Gadis itu bersandar di ranjang pasien. Ponsel yang ada diatas nakas menyala. Ai menyipitkan matanya, saat melihat pesan masuk. Gadis itu pun mengambilnya. Dan membaca siapa yang mengirimkan pesan padanya. Dahinya mengkerut, penuh selidik.
"Mas Suami?" tanya Ai heran.
"Mas sudah landing Aida! Gimana kabarmu?"
"Seingat aku, nggak pernah nyimpan nomornya! Terus bagaimana kontaknya tersimpan di ponselku!" ujarnya keheranan. Waktu kak Ayyas ingin pulang, lelaki itu memberikan. Ponsel Ai kepada Daeng. Dan untungnya ponsel Ai, tidak dikunci, jadi Capt bisa memasukkan nomornya diponsel istrinya.
"Kak Daen!" Ai mengganti nama kontak suaminya dengan panggilan yang Ai berikan.
Gadis itu tidak berniat untuk membalas pesan dari suaminya. Akan tetapi saat dia ingin meletakkan ponselnya. Ada video call masuk. Segera Ai mengaktifkan mode silent diponselnya.
"Ngapain sih VC segala! Dikira aku suka gituh!" gerutu Ai sambil meletakkan ponselnya di nakas.
"Mungkin saja Daen, sudah landing! Ini sudah delapan jam!" ujar papa sambil melihat jam ditangannya. Ai yang mendengar ucapan papa Hanan. Tidak mau bersuara, atau memberi tahu. Jika Daeng baru saja mengabarinya.
Suara ponsel mama berdering keras. Membuat mama segera mengambil ponselnya.
"Yang di bicarakan, nelpon!" ujar mama yang membuat Ai, langsung menutup mata. Pura-pura tertidur, takut jika Daeng. Memberi tahu orang tuanya, jika dia tadi menelponnya. Tapi tidak ia angkat.
"Aa, ya Allah! Alhamdulillah sudah landing!" Mama nampak bahagia karena putranya sudah tidak ada di udara.
"Alhamdulillah, setengah perjalanan telah di lewati! Satu jam lagi pesawat akan take off kembali!"
"Berarti nanti ini yang mengemudikan pesawatnya, bukan Aa!" Bapak tidak mau mensia-siakan untuk bicara dengan menantunya.
"Tentu saja tidak Pak! Nanti ini segmen kedua. Jadi teman Daen, yang bertugas! Kalau Aa, lagi yang bertugas, sama saja Aa melanggar aturan!" Daeng tersenyum saat layarnya full gambar Bapak.
"Cuaca gimana Daen?" Giliran papa yang bertanya.
Daeng tersenyum tipis, berusaha untuk membuat keluarganya tidak khawatir dengannya. Lelaki itu tidak bisa mengatakan, jika cuaca di udara tidak bersahabat.
"Oh ...Aida bagaimana kabarnya?" Daeng mengalihkan pembicaraan.
Mama pun mengganti kameranya mejadi kamera belakang. Daeng bisa melihat seorang gadis, sedang meringkuk diranjang.
"Ai, tadi sudah makan?"
"Baru saja! Coba deh Mama, check apa dia sudah tidur lagi!" Mama berjalan kearah ranjang menantunya.
Gadis itu nampak memejamkan matanya.
"Fase pemulihan mungkin, jadi mudah ngantuk! Apalagi tadi juga baru minum obat!" ujar Mama sambil mengelus pipi Ai.
"Layak tadi Aa, telpon nggak di angkat!" Daeng menatap wajah istrinya yang masih pucat.
Mama mengambil ponsel Ai dengan tangan kirinya. Sedangkan yang satunya memegang ponselnya sendiri mengarah ke menantunya, yang tertidur.
Ai membuka satu matanya. Melirik kearah mama yang mengambil ponselnya.
Mata Daeng melotot saat melihat mata Ai, terbuka kemudian terpejam kembali. Captain muda itu terlihat geram dengan tingkah istrinya. Yang berusaha menghindar darinya.
