09.Alasan Captain Memilih Belum Nikah

Lelaki itu mendorong pintu kamarnya.

Brak! Pintu kamar itu tertutup, Daeng membuang jasnya di kasur. Bug! Lelaki itu menjatuhkan diri di kasur. Menengadahkan kepalanya ke atas. Teringat saat ijab qobul yang baru ia ucapkan beberapa jam yang lalu.

Flashback on

Kursi dan meja diruang tamu tertata rapi . Dua tetangga yang ada di kanan-kiri rumah Bapak, diminta menjadi saksi pernikahan Daeng dan Ai. Kini tangan Bapak, menjabat tangan Daeng. Sebelum mengucapkan ijab qobul. Bapak memberi pesan kepada Pilot muda itu.

“Daeng! Jika kamu menyakiti putriku. Itu sama halnya kau menyakiti ku! Bapak harap, kamu bisa menjaganya.”

"Malam ini beban Bapak terangkat, karena ada lelaki yang sudah mengambil alih." Bapak menatap Daeng.

"Sekarang Bapak serahkan Ai kepada Captain."

“Saya nikahkan dan saya kawinkan saudara Daeng Adipati Alfarizki! Dengan putri kandung saya Aida Ahmad Putri Elanna! Binti Muhammad Elan! Dengan maskawin uang sebesar 101 juta tunai!”

Daeng menarik napas dalam sebelum menjawab.

“Saya terima nikah dan kawinnya Aida Ahmad Putri Elanna binti Muhammad Elan tunai!”

Ai yang ada di kamarnya hanya mampu, menghela nafas panjang. Tak pernah terpikirkan sebelumnya. Jika malam ini adalah malam terakhir dia berstatus lajang.

“Sah!” Jawaban saksi membuat Ai, menitihkan air mata. Tatapannya kosong, terlihat jelas. Tidak ada raut kebahagiaan diwajah gadis yang tak tersentuh itu.

Dadanya kembali terasa sesak, membuatnya ia kesusahan bernafas.

Sedangkan diruang tamu penghulu membacakan doa. Semua mengusap telapak tangannya di wajah. Teriakan dari dalam kamar Ai, membuat semua telinga mendengar.

“KAKAK IPAR!” Enna berteriak.

Sontak saja Daeng langsung bangkit dari duduknya. Dan berlari ke kamar Ai, yang diikuti Bapak dan papa. Betapa terkejutnya melihat Ai, yang tak sadarkan diri. Daeng mendekati istrinya, lelaki itu menepuk pipi istrinya. Berharap istrinya membuka matanya.

“Ai-Ai!” panggilnya.

“Aa, langsung ke rumah sakit!” Saran mama.

Bapak nampak khawatir dengan kondisi putrinya. Tidak ada yang bisa, beliau lakukan kecuali mengelus kaki Ai. Dengan mata berkaca-kaca karena khawatir. Daeng langsung melepaskan jasnya, dan memakaikan ke–tubuh istrinya. Lelaki itu langsung mengangkat Ai, keluar kamar. Dan diikuti beberapa keluarga, dari belakang. Rendra segera membuka pintu mobil, guna kakaknya dengan mudah. Memasukkan tubuh Ai, di mobil.

“Enna ikutlah denganku! Aku yang akan menyetir. Biar Pak supir, ikut dimobil Papa!” ujar Daeng sambil menata posisi istrinya. Setelah itu memasangkan seat belt.

Mobil yang Daeng kendarai terbilang cukup cepat. Hingga mobil papa, yang tadi ada dibelakangnya tidak terlihat. Apalagi motor kak Ayyas, pasti tertinggal jauh. Untung Bapak, ikut mobil om Hanan. Terjadilah pawai malam ini, antar dua keluarga yang bertujuan ke rumah sakit.

Sesekali Daeng melirik spion, guna melihat istrinya. Entah tadi malam mimpi apa, bisa-bisa malam ini sudah berstatus sebagai suami saja. Sudah gitu setelah ijab-kabul dirinya tidak dapat jatah cium kening istri lagi. Ya, Daeng memang tidak mendapatkan ciuman setelah ijab-kabul. Tapikan sebelum ijab-kabul sudah dapat DP ciuman mouth to mouth.

