Married With Capt
Mobil putih itu berhenti tepat didepan rumah joglo yang terbuat dari kayu jati. Lelaki paruh baya itu, membuka seat belt nya. Saat ingin membuka pintu mobilnya. Matanya tak sengaja, melihat gadis sedang duduk diundakkan. Sambil membaca buku tebal, ditangannya.
Gadis itu pun mengedarkan pandangannya, tatkala telinganya mendengar deru mobil berhenti. Ai langsung berlari saat melihat om Hanan keluar dari mobilnya.
Gubrak ... gubrak gadis itu berlari sampai menatap kursi yang ada diruang tamu.
"Ai? Kamu kenapa?" Bapak bertanya saat melihat putrinya masuk rumah dengan tergesa-gesa. Seolah ingin menghindari seseorang.
"Ada tamu Pak! Ai, ke kamar dulu!" Gadis itu menjawab dan berlari ke kamarnya.
Bapak hanya menggeleng menatap punggung Ai. Yang telah menghilang dibalik pintu kamar.
"Permisi!"
Suara seseorang sambil mengetuk pintu.
Bapak yang mendengar sapaan dari luar rumah, membalikkan badannya. Berjalan kearah pintu utama. Betapa terkejutnya ia, saat melihat sahabat karibnya. Berkunjung ke rumahnya, setelah hampir belasan tahun.
"Nan!" Bapak membuka tangannya, siap menerima pelukan dari sahabatnya.
Om Hanan pun langsung memeluknya.
"Bagaimana kabarmu, Elan? Lama tak bertemu?"
"Syukur! Alhamdulillaah!" Bapak merangkul sahabatnya. Mengajak sahabatnya nya duduk di ruang tamu.
"Masih betah sendiri?" tanya om Hanan, seraya duduk di kursi yang terbuat dari rotan.
"Wes tua, Nan!" Bapak mengulum senyumannya.
"Lah, karena tua. Kamu harus cari pengganti nya! Biar ada yang merawat saat kamu sakit!" Mata om Hanan, menatap setiap sudut rumah itu. Seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Tresno ku mong karo ibuk'e anak-anak Nan! Terus bagaimana kabar keluargamu?" Bapak bertanya, sedangkan kepalanya celingak-celinguk. Seperti mencari seseorang.
"Alhamdulillah baik Nan! Bungsuku sudah kuliah!" Om Hanan masih ingin tahu. Sebenarnya siapa gadis yang tadi berlari.
Tatkala dirinya baru mengeluarkan kakinya dari mobil.
"Ah iya-iya!" Mengelus dagunya yang sudah berjenggot putih.
"Elan, aku tak takok! Mau aku weruh gadis cilik, melbu omah kui sopo?" Dengan rasa penasaran yang membuncah. Membuat om Hanan harus menanyakan. Tentang gadis yang menyita perhatian beliau.
(Elan, aku mau tanya! Tadi aku melihat gadis kecil, masuk kedalam rumah, itu siapa)
"Iku putriku, Nan! Memang dia seperti itu kalau ada tamu!" Bapak menundukkan kepalanya, paruh baya itu. Tidak tahu lagi, harus melakukan apa. Agar putrinya tidak insicure.
Om Hanan menatap sahabatnya sekilas. Akan tetapi om Hanan, bisa memahami gestur. Yang Bapak perlihatkan.
"Isinan toh, Lan?"
(Pemalu toh)
"Iya seperti yang kamu lihat!"
Tidak ada sahutan dari om Hanan, ruangan tamu itu lenggang sejenak. Hanya suara jarum jam yang mengisi kesunyian.
"Ya Allah! Aku lupa, kamu tak nggorno! Enggak aku kasih unjukkan!" Bapak baru ingat, jika tamunya sudah dua puluh menit. Tapi belum dibuatkan camilan dan teh hangat.
Om Hanan hanya mampu mengulum senyumannya. Padahal dari tadi beliau sudah haus.
Ya Allah! Bapak nggak punya perasaan banget.