"Ma! Aa, mau bicara dengan Ai!" Mama yang mendengar permintaan putranya. Langsung saja menatap ponselnya.
"Ai! Sedang tidur Aa," ujar mama tidak habis pikir dengan putranya. Yang tega membangunkan orang yang sedang sakit.
"Tapi Aa, ingin bicara dengan istri Aa!" Daeng masih berusaha menutupi kebohongan, yang Ai mainkan saat ini.
"Tapi kasian Aa!"
"Mel! Bangunkan putriku! Biarkan Captain, bicara dengannya!" Bapak yang duduk di sofa. Bisa mendengar permintaan menantunya. Bapak tidak tega melihat menantunya memohon agar bisa dapat bicara dengan Ai.
Ai menggerutu kesal karena Bapak, tidak berpihak padanya.
"Ai! Nak bangun Sayang! Suamimu mau bicara!" Mama mengelus kepala Ai.
Ai tidak suka jika seseorang memanggil Daeng dengan sebutan suami.
"Sayang! Bangun yuk!" Mama masih berusaha membangunkan menantunya. Ai bersikeras untuk tetap melanjutkan kebohongannya.
Daeng nampak menghela nafas, ternyata istrinya keras kepala sekali pikirnya.
"Aku ada dua, warnaku hitam dan putih. Aku biasanya digunakan untuk melihat dan membaca. Terkadang aku bisa menutup. Dan sering kali aku terbuka. Siapakah aku?" Daeng menjadikan tebak-tebakan. Sebagai kode, bahwa dia sudah tahu. Jika Ai pura-pura tidur.
"Aa, kenapa malah main tebak-tebakan?" Mama bertanya, Daeng tersenyum tipis.
Tidak berkata apa-apa, akan tetapi orang yang ia kode paham dengan tebak-tebakan yang ia berikan.
'Jawabannya adalah mata! Apa maksudnya? Terkadang aku bisa menutup. Dan sering kali aku terbuka! Apa tadi Kak Daen melihat aku, membuka mata. Itu berarti saat aku membuka mataku. Kamera yang mama, gunakan adalah kamera belakang. Apessssss ... banget! Ngebohong tapi ketahuan! Kenapa dia nggak, langsung bilang. Ai kamu pura-pura tidur kan?' batin Ai.
Andai saja Ai tahu, jika yang Daeng lakukan saat ini. Tak lain dan tak bukan hanya untuk menutupi aibnya dari orang tuanya sendiri.
Ai mulai mengerjap-ngjapkan matanya perlahan. Seolah baru saja bangun, padahal mama membangunkan dua menit yang lalu. Daeng menahan tawanya, saat melihat istrinya mengerjapkan mata. Nampaknya akting yang istrinya lakukan. Harus diberikan apresiasi dan reward.
Daeng terus memantau gerakan demi gerakan yang istrinya lakukan.
Hingga tibalah istrinya mengeluarkan suara.
"Emmm!" Ai bersuara layaknya orang baru bangun. Sambil mengecek mata.
Hal ini tentunya mampu membuat Daeng, tertawa renyah.
'Kak Daen, aku tahu kamu sedang mentertawakan diriku' batin Ai kesal saat mendengar tawa suaminya.
"Aa, kenapa ketawa?" Mama bertanya keheranan.
"Ah ... tidak Ma, hanya saja tadi Aa! Sempat melihat beruang kurus sedang berakting!"
'Kak Captain ngeselin, yang benar saja. Aku dipanggil beruang kurus, ya memang sih. Tubuhku kurus nan ringkih. Kak Captain menghinaku!' Ternyata Ai peka terhadap sindiran yang Daeng lemparkan.
"Ya sudah, Aa bicara sama Ai aja. Toh anaknya juga sudah bangun!" Mama mengganti kamera depan sebelum memberikan ke Ai.
