Benjamin mengetuk pintu kamar Yura jam sembilan pagi. Gadis itu telat sarapan, Benjamin mengetuknya sedikit lebih keras.
"YURA ..."
"AYURA BANGUN ..."
"YURA ..."
"Pelan-pelan dong, Pah." Bayuni datang menghampiri Benjamin.
"Jam berapa ini, dia masih saja tidur!" Sahut Benjamin memercak pinggangnya kesal.
Terdengar suara Yura yang sedang membuka kunci pintu nya.
"Pagi Dad, Pagi Mom ..." sapa Yura dengan setengah sadar, kepalanya menyender di sisi pintu dengan mata tertutup dan sesekali menguap.
Benjamin menggelengkan kepalanya. "Anak ini, sudah tau tidak boleh telat makan. Jam segini baru bangun!"
Yura berdecak. "Aku masih ngantuk Dad ah! jangan ganggu aku ..."
Yura hendak menutup pintu tapi Benjamin segera menahannya. "Baju pengantinmu ada di bawah, coba dulu."
Sontak kesadaran Yura pun terisi penuh. Matanya terbuka lebar. "A-apa? gaun pengantin?"
"Ayo Yura, coba dulu. Kalau kekecilan atau kebesaran masih bisa di perbaiki lagi sebelum acara besok." Bayuni menjelaskan.
"APA? BESOK?"
"Mom--"
"Tidak bisa membantah lagi," potong Benjamin menarik tangan Yura menuruni anak tangga.
Yura terus menggerutu sepanjang menuruni anak tangga. "Aku yakin ini pernikahan bisnis, kalau bukan, kenapa orang-orang ingin cepat aku menikah. Menyebalkan! seharusnya aku menikah dengan Nathan-ku!"
"Ini gaun pengantinmu."
Ada kotak coklat besar di lantai, Yura menatap kotak tersebut dengan sinis seraya menghela nafas.
"Sebenarnya siapa yang mau menikah denganku!" kesal Yura sambil menendang kotak tersebut.
"Jangan di tendang Ayura!!"
Yura merengek sambil menghentak-hentakkan kakinya. "Aaaaa ... Daddy ... aku tidak mau menikah."
"Yura ..." panggil Bayuni menuruni anak tangga. "Ada telpon dari Bella."
Bayuni memberikan ponsel tersebut. Yura langsung mengangkatnya.
"Apa?" tanya Yura.
"APA?!!" Yura berteriak membuat Benjamin dan Bayuni terhentak kaget sampai Bayuni mengelus dada nya sendiri.
"Ihhh ... kenapa aku tidak dapat undangannya!!" Benjamin menatap Bayuni penuh tanya, Bayuni hanya mengangkat kedua bahunya tidak tahu.
"Memang acaranya kapan?" tanya Yura.
"Besok Yura," sahut Bella di telpon.
"Be-besok ..." Yura terlihat kecewa dan tak bersemangat. Ia menurunkan ponsel yang menempel di telinganya, pandangannya berubah menjadi kosong membuat Bayuni khawatir sampai harus beberapa kali menggoyang-goyangkan tubuh Yura.
"Yura kau kenapa? Yura ..."
"Yura jangan buat Mom khawatir dong ah!"
Kemudian Yura menoleh perlahan kepada Ibunya. "Mom ..." ucapnya dengan pelan.
"Ya, kenapa sayang? kau baik-baik saja?" Bayuni meraup kedua pipi putrinya.
"Mom ..." tangis Yura pecah, ia memeluk Ibunya. Bayuni dan Benjamin saling menoleh bingung.
"Mom ... aku tidak jadi pergi undangan bersama Nathan-ku ... hiks."
Benjamin mengusap wajahnya kasar, tak habis pikir dengan Yura yang menangisi idolanya itu.
Semalam, sebelum masuk ke gedung acara meet&greet Nathan, mereka harus mengisi data terlebih dahulu, termasuk menulis email mereka masing-masing. Dan undangan itu pun di sebar secara online ke email fans yang beruntung.
Bayuni mendorong Yura pelan. "Dengar, setelah menikah nanti kurangi mengidolakan aktor itu. Jangan sampai membuat suamimu cemburu Yura ..."
"Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Menyebalkan!" ucap Yura kesal lalu kembali naik ke atas.
Peribahasa itu mengartikan Yura yang seakan-akan baru saja terkena musibah harus menikah dengan pria yang tidak dia cintai, malah mendapatkan musibah lagi dengan tidak mendapatkan undangan online dari Nathan.
*
Setelah pemaksaan yang cukup panjang akhirnya Yura pun mencoba gaun pengantin tersebut. Ia mematut dirinya di depan cermin dengan wajah lesu.
"Coba berputar," titah Bayuni.
