19. Nagih Janji

Di dapur ketiga wanita sedang menyiapkan berapa makanan, seperti nasi. Piring yang sudah diisi beberapa lauk-pauk, dari makanan hijau kaya akan zat gizi namun rendah kalori. Seperti seafood dan ikan. Ada juga makanan kaya akan zat gizi dan kalori. Ikan berlemak, ayam, kacang-kacangan, kentang, dan juga pasta.

"Ma!" panggilnya lirih, nanpaknya dia malu.

"Iya!" jawabnya seraya meletakkan beberapa buah di wadah.

"Ai, ingin minta maaf! Atas perilaku Ai tadi siang?" Gadis itu menunduk sambil meremas jari-jemarinya.

Mata mama yang tadi focus ke buah-buahhan. Teralihkan kearah menantu gadisnya.

Mama tersenyum seraya mengelus pundak Ai.

"Ya, Mama paham dengan kondisimu.Tapi sekarang Ai, sudah menikah! Jadi latihlah dirimu, untuk terbiasa dengan Mas!"

"Perlahan-lahan saja Ai! Mama tau kamu sensitif dengan sentuhan dan keberadaan sosok lelaki. Tapi cobalah untuk tidak terlalu sensitif. Mungkin saja, dimulai dari kamu mencoba menenangkan diri sendiri! Saat kamu dirangkul, cobalah bilang kepada diri mu sendiri! Tenang Ai, it's okay! Dia adalah suamiku jadi wajar! Mulai dari hal kecil dulu, nanti lama kelamaan pasti terbiasa. Karena Mama, pernah ada diposisi seperti mu.Waktu yang akan merubah segalanya. Tinggal kita mau nggak berusaha untuk berubah!"

Ai menunduk semakin dalam. Mempunyai mama mertua seperti mama Mela, nampaknya membuat Ai. Mendapatkan kasih sayang ibu yang sudah lama menghilang. Namun dilain cerita. Ai belum bisa menerima kenyataan jika dia telah menikah. Sebenarnya gadis itu sudah berencana untuk meminta cerai yang kedua dari suaminya. Akan tetapi jika dia cerai, dia tak mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Ditambah lagi dia akan melukai perasaan mama.

Daeng menuruni anak tangga sambil menatap layar ponselnya.

"Terima kasih Nak!" Papa tersenyum tatkala menantunya. Menghidangkan teh hangat untuknya.

Ai mengangguk pelan, kemudian meletakkan susu disamping adik iparnya. Yang umurnya jelas diatasnya.

"Mama pasti bahagia karena sudah ada satu pasukan. Yang membantu Mama di dapur!" Enna mengambil nasi sama paha ayam. Tak lupa sambal terasi yang menambah selera.

"Emang kamu, gadis tapi nggak bisa masak!" Rendra langsung memberikan serangan.

"Nggak apa-apa nggak bisa masak. Yang penting bisa makan, bukan begitu Mbok?"

"Ucapan Neng, nggak ada salahnya!" Mbok menahan senyumnya. Anak kecil juga bisa, melakukannya.

Ai meletakkan cangkir teh disamping suaminya. Gadis itu terus menunduk, dan membuka piring yang tengkurap di depan suaminya.

Malas sekali jika harus menempatkan diri. Seperti seorang istri, tapi apa boleh dikata. Jika disana ada mertuanya.

Tangan kiri Ai memegang piring, sedangkan yang satunya lagi memegang centong nasi. Saat centong yang berisi nasi. Ingin ia tuangkan ke piring, ada suara yang membuat aktivitasnya berhenti.

"Aa, kalau malam nggak makan nasi, Dia hanya memakan, kentang, wortel dan sayuran lain yang direbus!" ujar Enna, membuat Ai menggigit bibir bawahnya. Tentunya ucapan Enna membuat Ai tersentil. Seolah dia tidak tahu mengenai apa pun tentang suaminya. Ah ... berarti dalam lubuk hati yang paling dalam. Gadis itu mengakui jika dirinya adalah seorang istri. Akan tetapi egonya terlalu menghalangi-halangi itu semua.

