Lusi membuka pintu ruangan. Winter sedang menatap laptop untuk mencari tahu tentang tsunami di pantai greenland.
Winter mendongak dan mendapati Lusi dan Yura di belakangnya. Pria itu pun menutup laptop nya. Lusi membungkukan badan sebelum kembali keluar dari ruangan dan meninggalkan Yura berdua dengan Winter.
Winter menatap Yura yang masih berdiri di dekat pintu kemudian pandangannya turun perlahan ke lutut Yura yang terluka.
Winter pun beranjak dari duduknya, berjalan ke arah lemari dan mengambil kotak p3k di sana. Winter duduk di sofa dan memberi isyarat dengan tangannya meminta Yura juga duduk.
Yura pun berjalan dan duduk di samping Winter. Tanpa basa-basi, Winter mengangkat kaki Yura ke atas pahanya.
"Eh, kau mau apa?"
Winter tidak menjawab, ia membuka kotak p3k itu dan membersihkan luka Yura sebelum di beri obat.
"Kau tidak penasaran kenapa dengan lututku sampai terluka begini?"
"Jatuh kan."
Yura menghela nafas. "Setidaknya tanya dulu kek, kan bisa."
Setelah selesai Winter kembali menurunkan kaki Yura.
"Terimakasih," ucap Yura yang di jawab anggukan dari Winter.
Winter hendak beranjak dari duduknya tapi Yura menahan tangannya.
"Tunggu-tunggu ..."
Winter menatap tangan Yura yang memegang lengannya.
"Eh maaf." Yura menarik kembali tangannya dan Winter kembali duduk.
Yura mengambil kantung coklatnya di meja dan mengambil tupperware dari dalam sana.
"Aku membuat sandwich untukmu, tapi tenang saja ini tidak gosong seperti tempe."
Yura membuka tutup tupperware tersebut. "Taaadaaa ... sandwich ala chef Ayura ..." ucap Yura dengan tersenyum.
"Ini, kau coba ..." Yura memberikannya kepada Winter.
Winter mengambil sandwich tersebut dan dengan ragu-ragu ia memasukan ke mulutnya. Ia mengunyahnya perlahan, tidak ada ekspresi apapun dari Winter, ia terus memakan sandwich itu.
"Bagaimana?" tanya Yura yang tak sabar dengan hasil masakannya.
"Lumayan," sahut Winter singkat membuat senyum di wajah Ayura mengembang seketika.
"Lebih baik dari tempe kan?"
Winter mengangguk.
Yura mengepalkan tangannya ke udara sambil berjoged. "Yessss berhasil ... berhasil ... dududu ..."
Winter diam-diam menatap Yura dengan ekor matanya lalu menarik ujung bibirnya tersenyum melihat tingkah Yura.
*
Selama di kantor, Yura hanya duduk di sofa memperhatikan Winter. Terkadang Yura menonton video di ponselnya untuk melampiaskan rasa bosan nya.
Dia tidak bosan apa setiap hari bekerja.
Sampai akhirnya hujan kembali turun, Yura yang duduk bersender di sofa langsung menarik tubuhnya melihat ke arah jendela.
Yura hanya diam memperhatikan air hujan yang membasahi jendela ruangan. Yura bahkan tidak sadar kalau Winter berjalan ke arahnya.
"Jangan lihat ke jendela," ucap Winter memasang headphone di telinga Yura.
Wajah mereka sangat dekat, keduanya saling menatap selama beberapa detik, sebelum akhirnya Yura mendengar alunan piano yang menenangkan di telinganya.
Mata mereka saling menatap intens. Tangan Winter yang semula berada di telinga Yura memegang headphone, perlahan turun mengelus pipi Yura.
DUAR
Petir kembali menyambar, membuat keduanya terlonjak kaget dan mereka pun saling mengalihkan pandangannya ke arah lain ketika sadar dari tadi mereka saling menatap satu sama lain.
"Apa petir nya masih terdengar?" tanya Winter yang di jawab anggukan dari Yura.
"Duduk saja di sini," ucap Winter.
Winter pun memperbesar volume headphone nya. Alunan piano terdengar lebih keras di telinga Yura.
Winter berjalan menutup tirai jendela, ia hanya berharap semoga hujan kali ini tidak terlalu lama. Ketika ia membalik, ia hanya melihat Yura menunduk memainkan jari-jemarinya.
Pria itu berjalan perlahan kemudian memegang pundak Yura. Yura mendongak menatapnya.