Daeng segera turun dari mobil. Dan membuka pintu bagian penumpang. Lelaki itu dengan cekatan melepaskan seat belt. Dan mengangkat tubuh istrinya dengan hati-hati. Enna mencoba menutupi kepala Ai, agar tidak terbentur. Saat Daeng berusaha mengangkat istrinya. Rendra langsung berlari ke dalam rumah sakit. Guna mengisi formulir pendaftaran pasien.Untung saja tadi Bapak, sempat memberikan data diri Ai.

Dua perawat langsung menyuruh Daeng, merebahkan Ai, di brankar.

“VVIP! First class!” Rendra menatap kakaknya. Bukan tanpa alasan Rendra, memilih ruangan VVIP untuk Ai. Pasalnya ini untuk kebaikan semuanya. Agar Ai, dapat penanganan lebih bagus daripada VIP atau yang umum. Dan agar yang menjaga, juga nyaman. Tidak perlu ada orang luar di ruangan. Yang mungkin akan menggangu nantinya.

Daeng mendorong brankar itu, matanya menatap wajah istrinya yang lemah pucat. Setelah sampai ruangan, perawatan tadi menyuruh. Keluarga pasien mengganti baju pasien.

“Ayo, Aa! Aku tidak bisa jika sendiri!” Enna menarik tangan Daeng, untuk masuk kedalam ruangan Ai.

“Kenapa harus aku?” Daeng menolak, berusaha melepaskan tangan Enna, yang menariknya.

“Aa, kan suaminya! Masa aku nyuruh Kak Rendra! Untuk membantuku, cepat sebelum dokter kesini!”

Rendra yang ditarik dalam rumah tangga kakaknya. Dia hanya mengerutkan keningnya, bibirnya tersungging menatap kakaknya. Sedangkan yang ditatap berusaha lepas dari cengkeraman Enna.

Enna terus saja menarik, tubuh kakaknya agar mau masuk ruangan.

“Tidak Enna!” Daeng clingak-clinguk, berharap ada seorang suster. Matanya berbinar, saat ada suster yang baru keluar dari ruangan sebelah.

“Sus!” Daeng melambaikan tangannya. Suster itupun mendekat dengan senyuman ramah. Maklum tahu jika mereka adalah pasien VVIP, jadi perawatannya pun. Akan mendewa-dewikan. Pasien dan penunggu VVIP.

“Ada yang bisa, saya bantu?” Menunduk takzim, kurang menunduk sedikit. Pasti posisinya seperti orang ruku. Mungkin saja si Sunter kangen, solat.

“Tolong, bantu Adik saya mengganti baju pasien ya?”

Suster itu mengangguk, dan masuk ke ruangan. Daeng membuang napas lega, permasalahan pertama terlewati.

“Ckckck munafik sekali!” ujar Rendra saat melihat kakaknya mengintip dari pintu, yang ada kacanya sedikit.

Daeng memicingkan matanya menatap Rendra.

“Padahal sebelum halal, Aa sudah gladi resik dahulu! Cara unboxing, mulai dari baju! Sampai bibirnya landing. Kan main!”

Tak! Jitak yang Captain milik landing di kening Rendra. Pemuda yang berprofesi sebagai atlet nyengir sambil mengelap keningnya.

Kini Ai mulai ditangani oleh Dokter, ketiganya menunggu diluar ruangan Ai.

Daeng nampak mondar-mandir, memikirkan keselamatan Ai. Sedangkan Papa dan mama belum juga sampai.

“Kakak!” panggil Enna pelan.

Rendra menatap adiknya, sambil melebarkan matanya.

“Harusnya tadi, Kakak! Jangan bilang sampai gini-gini!” Enna mempraktekkan cara berciuman dengan tangan.

“Harusnya, sampai gini!” Gadis itu membesarkan perutnya. Dengan kedua tangannya, seperti orang hamil.