"Makasih Tan!" Sepertinya Ai, masih canggung untuk memanggil tante Mela dengan panggilan mama.
Mama mengangguk dan membiarkan kedua pasangan itu berbincang.
Daeng melambaikan tangannya, tatkala istrinya memandang layar ponsel. Ai, langsung menundukkan wajahnya. Saat tak sengaja menatap wajah suaminya dari layar ponsel.
"Bagaimana kabarmu?"
Ai diam, dan mengganti kamera belakang. Agar Daeng tidak melihat rupanya.
"Ai, kenapa malah Papa dan Bapak yang menghiasi layar ponsel saya?"
Ai tidak menjawab, kepalanya terus menunduk. Tidak ada niatan menatap wajah suaminya.
"Aida! Mana wajahmu saya mau lihat!" Saat memanggil nama istrinya nadanya penuh penekanan.
Ai mengarahkan kamera belakang ke kakinya.
"Ini kaki Sayang, bukan wajahmu!" Daeng berusaha untuk tetap sabar.
"A-i hari i-ni puasa bicara Kak!"
Akhirnya Daeng bisa mendengar suara istrinya itu. Lelaki itu tersenyum, akan tetapi senyum yang menenangkan hati itu. Tidak berguna, pasalnya tidak ada yang melihat.
"Saya baru dengar, emang ada puasa bicara?"
"Ada tahu! Aku pernah baca! Dalam Al-Qur'an, Allah menyuruh nabi Zakaria untuk berpuasa tiga hari tiga malam! Puasa yang dilakukan nabi Zakaria, ini karena beliau menginginkan anak. Diusianya yang senja." Ai bicara pelan, tapi mampu didengar oleh suaminya.
"Nabi Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, "Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu!"
""Nabi Zakaria pun meminta tanda kepada Allah, "
"Dan (Allah) berfirman, "Tandamu ialah engkau tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal engkau sehat.""
(QS. Maryam 19: Ayat 10)
"Seseorang tahu, karena pernah membaca dan mendengar. Dan sekarang, saya tahu puasa bicara karena mendengar darimu! Terima kasih Ai, sudah memberi tahu saya!"
Ai diam kenapa jatuhnya kayak ustadzah, yang lagi berdakwah dengan metode virtual.
Tidak ada jawaban membuat Daeng memangil istrinya dengan lembut. "Ai gadisku!"
Ai yang mendengar panggilan Daeng bergidik ngeri. Kayak gimana gitu!
"Ge-li! Ai nggak suka dipanggil kayak gitu! Dan Ai, juga enggak mau dipanggil Sa-yang!" Wah ada lonjakkan kalimat dari Ai, ya meskipun ucapannya terpenggal-penggal.
"Terus mau dipanggil Aida Ahmad?"
"Nggak, Ai tidak suka di sepesial kan? Dengan panggilan! Panggil saja A-I!"
"Tapi saya pengen manggil kamu Ah! Ah!"
Terdengar seperti suara orang mend—esah saja, pikir Ai.
"Nggak boleh!" Daeng tersenyum tipis, tak apa tak bisa melihat gambar istrinya. Suaranya saja sudah cukup disyukuri.
"Kok nggak boleh! Kenapa? Bukannya namamu ada Ahmadnya?" Sepertinya Daeng suka berbicara dengan istrinya. Pembicaraan yang ringan, mampu membuat hati bahagia.
Ai kesal dengan suaminya, yang selalu membuatnya menjawabi pertanyaan yang keluar dari mulut Captain.
Ai langsung menekan ikon merah.
Tut ... panggilan terputus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
💮Aroe🌸
panggil ah ah,?😆
2022-04-13
0
Yulnita
yang sabar ya pak capt... istri mu msh ABG... jd ya gt deh...😄
lanjut thooor... semangat... 💪💪💪
2022-04-12
0
Asri
menunggu peresmian pernikahan ai dan captain 😁
2022-04-12
0