Dan disaat itu Winter bisa melihat, kalau wajah Yura pucat dan terlihat lesu. Ia mengerti dengan Yura sekarang, bukan menyingkirkan suara hujan dari telinga Yura, tapi seharusnya membuat pikiran Yura untuk tidak mengingat kejadian tsunami saat kecil.
Winter pun mengambil selimut di salah satu kamar tempat biasa dirinya tidur jika tidak pulang ke mansion.
Ia membawa selimut itu ke sofa lalu menyelimuti tubuh Yura. Yura hanya diam, padahal tadi gadis itu cukup ceria sebelum hujan turun.
Winter duduk di samping Yura. "Kemari," ucapnya menarik tubuh Yura masuk ke dalam pelukannya.
Gadis itu berada di pelukan Winter dengan selimut tebal melilit tubuhnya dan headphone di telinganya.
Yura memejamkan mata, Winter sesekali mengelus-ngelus punggung Yura.
*
Ketika Yura terbangun, ia sudah berada di sebuah kamar yang tidak terlalu luas. Ia menyibakkan selimutnya lalu menguap.
"Dimana ini," gumam nya.
Ia melihat headphone di meja samping ranjang. Headphone yang di kenakan oleh Winter tadi kepadanya. Ia juga ingat saat Winter memeluknya. Itu artinya trauma nya tidak kambuh terlalu parah.
Yura turun dari ranjang membuka pintu dan mengintip sebentar. Ia melihat Winter sedang berbicara dengan dua pria. Mungkin rekan kerjanya.
Setelah dua pria itu keluar dari ruangan, Yura pun keluar dari kamar itu.
Winter menoleh kepada Yura. Yura berjalan mendekati meja Winter dan duduk di hadapan pria itu.
"Eumm ..." Yura menggaruk kepala nya dengan menunduk.
"Trauma ku kambuh tadi ya," ucap Yura yang di jawab deheman dari Winter.
"A-aku mengerti, tadi siang aku tidur satu ranjang bersamamu karena trauma ku kambuh juga kan? dan kau memelukku untuk menenangkanku." Yura mendongak menatap Winter.
Winter menjawab dengan anggukan kepala.
"Eumm ... aku minta maaf soal itu, aku malah menuduhmu melakukan hal aneh-aneh kepadaku."
"Aku harus ke luar kota malam ini. Lebih baik kau pulang."
"Hah? k-ke luar kota. Malam ini?"
Winter mengangguk.
"Lusi akan mengantarmu."
"Apa Lusi juga ikut?"
"Iya."
"Oh." Yura menghela nafas, menunduk dan menggosok hidungnya. Entah kenapa ia tidak suka jika Lusi harus ikut.
"Berapa lama?" tanya Yura.
"Tiga hari."
Yura mengangguk-ngangguk. "Yasudah, kalau begitu aku pulang."
Yura beranjak dari duduknya.
"Lusi ada di bawah."
"Aku bisa pulang sendiri," ucap Yura. Ia mengambil tas di sofa lalu keluar dari ruangan Winter.
*
Yura memutuskan untuk naik bis dari pada taxi. Gadis itu sedang duduk di halte menunggu bis datang dengan memainkan kakinya yang tergantung.
Lusi tadi sempat ingin mengantar Yura tapi Yura terus menolak.
Suasana hati Yura tidak terlalu baik, gadis itu terlihat murung perihal mendengar Winter akan pergi ke luar kota bersama Sekretaris perempuannya.
Ketika bis berhenti di depannya, Yura langsung naik dan duduk paling belakang sendirian. Ia memalingkan matanya ke luar jendela.
Kemudian ponselnya bergetar dan pesan masuk dari Winter pun muncul.
Kenapa tidak dengan Lusi?
Yura membalas.
Aku ingin pulang sendiri, naik bis.
Dan Winter tidak membalas lagi. Yura menghela nafas berat.
Pernikahan macam apa ini ...
Sesampainya di mansion, Yura langsung naik ke kamarnya dengan langkah tak bersemangat. Ia membuka pintu kamar dan menidurkan dirinya di ranjang dengan menatap langit-langit kamarnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
💖syakilah💖
kalau baca crita yang ini aq sering ketawa sendiri...tp tetap sama2 seru crita nya dgn javier dan maxiem... 💪💪💪💪👍👍👍👍👍
2022-06-30
0
lid
sabar yura.tp kamu g sakit apa2 kan
2022-06-30
0
Lilis Hasanah
kasihan yura..
2022-04-29
0