Yura mendusel-dusel ke leher Winter dalam keadaan tidak sadar. Dari awal Yura minta di peluk sampai gadis itu tertidur, Winter tetap terjaga.
Winter bisa merasakan hembusan nafas Yura di lehernya, satu tangan Yura melingkar erat di perut Winter.
Ini sudah siang hari, Yura masih belum bangun. Hujan juga sudah berhenti dan di gantikan dengan cahaya matahari yang menerobos masuk lewat jendela kamar.
Winter kesulitan untuk beranjak dari ranjang, karena gerak sedikit saja Yura mempererat pelukannya. Alhasil Winter harus menunggu Yura bangun.
*
Yura membuka matanya perlahan dan ketika sadar ia memeluk Winter, matanya langsung membulat sempurna. Yura seketika bangun dan menjauh dari Winter.
"Kau---"
Winter menghela nafas kemudian beranjak dari ranjang.
"Hei musim dingin, jelaskan dulu kenapa aku ada di kasurmu!"
Winter tidak menjawab, dia membuka baju dan menggantinya dengan kemeja dan jas hitam. Sementara Yura yang kebingungan menggaruk kepalanya.
"Aku tidak ingat apa-apa," gumamnya. "Perasaan tadi aku di kamar karena tidak mau sarapan dengan dia, terus tiba-tiba aku ada di kasur nya. Apa jangan dia---" Mata Yura kembali membulat sempurna, memikirkan apa mungkin Winter sudah menyentuhnya.
BRAKH
Yura terlonjak kaget ketika Winter keluar dari kamar dengan menarik pintu kasar sampai terbentur dinding.
"HEI WINTER TUNGGU!!"
Yura segera menyusul pria itu, berlari kemudian berdiri di depan Winter membuat pria itu menghentikan langkahnya.
"Jelaskan dulu apa yang barusan terjadi?"
Winter diam menatap Yura.
"K-kau, kau tidak menyentuh ku, kan?" tanya Yura memeluk dirinya sendiri dengan tatapan mengintimidasi kepada Winter.
Winter menggeleng pelan kemudian melengos begitu saja melewati Yura. Yura mendengus kasar dan kembali menyusul Winter, berdiri di depa pria itu lagi.
"Kalau begitu jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, kenapa aku bisa memelukmu hah!"
"Ayo jelaskan jangan diam saja!" ulang Yura dengan wajah nyolot mendekati Winter.
Satu telunjuk Winter terangkat mendorong kening Yura agar menjauh, Yura mundur beberapa langkah.
"Tanya dirimu sendiri!" ucap Winter dan kembali berjalan.
"Aaarrrgghh pria itu!!" Yura menghentak-hentakan kakinya kesal.
*
Winter berada di kantornya, duduk di kursinya dan berbicara dengan Benjamin di telpon.
"Saat kecil Yura pernah terseret tsunami besar di saat hujan deras. Mungkin kau tidak ingat karena kau juga masih berusia sepuluh tahun, Winter. Ada tsunami di pantai Greenland. Jadi dia punya trauma soal hujan dan petir, terkadang trauma nya juga kambuh ketika dia di pantai."
"Dia tau punya trauma?"
"Dia tau, kalau trauma nya kambuh tidak parah, dia akan mengingatnya. Biasanya hanya mimpi biasa, tapi kalau trauma nya parah dia bisa sampai demam, menggigil bahkan pingsan. Dan ketika bangun, dia tidak ingat apapun seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya."
Winter menghela nafas panjang.
"Dad minta, kau lebih memperhatikan dia ketika hujan turun dan ketika dia ada di pantai ya, Winter. Kalau ombaknya terlalu besar jangan di ajak ke sana."
"Iya Dad."
"Boleh saya bertanya?" tanya Winter kemudian.
"Tentu saja, kau pakai izin segala," sahut Benjamin dengan terkekeh pelan.
"Apa Yura terseret tsunami sendirian?"
Benjamin hening, tidak menjawab apapun.
"Hallo ..."
"Dad tidak bisa menjelaskan apapun selain memintamu menjaga Yura di saat trauma nya kambuh, Winter."
Winter tertunduk. "Baik kalau begitu, Dad ..."
*
"Akhirnya siap juga ..." ucap Yura senang setelah berhasil membuat sandwich dan memasukannya ke tempat makanan.
Yura membawa kantung coklat berisi sandwich hasil searching di google itu ke kantor Winter. Ia ingin meminta maaf karena menuduh Winter menyentuhnya tadi pagi.