“Keburu digrebek En! Masalahnya tadi om Elan, langsung ambil kunci cadangan! Coba kalau enggak! Buehhh ... keponakan ongoing!” Kedua adik-kakak itu cekikikan saat. Membahas Captain.

Daeng menatap tajam kearah adiknya.

“Kalian bisa diam tidak!” Daeng berkacak pinggang.

Sontak saja Enna dan Rendra langsung menutup mulutnya.

Daeng menjauh dari kedua adiknya. Lelaki itu berjalan kearah ruang rawat Ai. Daeng bisa melihat para Dokter itu melakukan tugasnya dengan baik.

“Tapi, Kakak tahu tidak! Kenapa mereka tidak bisa keluar dari kamar? Maksudnya saat om Elan, ngunci sekali. Pintu kamar langsung terbuka! Aneh kan?” Enna bicara pelan, agar Daeng tidak mendengar.

“Tanya saja sama yang bersangkutan langsung!” Rendra menjawab sambil membalas pesan dari sang kekasih.

“Aa!” Daeng yang merasa dipanggil mengalihkan pandangannya kearah Enna.

“Cuma mau nanya, sebenarnya kronologi kejadian dikamar seperti apa?”

Daeng menghembuskan nafas, kenapa orang mengira dia sedang main saat dikamar Ai.

“Diam! Dan jangan bertanya lagi! Tadi gadis itu ngunci pintu kamarnya. Saat dia lihat aku sedang rebahan di kasurnya, dia langsung membalikkan badannya. Dan menarik handle, dia lupa. Jika tadi menguncinya!”

“Terus Aa, mencari kesempatan gitu?” Sudah dibilang diam, tapi tetap saja, nyap-nyap.

“Kebodohan yang Aa, lakukan adalah mengikutinya. Tidak ada anggapan, jika pintu itu terkunci!”

Mama dan yang lain sudah sampai di depan ruang rawat inap.

“Bagaimana kondisinya?” Bapak nampak khawatir.

“Dokter masih memeriksa Pak!” Daeng menjawab.

Bapak nampak menghela nafas berat, paruh baya itu. Memutuskan untuk duduk, mencoba menenangkan diri.

Kak Ayyas menatap adiknya yang dirawat beberapa Dokter. Dengan penanganan yang cepat tanggap.

“Ma! Nanti ini Mama sama Papa, yang jaga disini dulu ya! Aa mau pulang, sholat isya. Sama packing! Besok Aa ada jadwal dinas! Nanti kalau Aa sudah balik ke sini. Mama, pulang!”

Mendengar pernyataan menantunya, Bapak terdiam. Wajahnya tertekuk, muncul satu pertanyaan. Dalam hatinya sekarang. Apakah menikahkan putrinya dengan seorang Pilot, adalah hal yang tepat? Disaat putrinya sakit, kenapa menantunya malah harus dinas.

Seolah sang putri, tidak artinya.

“Jadi Aa, berangkat dari rumah sakit!” tukasnya kembali.

“Nggak bisa reschedule? Maksudnya mungkin ada Pilot lain, mau gantiin Aa! A istrinya sakit loh!” Mama duduk di samping suaminya.

“Inilah konsekuensinya jadi istrinya Pilot! Makanya Daen, belum siap untuk menikah, ya karena ini. Selain harus mengorbankan waktu. Daen! Juga harus membuang jauh permasalahan dan pikiran yang menjadikan Daeng tidak konsentrasi. Entah itu dalam contek, istri sakit atau karena percekcokan.Dan sekarang istriku juga sedang sakit, bagaimana aku bisa konsentrasi saat mengemudi pesawat? Masalahnya ini bukan hanya satu nyawa, tapi ratusan nyawa yang bergantung pada Daen!”

“Andai saja Papa, ada diposisi Daen! Pasti Papa, juga akan menyetujui. Untuk tidak berumah tangga dahulu!”

Papa menunduk, paruh baya itu seakan menyesal. Karena terlalu memaksakan kehendaknya.