Yura berputar dengan tak bersemangat, wajahnya terlihat muram walaupun gaun pengantin nya terlihat indah.
"Bagus sekali Yura ..." Bayuni tersenyum kagum sementara Yura hanya menghembuskan nafas tidak suka.
*
Yura duduk di kasur dengan masih memakai gaun pengantin, ia sedang mengobrol dengan Bella.
"APA?! KAU GILA AYURA!!"
"Semalam aku mau memberitahumu tapi otakku penuh dengan Nathan-ku, jadi aku lupa ..."
"Tapi, tapi bagaimana bisa kau di jodohkan dengan seorang pengusaha."
"Aku tidak tau, katanya orang tuanya teman Daddy saat kuliah dulu."
"Lalu, kau sudah tau wajah pria itu Yura?"
"Tidak, aku tidak tau sama sekali."
"Kalau Namanya?"
"Aku juga tidak tau namanya," sahut Yura dengan mengangkat kedua bahunya.
"Astaga Ayura ... Namanya saja kau tidak tau, kau kalau beli sepatu ke toko minimal kau tau sepatu seperti apa yang akan kau beli. Ini soal jodohmu kau tidak tau apa-apa ..."
"Jangan berbicara soal jodoh Bella, dia bukan jodohku!!"
"Ya terus? kau mau menikah dengan dia? bagaimana kalau ternyata dia sudah tua, Yura. Kau tidak tanya apapun dengan Daddy mu? umurnya, duda atau bukan."
"Aarrghhh aku tidak tau Bella ..." Yura mengaruk kepalanya frustasi. "Intinya dia baik dan ramah, hanya itu yang aku tau. Sudahlah aku tutup dulu, besok kau harus hadir ke pernikahanku!!"
*
Malamnya Yura berguling-guling tidak jelas di kamarnya, ia tidak bisa tidur, sesekali ia memukul-mukul guling karena kesal dengan pernikahannya besok.
Mau kabur juga tidak bisa karena banyak penjaga di luar.
Sementara Winter baru saja masuk ke mansion nya. Oris menyapa di depan dengan membungkukan badan bersama beberapa pelayan perempuan di belakangnya.
Oris mendengus melihat Winter berjalan melengos begitu saja melewati dirinya dan pelayan yang lain. Winter selalu seperti itu, terkadang seperti menganggap orang-orang di sekitarnya hantu yang tidak terlihat.
Di mansion ini Winter tidak tinggal bersama sepupu nya yang lain. Baik Arsen maupun Daniel memilih keluar dari mansion Maxime saat anak-anaknya berusia tujuh tahun, mereka memiliki mansion nya masing-masing.
Hal itu membuat keenam bocil yang selalu bersama-sama itu akhirnya terpisah dan mulai terbiasa hidup masing-masing.
Winter masuk ke kamarnya, membuka jas dan juga kemeja yang ia kenakan. Kemudian ia mengisi gelas dengan teh hangat yang ada di meja.
Ia membawa teh hangatnya ke kursi dekat jendela. Winter hanya memandang keluar dengan sesekali menyeruput teh hangat nya.
Besok pernikahannya, pria itu tampak tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
Tapi sesekali ingatannya memutar wajah Yura, calon istrinya yang kemarin tidak sengaja bertemu di jalanan sampai menumpang di mobil nya untuk pergi ke gedung melati.
Ponselnya di meja berdering panjang, terlihat nama Summer di layar. Winter menyimpan teh nya dan mengangkat telpon Summer.
"Hai calon suami ..." Summer terkekeh pelan.
"Dia calon pengantinmu sial*n!" kesal Winter.
"Hehehe ... dia besok menjadi istrimu Winter."
"Kenapa kau tidak mau menikah dengan nya Summer?"
"Memang siapa yang mau di jodohkan? aku lebih baik mencari pasangan sendiri, kau juga kenapa tidak menolak saja kalau tidak mau."
"Ini permintaan Dad."
"Ah kau terlalu menuruti keinginannya Winter. Oh iya, aku sebentar lagi ke bandara. Agar tidak terlambat datang di hari pernikahan kembaranku ini ..."
Winter berdecak sementara Summer terkekeh. "Sudah, selamat istirahat calon suami ... bye."
"Summer kau--" ucapan Winter terpotong karena Summer langsung menutup telpon nya.
Selalu seperti itu, kedekatan mereka tidak berubah. Winter hanya banyak bicara dengan Summer saja.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
lid
wkwkwkw ini summer belum ada ua thor
2022-06-29
0
Enjel Norlin Tangajo
tdk perna bosan bcnya
2022-05-11
0
Mien Mey
yura sukanya sm nathan d jodohin sm summer nikahnya sm winter hadeh jodoh emg rahasia author yah eh mksudnya rahasi tuhan😅
2022-04-21
0