Tapi ketika di perjalanan ada kecelakaan yang membuat jalanan macet panjang. Yura yang berada di dalam taxi mendengus kasar.
"Masih lama, Pak?" tanya Yura kepada supir taxi.
"Sepertinya masih lama, macetnya cukup panjang," sahut supir taxi tersebut menatap Yura di spion depan.
Yura berdecak memalingkan wajah ke luar jendela dengan memeluk kantung coklat berisi sandwich itu.
"Saya turun di sini saja. Tidak terlalu jauh juga ke kantor suami saya."
Yura pun memutuskan keluar dari taxi, berjalan di bawah teriknya sinar matahari. Sesekali ia berlari agar cepat sampai ke kantor Winter.
"Akhh!!" Yura memekik kesakitan ketika ia tak sengaja tersandung batu dan membuat lututnya terbentur aspal.
"Awww ... sakit." Yura membersihkan lututnya. "Ini siapa sih yang simpan batu di jalanan!" kesal Yura.
Yura pun bersusah payah untuk berdiri dengan lutut yang terluka, tapi tiba-tiba sebuah tangan membantu tubuhnya berdiri.
Yura yang kaget mendorong tubuh pria itu.
"Nona, aku hanya membantumu ..."
"O-oh, maaf. Aku kaget karena tiba-tiba kau menyentuhku."
Pria itu menatap luka di lutut Yura. Yang kebetulan Luka memakai dress di atas lutut.
"Kau terluka."
"A-ah, iya. Tidak apa, hehe."
"Mau saya obati dulu?"
"Tidak, tidak perlu. Saya harus pergi mengantar ini ke suami saya." Yura menunjukan kantung coklat di tangan nya.
"Oh iya, namamu siapa?" Yura mengulurkan tangan.
Pria itu menjabat tangan Yura. "Magma."
"A-apa? Magma?" Yura menahan tawa nya.
Astaga kenapa aku bertemu dengan pria dengan nama yang aneh-aneh. Sudah Winter, Summer dan sekarang Magma.
"Kenapa?" tanya Magma menaikkan satu alisnya.
"Ah tidak, hehe."
Ponsel Yura berdering. Ia melihat nama Daddy Benjamin di layar ponselnya. Magma masih berdiri di samping Yura.
"Apa Dad?"
"Kau dimana Yura? sudah di kantor Winter?"
"Sebentar lagi sampai, Dad. Aku tadi jatuh."
"Apa? jatuh? lalu bagaimana, kau baik-baik saja kan?" Terdengar nada khawatir dari Benjamin.
"Aku baik-baik saja Dad. Buktinya aku masih bisa mengangkat telpon darimu. Sudah dulu ya Dad, bye."
Setelah memasukan kembali ponselnya ke dalam tas, Yura menatap Magma.
"Kalau begitu aku pergi dulu ya. Bye ..."
Yura berlari meninggalkan Magma. Magma berteriak.
"Nona, lukamu ..."
"Tidak apa! aku baik-baik saja!" sahut Yura berteriak pula.
*
Sesampainya di kantor pusat De Willson yang cukup Besar. Yura di perlakukan sangat baik oleh satpam dan juga resepsionis di kantor itu, karena mereka tahu Yura istri Winter.
Bahkan Yura di tawari agar luka nya di obati tapi Yura menolak dan meminta di antar saja ke ruangan Winter.
Ketika resepsionis perempuan itu hendak mengantar Yura, Lusi baru saja keluar dari lift.
"Yura ..." panggil Lusi.
"Eh, Lusi."
"Cari Winter?"
Yura mengangguk.
"Biar aku saja," ucap Lusi kepada resepsionis perempuan tersebut.
"Ayo Yura."
Yura mengangguk dan mengikuti langkah Lusi masuk ke dalam lift. Lusi baru sadar kalau lutut Yura terluka.
"Kakimu kenapa?"
"Aku jatuh tadi. Tapi tidak apa-apa, ini hanya luka kecil hehe."
Lusi mengangguk dengan wajah datarnya.
Tuan dan Sekretaris sama-sama datar. Huh.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
ulus imla
aduuh udah ketemu musuh aja
magma pasti m balas dendam m Dady Maxim😥
2022-07-27
1
lid
magma🤣🤣🤣🤣
2022-06-30
0
lelah sekali
si magma lagi cari kesempatan buat balas sendam
2022-05-29
1