"Kak Daen tidak boleh melewati batas ini!" ujar Ai sambil meletakkan dua guling ditengah-tengah mereka.
Saat Ai menjelaskan Daeng terus menatap istrinya. Ai yang merasa dilahatin suaminya. Dia nampak salah tingkah.
"Kak Daen paham tidak?" Ai bertanya takut, jika suaminya tidak paham.
Daeng mengangguk, posisinya terlihat enak. Badannya miring kearah istrinya, sedangkan satu tangannya digunakan menopang kepalanya.
"Tapi kalau Ai, yang melewati batas bagaimana?" Daeng bertanya, tersemat senyuman di bibirnya.
Ai terlihat bingung, selama ini dia tahu. Saat tidur tidak bisa diam, dari menendang guling, selimut hingga berganti posisi kepala dikaki atau justru sebaliknya.
Ai menghela nafas kesal, seolah pertanyaan yang suaminya lemparkan. Mengenai sasaran.
"Au ah!" Gadis itu langsung membaringkan tubuhnya. Membelakangi suaminya.
"Perjanjiannya masih berlaku tidak?" Daeng menatap punggung istrinya. Lelaki itu menahan senyumnya.
Ai terdiam, gadis itu mengerjap-ngjapkan matanya.
"Kakak jangan lihatin aku!"
"Saya harus memunggungi mu?"
Ai mengangguk cepat. Daeng hanya mengikuti perintah istrinya.
"Kak Daen!" panggil Ai yang membuat Daeng tersenyum.
"Apa Sayang!"
"Ai nggak mau satu selimut sama Kakak!"
Daeng membulatkan matanya nyaris sempurna.
"Terus? Mas harus ambil selimut lagi gitu!"
"He'em!"
Daeng pun menyingkap selimutnya, berjalan kearah lemari. Guna mencari selimut. Ai tersenyum karena suaminya menurutinya.
"Aida Sayang! Kamu benar bobok pakai hoodie?" tanya Daeng sambil duduk di ranjang.
Rasanya ingin muak, jika Capt memanggil nama penggalan apalagi ditambah Sayang.
"Kak Daen, Ai geli kalau dipanggil Sayang! Terus Ai juga nggak mau dipanggil Aida! Dan bukan Mas tapi Kakak" Nampaknya kalimat ini pernah Ai ucapkan sebelumnya. Akan tetapi Daeng tak menggubris ucapannya.
"Namamu kan mamang Aida, terus apa salahnya? Dan Mas, juga nggak pernah meminta kamu manggil saya dengan panggilan Mas? Kalau pun kamu manggil saya Kakak, apa saya marah? Tidak kan! Terus saat Ai, manggil Kakak! Apa saya pernah mendiamkan kamu? Tidak pernah kan! Jadi Ai, saya tidak pernah memaksamu."
Ai terdiam mencerna ucapan suaminya. Satu kata yang cocok untuk Daeng. Santuy!
"Ai, nggak mau ganti baju?" Daeng bertanya kembali.
"Tidak ada baju, Kak! Ini saja pinjam Enna!" ujarnya pelan. Dua hari terakhir ini, Ai memang memakai pakaian adik iparnya. Karena kemarin malam saat pulang ke rumah. Bapak dan keluarganya tidak ada dirumah.
"Mas carikan piyama punya Mas, waktu SMP! Mungkin pas di badan Ai!" Daeng berjalan kearah lemari yang berbeda dari sebelumnya. Hampir lima menit akhirnya, lelaki itu menemukan piyamanya dulu.
"Ganti bajumu Ai! Biar kamu nyaman!" Ai langsung turun dari ranjang. Menghampiri suaminya kemudian masuk kamar mandi. Setelah mengganti bajunya, gadis itu tidak langsung keluar. Gadis itu menatap pantulan wajahnya dicermin.
Matanya nampak sendu, entah perasaan apa. Tapi dia nampak jijik dengan dirinya sendiri. Disaat teman-temannya masih bahagia menikmati hidup, dia tidak. Disaat teman-temannya belum pernah tidur dengan lelaki, dua hari ini dia tidur dengan lelaki. Disaat anak gadis seusianya. Tidak pernah disentuh, dicium, direngkuh dan dipeluk. Dia sudah mendapatkan semua itu. Seakan-akan dia telah kehilangan keperawanannya. Bukan tentang selaput dara yang masih. Akan tetapi yang Ai rasakan saat ini. Dia seperti buah yang busuk karena terlalu banyak disentuh. Buliran bening itu kembali menetes. Dia tidak suka dengan keadaan ini.
"Aaaaaaaaa Akh!" Gadis itu berteriak karena frustasi.
Daeng terkejut mendengar teriakan istrinya. Lelaki itu langsung berlari kearah pintu kamar.
Ai menangis sejadi-jadinya. Berjongkok sambil memegang kepalanya.
"Haaaaaa huuuu!"