Daeng menopang dagunya dengan kedua tangannya. Memperhatikan istrinya melakukan tugas untuk melayaninya. Lelaki itu menghela nafas berat saat mendengar adik bungsunya mengkritik istrinya.

"Letakan, apa yang kamu tuang ke dalam piring nanti saya makan!" Berusaha untuk melipur istrinya. Tentunya Capt tahu, jika istrinya sedikit tersinggung dengan ucapan Enna.

Rendra melotot tidak percaya, secepat itu kakaknya menjadi buncis budak cinta istri.

Papa dan mama tersenyum melihat kedewasaan yang putranya perlihatkan untuk menantu gadisnya.

Enna tidak bicara lagi, gadis itu lebih asik melahap makanannya.

"Cukup?" Ai bertanya nyaris tidak terdengar. Andai ruang makan itu tidak sunyi.

Daeng mengaguuk pelan, Ai hanya melirik kemudian menunduk kembali. Gadis itu pun mengambil makanan untuk dirinya sendiri. Ai nampak terpaksa duduk di samping suaminya. Melihat banyaknya makanan diatas meja. Membuat gadis itu, menunduk dalam. Memikirkan nasib keluarganya terutama Bapak. Apa Bapak sudah makan. Terus bagaimana dengan Emak'e yang sudah tua, harus menyiapkan makanan sendiri tanpa bantuan.

Buliran bening itu terjatuh, dipunggung tangan suaminya. Disaat yang bersamaan Daeng meletakkan gelas didepannya. Captain langsung menengokkan wajah kearah istrinya.

"Aii!" panggilnya terdengar kalem.

Sontak saja Ai langsung mengelap matanya. Gadis itu mendongak untuk mengatakan seolah dia baik-baik saja. Kepalanya kembali menunduk, dan langsung menyendok nasi.

Saat Daeng ingin memegang tangan Ai. Gadis itu langsung mengambil minuman, agar suaminya tidak memegangnya. Sepertinya nasehat mama, belum bisa diaplikasikan dengan cepat.

Daeng tersenyum tipis, lelaki itu mengelus rambut Ai. Ai yang sedang minum pun langsung tersedak karena sentuhan yang suaminya berikan padanya.

"Uhuk ...uhuk ...uhuk!" Gadis itu meletakkan gelasnya.

Daeng langsung mengelus punggung istrinya. Membuat Ai semakin kesal, dan bergidik negeri.

"Kakak jangan gini!" ujarnya pelan sambil meraih tangan suaminya yang mengelus punggungnya.

"Kenapa?" Daeng memajukan wajahnya, membuat Ai langsung memundurkan wajahnya.

Tak mereka sadari ada banyak mata yang memperhatikan kedua pasangan itu. Keluarga hanya tersenyum.

"Au ah!" Gadis itu langsung menatap piring makanannya.

...***...

Seusai makan, Ai ke dapur membantu membersihkan piring kotor. Setelah beberapa menit gadis itu, mengikuti mama menuju ke ruang keluarga. Melihat anak dan suaminya sedang bercengkrama membuat mama tersenyum. Dan duduk di samping papa. Berbeda dengan Ai, yang hanya berdiri. Melihat hal itu Daeng langsung bangkit dari duduknya.

"Aa, ke kamar dulu Ma!" ujarnya seraya berjalan mendekati istrinya.

"Ck, belum juga jam delapan sudah ngamar aja! PS yuk, biasanya balik kandang jam dua belas!" ujar Rendra yang mulutnya mengunyah makanan ringan.

"Belum sholat!"

"Aa mah cuma alasan, pengen dua-duaan! Pakai ngeles segala!" celetuk Enna menatap layar televisi.

Ai hanya diam menunduk, gadis itu ingin menagih janji tadi siang.