"Aku permisi dulu, Nan!" ujar Bapak, yang mendapatkan anggukkan dari sahabatnya.
Tok ...tok ...tok
Bapak mengetuk pintu kamar putrinya, yang terhubung dengan ruang tamu. Jelas saja om Hanan, bisa melihat punggung sahabatnya.
"Ai! Tolong buatkan, cemilan buat sahabat Bapak Nak! Emak'e belum pulang dari pasar!" Emak'e yang dimaksud Bapak adalah Ibunya.
Cekklek! Handle pintu ditarik dari dalam kamar. Ai mengeluarkan kepalanya.
"Iya, Pak!" Menunduk takzim.
"Tolong buatkan teh hangat buat sahabat Bapak!" Bapak mengulangi ucapannya. Padahal Ai, sudah mendengar saat beliau mengetuk pintu.
Gadis itu pun berjalan kearah dapur, yang terletak di belakang kamarnya.
...***...
Mata om Hanan, tak berpaling dari gadis yang mampu menyita perhatian beliau. Rambut hitam Ai, yang panjang itu diikat rapi.
Membuat om Hanan mengulum senyumannya lagi. Mungkin saja paruh baya itu, teringat bungsunya.
Bapak kembali lagi keruang tamu, melanjutkan bincang-bincang dengan sahabatnya.
"Putrimu umur berapa Lan?" tanyanya sambil memperbaiki duduknya. Agar lebih santai, dan pastinya nyaman. Untuk punggung seumuran om Hanan.
"Sembilan belas tahun, Nan!" Bapak menjawab dengan penuh rasa kecurigaan. Kenapa sahabatnya hanya bertanya mengenai Ai. Padahal dirinya juga memiliki putra, yang umurnya lebih tua dari Ai.
"Berarti bentar lagi Kuliah?"
"Kalau melihat dari anaknya sih, nggak ada niatan Nan!" Bapak menggeleng-gelengkan kepalanya memikirkan putrinya.
"Loh kenapa emangnya, Lan? Kebanyakan anak sekarang lulusan paling rendah S1!" Om Hanan nampak heran dengan pemikiran gadis yang menyita perhatiannya.
"Mungkin belum ada panggilan!" Bapak terkekeh, om Hanan juga tidak mau kalah dengan sahabatnya.
"Kamu kira mau daftar Haji! Nunggu panggilan!" Keduanya terbahak-bahak.
"P-pak!" Panggilan dari samping tembok pembatas kamar.
Bapak menengok kan kepalanya, lelaki paruh baya itu seakan tahu maksud putrinya.
Bapak berjalan kearah Ai, dan mengambil nampan. Bapak tersenyum dan kembali keruang tamu.
"Minum Nan!" Bapak meletakkan cangkir teh didepan sahabatnya.
Sedangkan Ai, kembali ke dapur untuk mencuci perabotan rumah yang kotor.
"Maaf, ya Nan! Kalau putriku tidak menyapamu! Sebenarnya aku juga, bingung Nan! Dengannya, kenapa rasa malunya itu sangat besar! Sampai-sampai Nan, kalau ada tamu. Nggak mau keluar kamar!"
Om Hanan menyeruput teh yang mengepul asapnya.
"Berhubung, tadi ini. Nggak ada orang di rumah selain dia! Jadi si Ai, terpaksa keluar kamar!"
Om Hanan mengangguk paham, sambil meletakkan cangkir di atas muja bundar.
"Sempat Nan, waktu itu! Ada tamu kemari! Nah waktu itu dia pergi ke warung. Buat beli nasi goreng! Nggak sengaja, aku ngelihat si Ai, pulang sambil nyoncong bungkusan."
"Melihat ada mobil yang terparkir di depan rumah. Dia sudah tahu kalau itu tamuku, langsung Nan! Dia puter balik gitu! Bobol jendela kamarnya! Ya Allah!" Bapak teringat dengan kejadian beberapa bulan yang lalu.
Sontak saja om Hanan tertawa, karena gadis yang menyita perhatiannya. Bisa bobol jendela, kamu gadis atau maling Ai?
