"Aw bos, pelan-pelan!!" Julian terus memegangi paha nya, kakinya terasa sangat ngilu, kaki kirinya di perban. Ia tidak bisa menyetir alhasil Summer lah yang membawa mobil. Tapi pria itu sesekali mengerem mobilnya mendadak membuat kaki Julian menahan tubuhnya yang hampir menabrak dashboard.
"Bos kau gila!! kakiku hampir patah!!" kesal Julian.
"Hahaha." Summer malah tertawa.
Sementara Yura di belakang terus memandangi ponselnya tanpa berkedip.
Hati-hati, bahaya kanker darah (Leukimia) ini gejalanya.
Yura menghela nafas, memasukan kembali ponselnya ke tas lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela. Artikel di google berhasil menguasai pikirannya, ia selalu yakin artikel di google itu salah.
Karena sibuk memikirkan artikel itu ia seakan-akan tidak mendengar dua pria sedang ribut di depan, bahkan mobil yang sering mengerem mendadak karena permainan Summer pun Yura tidak perduli.
Ia hanya memikirkan kemungkinan dirinya terkena Leukimia.
Kalau aku sakit Leukimia bagaimana. Berapa banyak obat yang harus aku minum dalam sehari, belum lagi kemoterapi. Tidak-tidak ... aku tidak boleh sakit. Aku yakin artikel itu yang salah.
"Yura ..." panggil Summer yang melihat Yura melamun menatap jalanan.
"Yura ..." ulang Summer karena Yura masih melamun.
Julian pun menoleh ke belakang lalu berteriak.
"HEI YURA!!"
Yura sontak mengerjap kaget. "Eh, iya. Apa?"
"Awww!!" Summer langsung menoyor kepala Julian.
"Bos kau kenapa lagi?!'
"Kau mengagetkannya," sahut Summer.
"Tidak apa-apa, maaf ya tadi aku melamun hehe."
"Tidak apa Yura. Tapi kau kenapa, ada masalah?" tanya Summer yang menatap Yura dari spion depan kemudian beralih menatap jalanan di depan.
"Tidak, tidak ada."
"Cerita saja dengan bos ku ini Yura. Dia pintar mencari solusi dan lagi dia juga adik iparmu kan."
"Aku hanya kurang enak badan, badanku pegal-pegal."
"Kau kecapean?" tanya Summer.
"Kau tidak dijadikan babu oleh Winter kan Yura?" tanya Julian.
"Hati-hati kalau bicara!" Summer mendelik kepada Julian.
"Ya kan kakakmu itu super duper dingin dan menyeramkan, Bos. Bisa saja dia menjadikan istrinya babu karena tidak mencintainya."
"Kau ya."
Ciittt
"Aa--akkhhh!! Bosss!!" Julian langsung memegang kakinya dengan memekik kesakitan ketika lagi-lagi Summer mengerem mendadak mobilnya sebagai hukuman atas ucapan Julian. Untung saja Yura memakai seatbealt di belakang.
"Makannya kalau bicara di saring dulu lah," kesal Summer dan kembali melajukan mobilnya.
"Yura, kau istirahat di mansion Daddy ku nanti ya," ucap Summer.
"Eum, boleh tidak kalau kita ke pantai dulu?" pinta Yura.
"Pantai?" ucap Summer dan Julian bersamaan.
"Kau mau apa ke pantai?" tanya Julian.
"Aku tidak tau, tiba-tiba rindu dengan pantai," ucap Yura.
Julian menoleh kepada Summer. "Bagaimana bos?"
"Yasudah kita ke pantai."
Summer dapat melihat Yura tersenyum senang di spion depan.
*
Mobil terparkir di pesisir pantai. Yura dan Summer keluar lebih dari mobil sementara Julian malah tertidur sendirian di mobil.
Summer dan Yura berdiri menyenderkan tubuhnya di kap mobil.
"Tidak mau membangunkan dia?" tanya Yura.
"Sudahlah, biarkan saja. Kalau bangun dia juga jalannya harus pakai tongkat. Menyusahkan."
Yura terkekeh dan Summer pun tersenyum.
"Kau suka pantai ya?" tanya Summer.
"Aku trauma pantai," sahut Yura.
"Hah?" Summer mengerutkan dahinya. "Kalau trauma kenapa mau ke sini?"
Yura menghela nafas panjang, menatap ombak yang tidak terlalu tinggi.