Daeng meninggalkan ruang keluarga. Dan dikuti Ai dari belakang.

...***...

Sesampainya di kamar Daeng langsung menutup pintu kamarnya. Lelaki itu berjalan kearah kamar mandi.

Daeng sudah duduk di ranjang sambil membaca buku. Lelaki itu memiringkan badannya, dengan kaki yang di selonjorkan. Matanya melirik kearah istrinya yang berjalan kearah pintu, seolah ingin keluar kamar.

"Mau kemana?"

Ai menengokkan kepalanya kearah suaminya.

"Ayok anterin ke rumah Bapak!" ujarnya.

"Ini sudah malam, terus diluar juga hujan. Kasian Bapak, kalau sudah tidur. Harus buka pintu untuk kita!" Daeng meletakkan buku yang tadi ia baca diatas nakas.

Ai langsung saja memasang wajah kesal. Karena jawaban suaminya itu.

"Kak Daeng mau sakit kepala lima hari nggak sembuh-sembuh? Karena nggak nepatin janji?" Ai mengepalkan tangannya, berusaha untuk tidak menangis.

"Mas tepati, tapi bukan malam ini! Didalam perjanjian tidak ada sekali mau langsung antarin juga! Ai, hanya bilang kalau Ai pengen pulang Mas harus nganterin! Jadi dimana saya melanggar janji?" tanyanya tidak bermaksud menyerang. Tapi yang ditanya merasa dipojokkan, dan dibodohi.

"Sudah sini-sini bobok!" Daeng menepuk rajang.

Ai menggeleng tidak mau, tidur dengan seorang lelaki? Sungguh menakutkan pikir Ai.

"Kakak nggak takut kepalanya sakit. Tadi Kakak bilang malam ini kita nggak akan tidur berduaan! Terus kenapa sekarang kita berduaan?" Ai menatap dengan mata yang berkaca-kaca.

Daeng yang mendengar pertanyaan istrinya. Hanya menghela nafas berat, lelaki itu memijat pelipisnya.

Huft

"Kata siapa kita berduaan? Ada guling buat pemisah, kalau Ai nggak mau dipeluk. Ada banyak benda mati di dalam kamar. Ingat Sayang, tadi kamu bilangnya nggak mau berduaan saja. Kamu nggak bilang harus ada orang dikamar selain kita. Jadi Mas, nggak melanggar janji. Dan selalu ingat kita tidak pernah berduaan kita ber enam! Ada Tuhan yang mengawasi kita, Malaikat yang ada dipundakmu. Rasulullah yang ada di dalam hati! Dan yang kelima dan keenam kita berdua!" Harus menasehati seperti anak kecil. Agar Ai tidak naik pitam.

Ai yang mendengar jawaban suaminya semakin merasa kesal. Kenapa dia tidak memiliki pemkiran seluas suaminya.

"Besok kita nginap di rumah Bapak! Ayo sekarang tidur! Ingat kamu baru keluar dari rumah sakit. Jadi tidak baik bergadang!" Daeng terlihat lebih tenang menyikapi istri gadisnya yang mengalami quarter life crisis.

Lama bergerak, perlahan Ai melangkahkan kakinya kearah ranjang. Gadis itu meremas jari-jemarinya yang berkeringat. Ai memutuskan untuk duduk di pinggiran ranjang.

"Tapi lampunya jangan mati!" ujarnya pelan posisi membelakangi suaminya.

Matiin gak ya? Siapa tahu Aa mau godain Neng Ai

Terpopuler

Comments

Sofyan Mudo

Sofyan Mudo

seeru,,,,lanjutruss

2022-06-03

0

💮Aroe🌸

💮Aroe🌸

takut gelap apa takut yang merayap😂

2022-04-18

0

Asri

Asri

kasih mati listrik aja sih thor. biar kalo ai takut, sekalian bisa nyalain alarm dan diam waktu ada yg peluk 😬

2022-04-18

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!