Daeng yang ada didepan pintu kamar. Lelaki itu menarik handle sambil mengetuk pintu, khawatir.
"Ai kenapa kamu Sayang!" Ai yang mendengar suara suaminya gadis itu menutup telinganya. Seolah tak mau mendengar kata Sayang, yang menurutnya menjijikkan.
"Ai bukak Ai!" Daeng menggedor pintu.
"Huaaaaa huhuuuuu hiks hiks!"
"Kenapa takdirku seperti ini? Aku ingin menikmati masa mudaku. Dengan caraku, tapi kenapa! Ini tidak terjadi haha huhuuuuu!" Ai menarik rambutnya kasar.
"Sayang buka!"
"DIAM! DIAM! SUDAH AI BILANG JANGAN PANGGIL SAYANG! AI TIDAK SUKA DIPANGGIL SPERTI ITU DARI MULUT MU!" Bentak Ai yang sudah kehilangan akal sehatnya.
Daeng yang mendengar teriakkan istrinya, dia nampak tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
Kemarahan Daeng nampak sudah tidak bisa di tahan. Lelaki itu, berusaha untuk tidak kehilangan kendali. Beberapa kali dia mencoba menarik napas. Untuk menenangkan dirinya.
"Astagfirullah hal adzim. Astagfirullah hal adzim! Ya Allah, aku memohon kepada Mu. Agar tidak kehilangan kendali!" Daeng mengusap wajahnya kasar.
"Kenapa kamu Ai? Katakan padaku, mungkin saja setelah bercerita akan lebih baik!" Daeng bertanya dengan suara lembut.
"Aku mau cerai dengan Kakak!" jawabnya cepat.
Daeng yang mendengar ucapan istrinya, hanya bisa menyandarkan tubuhnya di pintu kamar mandi. Lelaki itu mengacak rambutnya kasar.
Mudah bagi Daeng mencari perempuan lain diluar sana. Akan tetapi dia, mempertahankan pernikahannya. Hanya karena Allah, dia ingin menjalani ibadah panjang ini. Hanya dengan satu perempuan saja. Satu seumur hidup.
"Ya Allah, jika ini ujian dariMu. Aku berdoa semoga aku bisa melewati masa-masa ini!" Diumurnya yang belum terlalu matang. Lelaki itu berusaha untuk menjadi dewasa. Mencoba menjadi sosok yang ngayomi untuk istrinya.
"Kenapa diam? Kakak tidak bisa menyelesaikan masalah Ai kan?" ujar Ai sambil menyembunyikan wajahnya di lutut.
Daeng terdiam, memikirkan cara untuk menenangkan istrinya.
"Kamu sedang marah, jadi jangan mengambil keputusan saat marah. Keluarlah tidak baik dikamar mandi lama-lama!" Daeng mengetuk pintu.
Ai yang ada di dalam kamar mandi, dia menarik napas panjang. Menghapus air mata, gadis itu berdiri dari duduknya.
Cekklek! Pintu terbuka dari dalam.
Daeng bersandar di samping pintu. Captain ingin meraih tangan istrinya. Akan tetapi gadis itu segera mengibaskan tangannya. Dan melewati suaminya dengan kemarahan. Daeng hanya mampu menghela nafas. Mempunyai istri, ternyata tak seenak yang ia pikir.
Ai menarik bedcover dan mengambil guling serta bantal. Gadis itu membentangkan bedcover itu dilantai. Menata bantal, kemudian merebahkan diri sambil memeluk guling.
Daeng hanya diam membisu, tidak ada niatan bertanya. Membiarkan istrinya mencari kenyamanan serta ketenangan. Dengan caranya sendiri.
Lelaki itu juga melakukan hal yang sama dengan istrinya. Tidur dilantai, menggunakan selimut sebagai alasnya. Kedua pasangan itu, tertidur dengan ranjang sebagai pembatasnya.
"Hiks ...hiks!" Isakkan Ai masih terdengar di telinga suaminya.
Gadis itu teringat, kejadian awal datang ke rumah ini. Disaat teman-temannya Enna, yang lebih tua darinya masih berstatus lajang. Melihat mereka, Ai merasa jika mereka adalah gadis murni nan suci. Tak tersentuh. Sungguh dia sangat iri. Rasanya Ai, ingin kembali kesedia kala. Tapi nyatanya ini tidak bisa terjadi.
"Ahhhhaaaaaaaaa!" Gadis itu kembali menangis. Kenapa takdirnya berbeda dengan yang lain. Dia tidak mau menikah, tapi mengapa arus takdir membawanya ke ikatan pernikahan.
Daeng memejamkan matanya, saat mendengar teriakkan istrinya. Hatinya tergores, sedih. Jika melihat Ai sengsara. Tapi apa boleh dikata, dia tidak tahu apa yang membuat istrinya bersedih.
Gadis itu bangkit dari berbaringnya. Daeng terkejut saat melihat istrinya sudah ada di sampingnya.
