dengan tangan, tubuhnya terlihat gemetar.
"Yura ..."
Winter mendekati Yura. Yura terlonjak kaget ketika ada tangan yang menyentuh pundaknya. Gadis itu mendongak menatap Winter.
Matanya berkaca-kaca, wajahnya pucat, tangannya dingin dan tubuhnya terus gemetar.
"Yura ..."
Petir kembali menyambar, Yura menjerit keras dan Winter segera memeluk gadis itu.
Ingatan Yura memutar sosok anak kecil yang berusaha membantu Ibunya berdiri setelah Ibunya terkena luka tusukan di perutnya.
Anak kecil itu menangis meminta Ibunya untuk berlari ketika ombak yang sangat besar datang dengan hujan dan petir saling menyambar.
"Mama ..." rintih anak kecil itu.
"Pergi ... cepat lari!!" teriak perempuan itu.
"Mama, aku mau sama mama." anak itu terus memeluk Ibunya dengan hujan mengguyur tubuhnya, kilatan petir terus tergambar di langit dengan ombak besar semakin mendekat hendak menyapu daratan.
Dan sedetik kemudian tsunami besar terjadi. Menyapu semua orang yang ada di pinggir pantai, rumah dan pepohonan hancur sudah. Anak itu berpisah dengan Ibunya.
"Mama ..." lirih Yura.
Winter segera menggendong gadis itu, membawanya ke ranjang dan menyelimuti tubuhnya. Yura terlihat mengigil dan demam.
Winter hendak pergi untuk menelpon Dokter tapi lagi-lagi tangan nya di cekal Yura. Yura menggeleng.
"B-bisakah, kau memelukku ..." pinta Yura dengan lemah.
Winter pun mengangguk dan masuk ke dalam selimut, berbaring di samping Yura dengan memeluk gadis itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
ulus imla
trauma bgt yura
2022-07-26
0
Lilis Hasanah
semangat
2022-04-29
0
Yohana Woleka
Waaauu banyak kelemahan dan kekurangan Yura.
2022-04-15
1