"Pantai itu seperti bahagia dan derita untukku. Terkadang aku sangat rindu pantai tanpa alasan yang jelas, seperti aku pernah bahagia bersama seseorang di pantai. Tapi di sisi lain, aku selalu membayangkan lautan yang luas ini mau membunuhku ..."
"Kenapa kau berpikir seperti itu?" tanya Summer.
"Karena saat kecil aku pernah terseret tsunami."
"Benarkah?" mata Summer membulat tak percaya.
Yura mengangguk.
"Kau terseret sendirian?" tanya Summer.
"Itu dia, aku tidak ingat."
"Bagaimana denganmu, Summer?" tanya Yura kemudian.
Summer tersenyum dengan wajah sedih.
"Sama sepertimu, pantai itu ibarat bahagia dan luka. Aku pernah bahagia bertemu teman kecilku di pantai yang ada di Italy, kami berteman dan janji akan bertemu lagi. Tapi ketika aku kembali ke Italy, dia tidak tahu ada dimana, rumahnya sudah di ubah menjadi hotel bintang lima di dekat pantai. Sampai sekarang, ketika aku melihat pantai, aku seakan terluka karena belum menemukan dia."
Yura terkekeh dan Summer mendelik.
"Kenapa kau tertawa, memangnya ceritaku lucu?"
"Maaf-maaf, aku hanya baru menyadari kalau sikapmu dan Winter benar-benar sangat berbeda, kau bisa cerita soal masa lalu mu, tapi Winter? bisa bicara dengan dia saja sudah seperti keajaiban."
Sekarang giliran Summer yang tertawa. "Dia memang seperti itu, Yura."
Summer menatap Yura.
"Mau buat istana pasir?"
"Tidak mau ah, istana pasir kecil, tidak muat untuk tubuhku," sahut Yura seraya terkekeh.
"*Letta, mau buat istana pasir?"
"Tidak mau ah, istana pasir kecil, tidak muat untuk tubuhku*."
"Summer kau kenapa?" tanya Yura yang melihat Summer menatapnya tanpa berkedip.
"Summer?" Yura mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Summer.
Summer pun sontak mengerjap kemudian mengalihkan pandangannya ke ombak di depannya.
"T-tidak Yura."
Yura berjalan mendekati ombak, ia berlari seraya melambaikan tangan ke arah Summer. Dan hal itu membuat Summer kembali mengingat Letta.
Gadis kecil itu suka sekali mendekati ombak, berlari dan bermain air. Persis dengan yang di lakukan Yura sekarang. Beruntung ombak tidak terlalu besar dan membuat trauma Yura tidak kambuh.
"Summer kemari!" teriak Yura.
Summer tersenyum dan berlari mendekati Yura. Mereka bermain air, saling menyiram tubuh dan saling mengejar satu sama lain. Yura tertawa lepas, tawa yang tidak bisa ia dapatkan ketika bersama Winter.
Sebuah mobil BMW berhenti di sisi jalan, seorang pria keluar dari mobil menatap Summer dan Yura yang saling bercanda satu sama lain. Dan dia, Winter.
Seharusnya Winter pulang besok tapi karena pekerjaannya selesai lebih cepat, hari ini ia bisa pulang. Dan jalanan menuju mansion nya melewati pantai ini, jadi dia berhenti setelah melihat Yura.
Winter masih diam membisu menatap keduanya. Sampai akhirnya gerimis perlahan membasahi tubuh Winter, Winter menengadah menatap langit yang gelap. Hujan akan turun.
Winter segera berlari menghampiri Yura.
"Yura ... Yura kau kenapa?" Summer terlihat panik melihat Yura tiba-tiba berjongkok dengan menutup kedua telinganya.
"Yura hei--"
"Yura." Winter langsung memeluk Yura.
"Kau bukannya ke luar kota?" tanya Summer heran.
Winter tidak menjawab, ia langsung menggendong Yura mendekati mobilnya. Summer pun mengikuti Winter.
Perlahan Winter memasukan Yura ke mobil kemudian menutup pintu mobil.
"Dia kenapa?" tanya Summer.
"Dia takut hujan dan petir. Aku akan membawanya pulang," ucap Winter menepuk pundak Summer beberapa kali lalu masuk ke mobilnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
lid
ah alurnya authorrr....terus summer gimana winter gimana ah
2022-06-30
0
Santi Lestari
summer bakal nyesel deh nolak dijodohin sm yura..padahal yura cinta masa kecilnya🥲
2022-06-22
0
Lilis Hasanah
semangat
2022-04-29
0