"Emang nggak ada gitu, jalan keluarnya! Maksudnya mungkin disemangati beri motivasi!"
"Ya Allah, Nan! Segala cara sudah tak lakukan. Terus aku juga nggak pernah marah sama dia. Aku selalu menasehati dengan kelemah-lembutan, memberi semangat.Tapi tetap Nan hasilnya Nihil!" Bapak memijat pelipisnya.
"Kalau cara lembut nggak bisa bikin berubah. Mungkin harus pakai cara kasar! Contohnya anakku, seng mbarep (sulung) Kui kalau pakai cara lembut. Nggak masuk, tapi kalau aku ancam! Bertekuk lutut, Lan! Yang tengah, dia itu kadang kalau pakai cara keras. Dia semakin keras, tapi saat aku! Pakai cara lemah lembut, dia ini juga merendah! Beda lagi sama yang bungsu, labil! Setiap anak memiliki cara dan penanganan yang berbeda!" Om Hanan memberi masukan untuk sahabatnya.
Plak ..plak ...plak! Ai berlari dari dapur masuk ke kamar. Hal itu membuat kedua paruh baya mengalihkan perhatian ke pintu kamar Ai.
Bapak menghembuskan nafas pelan.
"Sabar Lan!" Om Hanan menepuk pundak Bapak.
Ruang tamu lenggang sejenak, dibenak om Hanan dia ingin mengatakan hal penting.
"Lan! Sebenarnya aku ingin minta maaf sebesar-besarnya! Jika keinginanku ini, terlalu berlebihan!" Om Hanan bicara terlihat sungkan.
"Apa yang kamu inginkan Nan?" Bapak mengangkat kaki kirinya, di atas kaki kanannya.
"Bolehkah aku meminta, putrimu sebagai menantuku?"
Ai yang ada di kamar pribadinya, bisa mendengar perkataan om Hanan. Gadis itu menggeleng takut.
"Aku nggak mau!" ucapannya dalam hati dengan tangan yang berkeringat.
Matanya sudah berkaca-kaca, tubuhnya merosot saat mendengar permintaan sahabat Bapaknya.
"Ai nggak mau! Nggak!" Gadis itu terlihat tertekan. Menutup telinganya seolah, tidak mau mendengar ucapan om Hanan.
"Bapak! Nggak akan nikahin Ai, diumur segini!" Ai, sangat yakin jika Bapak, tidak akan tega menikahkannya diusianya yang masih remaja.
Didalam hidupnya gadis itu, tidak pernah berfikir untuk menikah. Dia ingin menikmati hidupnya dengan Bapak, Emak'e serta kak Ayyas saja. Anggap saja, gadis belia itu terjebak dalam zona nyaman.
"Baiklah aku berpikir, jika Ai! Menikah dengan putramu! Itu akan membuatku tenang Nan!" Kata Bapak, yang mampu membuat debaran jantung Ai tak karuan, gadis itu semakin takut.
Ai menunduk dan membenamkan wajahnya di lutut. Gelengan kepala semakin keras, sebagai jawaban dia tidak mau menikah.
"Hiks ...hiks!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Sofyan Mudo
aku pasrn sama critanya,,,
2022-06-03
0
lim woo
haii, aku mampir bawain like, fav + gift! salam hangat dari rhopalocera!! semangatt!
2022-04-19
0
Bunga Kering
Selamat siang Ijin iklan ya
Yuk mampir di novel perdanaku
" 100 hari pertama menjadi janda"
Kisah novel yang diadaptasi dari pengalaman pribadi. Perjuangan mempertahankan kewarasan dari cengkraman kesulitan ekonomi pasca diceraikan oleh suami. mendapatkan tekanan mental dari keluarga mantan dan masyarakat.
100 hari pertama harus dilalui seorang janda agar ia dapat benar-benar bangkit menjadi pribadi yang baru dan siap menjalani hari berikutnya.
Ikuti kisahnya ya🤗 jangan lupa boom like, fav dan comment untuk saling dukung ya Thor 🤗❤️ terimakasih
2022-04-01
0