"Kak Daen, ceraikan Ai sekarang!" Ai mencengkram kerah baju suaminya.
Sungguh Daeng tidak bisa berbuat apa-apa. Melihat wajah Ai, yang penuh air mata karena tangisan. Dia tak sanggup melihat.
"Ayo Kak! Ucapkan talak sekarang!" gertak Ai.
Jika saja pernikahan mereka sudah terdaftar di KUA mungkin saja perceraian akan lebih mudah. Karena pengadilan yang akan memutuskan. Akan tetapi, pernikahan mereka belum terdaftar di KUA. Membuat Ai susah untuk memutuskan perkawinannya. Seribu kali dia meminta cerai. Tidak akan merubah statusnya. Akan tetapi jika sekali saja. Daeng yang mengucapkan hal ini. Sekejap mata akan merubah statusnya.
"Ayo Kak cepat!" Gadis itu memukul dada suaminya.
Daeng terlihat lebih tenang, membiarkan Ai memukulinya. Hingga tangisan Ai, mulai melemah. Gadis itu mendukan kepalanya. Menyandarkan di dada suaminya. Satu tangannya memukul dada Daeng. Sedangkan yang satunya memegang pundak suaminya, seolah mencari kekuatan.
Daeng mengelus kepala istrinya, menepuk punggung istrinya berharap segera tenang.
"Kak Daen!" panggilnya lemah.
"Hemmm!" Menopang dagunya dengan kepala istrinya.
"Aku lelah dengan semua ini hiks!" Sudah kehabisan bahkan bakar emosi. Membuat gadis itu, tak sadar dengan posisinya yang memeluk suaminya.
"Berdamailah! Maka kau akan lebih baik!" Daeng mencium kepala istrinya.
Perlahan tangan Ai yang tadi memeluk pinggang suaminya. Terjatuh karena sudah kehilangan kesadaran. Daeng melonggarkan pelukannya, agar bisa melihat wajah istrinya. Ternyata gadis itu telah memejamkan matanya dengan mulut terbuka. Daeng tersenyum tipis, mengelap pipi istrinya. Lelaki itu mencium kening istrinya. Yang tidak akan pernah, ia dapatkan saat si empu dengan kesadaran full.
Daeng mengangkat tubuh istrinya, dan membaringkan diranjang dengan kehati-hatian. Menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Ai.
"Seandainya saya tidak mendengar pembicaraanmu dengan Bapak, waktu di rumah sakit! Mungkin saya akan meminta hak saya sebagai seorang suami!" Daeng teringat kejadian. Sebelum pulang dari rumah sakit. Daeng yang sudah selesai membayar. Biaya rumah sakit, dia memutuskan untuk kembali keruang istrinya. Akan tetapi, saat mendengar tangisan istrinya. Dia mengurungkan niatnya, untuk masuk kedalam. Lelaki itu mendengar semua apa yang Ai katakan.
"Tapi Ai, saya tidak pernah mengutarakan hal ini kepadamu. Karena apa? Karena saya tidak mau menekanmu! Saya tahu kamu tertekan dengan pernikahan ini. Jika saya melakukan hal ini padamu. Sama saja, saya seperti orang tua kita, yang hanya memikirkan egonya saja!" Daeng memeluk tubuh istrinya. Mengamati setiap jengkal wajah istrinya. Yang tak pernah ia lihat dengan jelas, saat si empu bangun. Pasalnya Ai selalu menundukkan kepalanya.
"Mimpi indah Aida gadisku!" Satu kecupan singkat dibibir istrinya, takut istrinya terbangun.
Disaat itu, Ai bergerak membuat Daeng was-was khawatir. Gadis itu memiringkan tubuhnya kearah Daeng. Tangan yang tadi dibawah, terangkat. Dan mengenai pinggang Daeng. Seolah mencari posisi yang enak, gadis itu memepetkan tubuhnya dengan tubuh suaminya. Alhasil memeluk erat tubuh suaminya sangat nyaman. Menggesekkan wajahnya di dada suaminya. Membuat Daeng kegelian sendiri. Akan tetapi lelaki itu tersenyum, karena mendapatkan pelukan dari istrinya. Yang tak mau disentuh olehnya.
TBC...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
baiq fathiyatirrohmi
daeng harus dg kesabaran extra nich... jk kata talak telah terucap, apa Ai kuat dg status jandax dan sebelumnya itu harus memberikan hak suamix🤔🤔🤔 jk akhlak si suami keluar dr ranah agama, bolehlah n minta talak2 gthu🙏 lanjut Thor 👌👌👍
2022-04-19
0
Asri
ayo ai, buka hati. jgn terkurung dlm kenyamanan sendiri. terima dan jalani takdir dengan ikhlas
2022-04-19
0
💮Aroe🌸
mogamoga banyak sabar ya capt😅
2022-04-19
0