“Bapak! Daen, minta maaf! Jika ucapan Daen, membuat Bapak! Ragu karena sudah menikahkan putri Bapak dengan saya. Jujur saja, apa yang tadi saya lakukan. Dikamar itu, hanya untuk menyelamatkannya! Dan bukannya menyelamatkannya! Daen, justru membawa dia. Kedalam ke–sengsaran! Menjadi istri seorang Pilot, bukanlah hal yang mudah.”

Bapak mendongakkan kepalanya, menatap Daeng. Tatapan sendu dan bersalah, bercampur menjadi satu. Matanya memerah, seakan beliau baru melakukan kesalahan besar.

“Captain! Ini bukan salahmu! Tapi ini pure, keegoisan dari kita sebagai orang tua! Benar apa yang Ai! Katakan, jika aku adalah Bapak yang egois!” Bapak menunduk dalam, saat teringat ucapan Ai. Kala itu, kedua bahunya bergetar. Tangisnya dan isak–kan bercampur. Sungguh Bapak, benar-benar menyesal. Kenapa Bapak, tidak berpikir lebih panjang lagi. Setidaknya konsekuensinya, sudah diperhitungkan. Sebelum memutuskan sesuatu. Menikah bukanlah permainan. Menikah juga bukan tentang percobaan. Lantas mengapa Bapak, langsung menjawab dengan random.

Ayyas yang melihat Bapak, merasa bersalah. Dia ingin memberikan semangat, jika ini bukan salah Bapak. Akan tetapi langkahnya terhenti. Tatkala Daeng, duduk di samping Bapak. Sambil merengkuh bahunya.

“Bapak, nggak egois! Bapak mau, putri Bapak mendapatkan seseorang yang tepat. Dan saya yakin, dalam hati Bapak tidak ada niatan buruk untuk Ai! Hanya saja waktunya belum pas! Saya berpikir mungkin kita akan menikah tiga tahun lagi! Eh ... nggak tahunya! Malah malam ini!”

“Setidaknya jika umur Ai, sudah 22 tahun! Dan cara berpikir saya juga sudah lebih matang dari saat ini. Mungkin saja, lebih enak! Kami sama-sama dewasa, Ai paham dengan pekerjaan saya. Dan saya juga, lebih bisa. Memposisikan diri sebagai suami yang baik. Bukan hanya itu tapi saya juga bisa profesional dalam bekerja! Setidaknya saya dan Ai bisa sama-sama bekerja keras. Untuk tidak memiliki permasalahan. Yang menggangu konsentrasi saya, saat kerja.

Saya juga nggak mau, karena kelalaian saya. Saya merenggut nyawa ratusan orang. Dan Ai, juga pasti kehilangan saya! Belum lagi dia akan menyalahkan dirinya sendiri, jika ini terjadi!”

Papa yang mendengar penjelasan putranya. Semakin menyesal, karena telah mengambil keputusan sepihak. Tanpa berpikir siapa yang menanggung konsekuensinya. Dan siapa yang dirugikan dalam hal ini.

“Seandainya tadi Papa, tidak menyuruhmu untuk menikahi Ai sekarang! Pastilah semua ini tidak terjadi. Dan mungkin Ai juga tidak dirawat!” Akhirnya papa bersuara. Mengakui kesalahan fatal yang baru ia buat.

“Sudahlah! Tidak ada gunanya menyesal! Toh ini sudah terjadi! Daen, hanya mau bilang. Jika Daen dinas, tolong jaga Ai! Biar beban Daen, sedikit terangkat!”

Flashback off.

Mengingat kejadian di rumah sakit, Daeng hanya mampu memijat pelipisnya. Pemuda itu pun memutuskan untuk tidur sebelum kembali ke rumah sakit.

TBC...

Terpopuler

Comments

💮Aroe🌸

💮Aroe🌸

jangan menyesal, ini berkah😆

2022-04-10

0

Yulnita

Yulnita

ya udah... nasi udah jd bubur... biar enak tambahin ayam suwir sambel sm kerupuk...😀🙊

lanjut thooor... semangat... 💪💪💪

2022-04-08

1

Asri

Asri

si captain umur brp sih? itu ai baru 18 mau 19, kalo 3tahun lg berarti baru 21 mau 22 donk captain

2022-04-08

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!