Winter pergi ke pembukaan Yayasan hari ini bersama Lusi sementara Yura di kamar sedang uring-uringan tidak jelas karena merasa malu.
"Aaaaarghh ... kenapa tadi aku harus meminta maaf dan menjewer telingaku di depan dia sih! dia pasti besar kepala setelah ini!!"
Ponsel di samping bantalnya berdering panjang. Panggilan masuk dari Benjamin, sang Ayah.
"Daddy," gumam Yura lalu segera mengangkat telpon tersebut.
"Hallo Daddy ..."
"Selamat pagi ..."
"Pagi Dad ..."
"Bagaimana kabarmu, Yura?"
"Ah, aku baik-baik saja dad."
"Baguslah, kau sudah sarapan kan?"
"Sa-sarapan ..." Yura ingat, ia belum sarapan padahal sekarang sudah pukul setengah sepuluh.
"Sudah, Dad. Sudah ..."
"Baguslah, jangan sampai lupa sarapan, ingat kau tidak bisa minum obat, jangan sampai sakit."
"Ah gampang Dad, tinggal kirim Bi Ijah saja kalau aku sakit."
"Ayura!!"
"Hehe bercanda-bercanda ..."
"Winter sudah berangkat ke kantornya kan?" tanya Benjamin kemudian.
"Sudah Dad."
"Jadi istri yang baik, dengar. Luluhkan sikap dingin suami mu itu ..."
"Tenang saja, Dad ... gampang kalau itu."
"Yasudah. Dad juga mau pergi bekerja dulu."
"Mommy?" tanya Yura.
"Ada, sedang nonton tv. Jangan pulang, diam saja di situ!" Benjamin kemudian mengakhiri panggilan telponnya.
"Eh, kok begitu sih! anaknya mau pulang tidak boleh ..." Yura mengerucutkan bibirnya.
Kemudian ia beranjak dari ranjang, tapi kepalanya tiba-tiba pusing dan pandangan nya buram seketika, kamarnya seakan berputar. Ia mendesis memegang kepalanya yang terasa berdenyut kemudian kembali duduk di ranjang.
"Ah, pasti karena telat sarapan ..." gumam Yura.
Yura hanya menepuk-nepuk pelan kepalanya dengan telapak tangan untuk menormalkan kembali pandangannya. Setelah beberapa menit barulah ia merasa lebih baik dan turun ke bawah untuk sarapan.
*
Winter tidak pergi ke kantor, ia pergi ke pembukaan yayasan barunya. Pembukaan yayasan ini tidak sampai di siarkan di televisi, hanya rekan-rekan terdekatnya saja yang ikut hadir.
Setelah selesai Winter barulah pergi ke kantor bersama Lusi yang berjalan di belakangnya, Mereka masuk ke dalam lift khusus presdir.
Ketika sampai di ruangan, Winter duduk di kursi kebesarannya dan Lusi berdiri di sampingnya.
"Beberapa karyawan sudah memasang spanduk yayasan di jalanan, Tuan."
Winter mengangguk.
"Apa ... orang-orang tidak perlu tau kalau yayasan itu milik anda, Tuan?"
"Tidak perlu!"
Yayasan tersebut di bangun untuk membantu orang-orang yang tidak mampu. Entah itu datang untuk meminta modal usaha, untuk berobat, membeli keperluan sekolah dan banyak lagi.
"Kita akan mempromosikan yayasan lewat internet juga, Tuan. Agar banyak orang yang menyebarkannya ..."
Winter mengangguk.
Ponsel Lusi bergetar tanda pesan masuk. Ia membaca pesan tersebut dari Julian.
"Julian mengabari kalau Tuan Summer akan kembali ke Negara X, Tuan ..."
Winter mengangguk.
Kemudian seseorang menekan bel ruangan. Lusi menekan tombol merah di meja dan pintu ruangan otomatis terbuka.
Seorang satpam masuk dengan berjalan tergopoh-gopoh.
"Tuan, ada yang menitipkan paket untukmu ..." Satpam itu menyimpan kotak coklat di meja.
"Terimakasih," ucap Winter.
"Sama-sama, Tuan. Permisi ..." satpam itu kembali pergi.
Winter membuka kotak coklat tersebut dan ada sepatu basket di dalamnya dengan kertas putih bertuliskan.
Aku merasa berdosa karena merusak sepatu mu semalam. Jadi aku menggantinya. -Summer-
Winter menarik ujung bibirnya tersenyum. Kemudian memberikan kotak itu kepada Lusi.
"Simpan."
"Baik, Tuan ..."
*
Sore harinya Winter kembali ke mansion, Yura sedang menonton tv seraya makan cemilan dengan mengangkat kakinya ke atas kursi.
"Hai ..." Yura melambai tapi Winter malah melengos naik ke kamarnya.
"Dia tidak mendengar ku atau tidak melihatku ya," gumam Yura.
Yura pun memutuskan menyusul Winter ke kamarnya. Dan ketika ia membuka pintu, Yura langsung menjerit dan membalikkan badan dengan menutup wajah menggunakan tangan nya.
"Seharusnya kau bilang kalau mau buka baju!" teriak Yura.
Beberapa detik kemudian Yura merasa suasana hening, kemudian ia membalikkan badan dan ternyata Winter sudah tidak ada.
"Kemana lagi dia itu," gumam Yura.
Terdengar suara shower menyala di kamar mandi. Yura pun menghela nafas.
"Ohh ... sedang mandi."
Yura duduk di sofa sambil membaca majalah, Winter keluar dari kamar mandi dengan menggeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil.
"Eh, kita bisa bicara?" tanya Yura.
Winter mengangguk.
Dia mengangguk, dia yakin mau bicara denganku, bicara saja jarang sekali.
Winter pun duduk di samping Yura. Yura berdehem sesaat kemudian menoleh kepada Winter.
"Begini, aku ingin membahas soal pernikahan kita. Aku yakin sebenarnya ini pernikahan bisnis, kau merasakan hal yang sama. Iya kan?"
"Tidak," sahut Winter dengan membuka majalah di meja.
"Tidak? coba kau pikir lagi, Daddy ku mendesakku menikah denganmu, bukan kah itu aneh."
"Tidak," sahut Winter.
Yura berdecak. "Tidak apa sih?"
"Tidak aneh ..."
Yura menghela nafas. "Apa kau tidak mencoba menolak soal perjodohan ini sebelumnya?"
"Tidak."
"Coba bisa tidak bicara yang lain selain tidak!" kesal Yura.
"Coba tanya yang lain," ucap Winter membuat Yura menggeram kesal sampai menggepalkan tangan nya.
Yura mencoba berpikir, bagaimana caranya membuat Winter menjelaskan soal pernikahan ini. Ia ingin cerita yang jelas dan sebenarnya.
"Hubungan Daddy mu dan Daddy ku apa?"
"Teman."
"Teman kampus kan?"
"Iya."
"Eh tapi Daddy ku sepertinya lebih tua dari Daddy mu."
"Memang."
"Beda berapa tahun?"
"Tidak tau."
"Mungkin daddy ku kakak tingkat Daddy mu waktu kuliah kali ya."
"Iya."
"Bisa tidak kau jelaskan cerita yang sebenarnya jangan hanya menjawab. Iya, tidak, memang!" kesal Yura mengambil majalah di tangan Winter.
Winter berdecak kemudian beranjak dari duduknya pergi dari kamar. Membuat Yura uring-uringan tidak jelas saking kesalnya dengan sikap Winter.
*
Sementara itu di Negara X, Summer duduk di ruangannya. Ia menatap foto dirinya dan seorang gadis di pantai saat Summer berusia sepuluh tahun. Dan gadis itu berusia tujuh tahun.
"Besar nanti aku akan menikahimu ..."
"Benarkah?"
"Ya, kau harus menungguku di sini. Jangan pergi kemana-mana ..."
"Tapi kau kan tidak tinggal di sini."
"Aku kesini untuk berkunjung ke mansion grandpa Xander, tapi nanti aku janji kuliah di sini dan akan tinggal di sini juga. Lalu aku akan mencarimu ..."
"Aku akan menunggumu ... Summer."
"Aku janji padamu, Letta ..."
"Kau ada dimana, Letta ..." gumam Summer dengan menghela nafas berat.
"Bos, kita sudah mencarinya bertahun-tahun dan tidak ada hasilnya sama sekali, apa mungkin gadis itu ..."
"Aku yakin dia masih hidup."
Summer enggan pergi dari Negara X (Negara kelahiran Xander) orang-orang berpikir Summer terlalu nyaman tinggal di Negara X karena saat kecil sering menginap di mansion Xander.
Padahal sebenarnya, ia sedang mencari gadis kecil yang sering ia temui di pantai. Letta, anak seorang penjual ikan di pesisir pantai selalu menemani Summer bermain pasir. Dan sampai sekarang, Summer tidak tahu dimana gadis itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
ponakan Bang Tigor
jangan-jangan letta ini Ayura Aletta?? istrinya winter
yah kasian banget summer nolak dinikahkan ama doi kecilnya
2022-09-05
2
lid
wkwkwkw letta
2022-06-29
0
lelah sekali
letta nya ya istri si es batu kayak nya
2022-05-29
0